MPB'33

3.6K 152 4
                                        


Happy Reading

💕***




Hari menjelang malam sebagian besar siswa yang telah membereskan stand nya langsung pulang, begitu pun dengan kelas Vania yang terlihat tinggal beberapa orang saja.

Lidia dan Rika pun sudah pulang duluan karena sudah di jemput, Kirana masih merapihkan perlengkapannya di aula bersama beberapa temannya karena jemputan mereka terhalang hujan.

"Liat Vania ngga?" Tanya Rasya pada Kirana.

"Loh aku kira udah pulang sama kakak." Ucap Kirana.

"Belum, tadi orang rumah telfon gue katanya Vania belum pulang." Ucap Rasya.

Kirana langsung membulatkan matanya.

"Terus Deva kemana? Udah ngilang dari tadi kak, cari Deva, Kak?, Mana di luar hujan besar lagi." Ucap Kirana panik.

"Ya udah gue duluan."

Di tempat lain, Vania tengah menengadahkan wajahnya ke langit sambil merentangkan tangannya.

Vania tidak benci hujan, Vania hanya benci jika hujan, kilat dan guruh datang bersamaan.

Suasana di taman belakang sangat hening, hanya terdengar rintikan air hujan yang jatuh menyentuh dedaunan. bahkan tidak ada lampu satupun, hanya lampu di dekat lorong sekolah yang masih menyala mampu sedikit membuat taman belakang terlihat sedikit terang.

'tak apa, aku hanya ingin menikmati hujan, hingga lelahku ikut mengalir bersama hujan.' batin Vania.

Hati Vania selalu sesak jika berada di bawah hujan, hujan yang selalu menemani Vania saat ia terpuruk, hujan mengajarkannya untuk kuat.

Sejak bernyanyi tadi hati Vania terasa sesak, entah kenapa, tapi semoga hujan membawa sesak ini pergi.

Tak terasa air matanya ikut meleleh bersama aliran hujan yang menerpa wajahnya.

Dalam pejaman matanya terbayang semua rasa sakitnya, rasa sakit yang selama ini Vania taham dan sembunyikan dalam setiap senyum yang mengembang di bibirnya.

DUAR

aaaakkkkhhhhhhhhhh

Vania terhanyut dalam pelukan seseorang sembari menutup telinganya dan terus memejamkan mata. Ia semakin terisak mendengar kilat yang menggema di langit.

"Udah malem sayang, jangan hujan-hujanan." Ucapnya.

Vania langsung mendongakkan kepalanya dan melihat Rasya yang tersenyum manis padanya.

Dengan tubuh yang sudah sama-sama basah di guyur hujan.

Vania mengeratkan pelukannya pada Rasya dan semakin terisak, ia hanya ingin menangis saat ini. Bukan karena gemuruh langit yang semakin menggema, namun rasa pedih di hati karena keadaan yang membuatnya serba salah.

"Sstt udah, aku di sini sayang, ngga usah takut." Rasya pun mengeratkan pelukannya.

"Udah ya jangan nangis lagi." Rasya menangkupkan kedua tangannya di pipi Vania, Vania tersenyum tipis.

"Siap untuk pulang ?" Vania mengangguk setuju.

Rasya merangkul Vania dan berjalan menyusuri lorong yang sudah sepi.

***

Esoknya

Tok

Tok

My Perfect BoyFriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang