Our Destiny (I)

787 78 7
                                    

Minggu pagi seorang namja bermarga Na tiba-tiba saja terganggu berkat sebuah panggilan telepon yang begitu memekakkan telinga.

Dengan gerakan malas, Jaemin meraih ponsel yang tergeletak disamping tempat tidurnya.

Yebseoyeo

YAK! KAU MASIH TIDUR YA?!

Ish! Kau ini kenapa sih?
Jangan berteriak seperti itu
Telingaku pengang tau!

CEPAT BANGUN, NANA!
KAU LUPA YA
KITA KAN SUDAH BERJANJI UNTUK JOGGING BERSAMA

Eoh?
Ya ampun, maafkan aku Njun
Aku lupa hehe

YA SUDAH, CEPATLAH BERSIAP

Ne ne
Kau bisa cepat tua jika marah-marah terus, Njun

YAK! AWAS SAJA KAU NA JAEMIN!

Jaemin segera menutup sambungan telepon dengan sahabat mungilnya itu. Tak kuat lagi jika harus mendengarkan teriakan Renjun.

Tak memerlukan waktu lama, Jaemin sudah selesai bersiap dan segera menuju ke ruang tengah untuk menunggu kedatangan kedua sahabatnya, Renjun dan Haechan.

Sambil menunggu kedatangan kedua sahabatnya itu, Jaemin memutuskan untuk menghidupkan televisi dan mengganti channel yang memperlihatkan acara Chibi Maruko-Chan kesukaannya.

"Kau mau jogging bersama Renjun dan Haechan lagi?" tanya eomma Jaemin yang kini telah duduk disamping Jaemin.

Jaemin hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Na, kau ini sudah bukan anak kecil lagi. Kenapa masih saja hobi menghabiskan waktu bersama kedua sahabatmu itu sih?"

"Memangnya kenapa eomma? Mereka kan sahabatku, jika tidak dengan mereka, dengan siapa lagi aku akan menghabiskan waktu?" gerutu Jaemin sedikit kesal.

"Mereka kan sudah mempunyai keluarga, sayang. Weekend seperti ini seharusnya mereka habiskan dengan keluarga mereka, tidak lagi denganmu."

"Tenang saja, eomma. Nanti juga Injun dan Enchan membawa suami dan anak mereka." Jaemin membalas dengan tatapan yang masih tertuju pada televisi dihadapannya.

Sang eomma kembali menyahuti ucapan Jaemin dengan lembut, "lalu kau sendiri kapan?"

"Aku tidak mau membahasnya, eomma," final Jaemin tak lagi mengatakan apapun.

Nyonya Na hanya bisa menghembuskan napas pelan mendengarkan balasan Jaemin yang selalu saja seperti itu. "Terserah kau saja kalau begitu."

Seperginya sang eomma, Jaemin menyandarkan tubuhnya pada sisi sofa berniat untuk kembali mengistirahatkan pikirannya. Sungguh, semua ini tentu saja tidak akan pernah mudah bagi Jaemin.

"Annyeong, Nana noona!" sapa seorang anak kecil sambil berlari menghampiri Jaemin yang hampir saja tertidur.

"Yak! Lele-ya, sudah kubilang panggil aku, hyung!" kesal Jaemin sembari berkacak pinggang bermaksud membuat anak kecil yang bernama Chenle itu akan takut padanya.

Namun hal itu tentu saja tidak pernah berhasil mengingat wajah Jaemin yang pada dasarnya semakin menggemaskan jika sedang marah. "Noona lucu sekali."

"Injun-ah, kumohon ajari anakmu ini untuk tidak lagi memanggilku noona. Aku ini kan namja."

"Sudahlah, Na. Lele kan hanya anak kecil, jadi biarkan saja dia memanggilmu sesukanya," sahut Haechan yang tengah berdiri bersebelahan dengan suaminya. Kang Chani.

"Ish, kalian ini selalu saja seperti ini. Kenapa kalian terus saja mengikuti Injun dan Enchan sih." Jaemin benar-benar sebal dengan Jeno dan Chani yang merupakan suami kedua sahabatnya. Pasalnya, Jaemin sudah berkali-kali mengatakan kalau ia tidak ingin kedua namja berstatus seme itu ikut bergabung dengan kegiatannya bersama Renjun dan Haechan. Tak lain karena hal itu akan membuatnya semakin terlihat menyedihkan.

"Makannya, segera menikah saja sana!" Jeno mengatakannya dengan lantang. Sementara Jaemin hanya menatapnya kesal.

"Kau kira menikah itu mudah, hah?!" sahut Jaemin kembali dengan raut sebal.

"Mudah. Kau saja yang membuatnya sulit." Kali ini giliran Renjun yang ikut membalas ucapan Jaemin.

"Ah, sudahlah! Kita berangkat saja," seru Jaemin tak ingin semakin memperpanjang perdebatan yang pastinya tidak akan ia menangkan.

Pada akhirnya Jaemin dan yang lainnya segera melajukan kaki mereka menuju Sungai Han yang letaknya tak begitu jauh dari komplek perumahan mereka.

Dengan langkah riang, Jaemin yang kini tengah menggandeng lengan Chenle berlari kecil sambil bernyanyi sembarang lagu yang sebelumnya sudah Chenle pelajari saat disekolah.

Sesampainya di Sungai Han, Jaemin lebih memilih untuk memisahkan diri dengan Renjun dan Haechan. Begini begini, Jaemin masih memiliki hati untuk membiarkan kedua sahabatnya itu menghabiskan waktu bersama suami mereka.

Ya, karena Chenle yang notabenenya adalah anak dari Renjun dan Jeno lebih memilih untuk mengikuti Jaemin. Sementara Haechan, anak itu masih belum memiliki anak karena memang sahabat gembul Jaemin itu baru tiga bulan yang lalu menikah dengan Chani.

"Jaga anakku dengan baik, Na. Jangan sampai lecet!" Renjun memperingati Jaemin yang memang akan membawa Chenle berkeliling bersamanya.

"Iya iya, dasar cerewet!" sahut Jaemin seraya berlalu meninggalkan Renjun dan Jeno.

Jaemin memutuskan untuk membawa Chenle menuju area yang biasanya dipenuhi oleh anak-anak kecil. Chenle yang memang dasarnya aktif pun segera melepaskan genggaman tangan Jaemin dan berlarian kesana kemari. Sementara Jaemin hanya duduk memperhatikan segala tingkah Chenle.

"Noona! Lihatlah anak itu!" Chenle tiba-tiba saja menyeret lengan Jaemin menuju seorang anak kecil yang tampaknya sedang menangis.

"Eoh! Chakkaman, Lele-ya," sahut Jaemin.

Jaemin yang mengerti maksud Chenle hanya mengikuti perintah si kecil, "annyeong, kenapa kau menangis?"

Anak kecil yang sedang menagis itu hanya menggeleng dan tak membalas ucapan Jaemin. Membuat Jaemin semakin bingung.

Jaemin meraih lengan anak kecil itu dan membawanya ke dalam pelukannya, "tenanglah, coba sekarang ceritakan pada kita kenapa kau menangis?"

Perlahan anak kecil itu menatap manik Jaemin dengan tatapan yang entah kenapa membuat Jaemin ingin ikut menangis. "Eomma~"

Mendengar balasan dari anak kecil itu membuat Jaemin mengernyit bingung. "Kau kehilangan eomma mu, ya? Baiklah, hyung akan membantumu mencari eomma mu ya."

Namun tanpa diduga, anak kecil itu justru menggeleng dan kembali menangis.

"Aduh, bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan?" gumam Jaemin pelan.

Mau dilanjut nggak nih?

Drabble Stories [MarkMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang