MPB'73

1.8K 90 6
                                        

Happy Reading
💕
***





Sesak masih terasa di dada Vania, nafasnya terasa sangat pendek, matanya sama sekali enggan untuk terbuka.

Bau sisa-sisa pembakaran begitu menusuk, rasa panas seakan mendekapnya erat, tubuhnya bahkan tidak dapat di gerakkan sama sekali.

"Maafin Ayah Ana." Sontak Vania sedikit menolehkan kepalanya ke arah sumber suara.

Dengan samar Vania mendengar suara Harrish yang tampak sangat menyedihkan.

"Lari Ana." Terdengar kembali suara Riana dari sisi lain tempat itu, Vania tampak bingung dan terus mendengarkan lamat-lamat suara kedua orang tuanya tanpa bisa sedikitpun menyahuti mereka.

"Kami menyayangimu sayang." Terdengar ucapan Riana semakin lirih.

Sontak air mata lolos di pipi Vania, ia masih berusaha untuk bangkit, bahkan hanya sekedar untuk membuka matanya itu pun sulit.

"Kamu ngga sendirian, kami selalu sama kamu, maaf Ana kami banyak salah." Terdengar lagi suara Harrish yang terdengar semakin jauh, Vania menggeleng pasti mendengar itu.

'Aku baru merasakan kebahagian, dan kebersamaan bersama Ayah hari ini, aku baru merasakan usapan lembut tangannya di kepala ku, baru ku lihat senyumnya yang begitu tulus yang memang ia tujukan untukku, bahkan aku baru merasakan hangatnya dekapan Ayahku yang penuh kasih sayang, dan kau akhiri seperti ini saja? Tak bisa kah lebih lama lagi?' batin Vania.

"Jaga diri baik-baik." Ucap seseorang.

Suara yang begitu kecil, samar, dan tak bertenaga, suara seorang pria yang terdengar asing entah datang dari mana.

Seketika semua yang Vania rasakan tadi sontak menghilang, rasa sesak, dan panas sudah tak di rasakan lagi, bahkan suara percikan api yang sedari tadi memenuhi indra pendengarannya pun sudah tidak ada lagi.

Yang ada saat ini hanya keheningan, hening yang sangat hening, bahkan Vania mampu mendengar detak jantungnya sendiri dengan jelas.

Perlahan Vania membuka matanya, di suatu tempat yang sejauh mata memandang hanya ada warna putih, hanya putih yang Vania lihat.

Vania bangkit terduduk dan mulai mengedarkan kembali pandangannya, berusaha memastikan bahwa akan ada sesuatu yang bisa ia lihat selain warna putih.

Sampai sebuah cahaya tepat mengenai dirinya dan membuatnya memicingkan matanya.

"Vania." Panggil seseorang yang terdengar sangat jauh.

Vania langsung mengedarkan pandangannya, suara familiar yang tampak tak asing lagi di telinganya.

"Vania." Suara itu terasa semakin dekat, Vania pun menghampiri cahaya itu, saat hendak memegang cahaya itu, Vania menoleh dan melihat Harrish ada di belakang nya dengan jarak yang cukup jauh.

Terlihat Harrish berdiri sembari tersenyum kemudian mengangguk.

"Terimakasih sudah memelukku, Ayah." Ucap Vania yang kemudian menangis dalam diam.

Terlihat Harrish melambaikan tangannya, Vania bergerak ingin kembali, hanya untuk memeluk Harrish jika itu untuk terakhir kalinya, namun sebuah tangan langsung menahannya, terlihat Rasya tersenyum dan sedikit mengangguk lalu berbisik 'Ayo.' Vania pun berjalan terus di tuntun Rasya memasuki cahaya itu, beberapa kali ia masih menoleh ke belakang menatap Harrish yang tersenyum manis padanya, sampai akhirnya Vania benar-benar masuk ke dalam cahaya itu dan ia sama sekali sudah tidak dapat melihat apa pun lagi.
***

My Perfect BoyFriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang