MPB'87

1.5K 99 9
                                    

Happy Reading
💕
***







Drrt


Drrt


Drrt


"Hallo, ... "

Dengan nada parau Vania menjawab seseorang yang ada di seberang sambungan telefon setelah susah payah meraih ponselnya yang ada di atas nakas di samping tempat tidur.

Sinar matahari yang telah berhasil menyelinap di balik tirainya masih membuat Vania enggan bangkit dari ranjang empuknya dan memilih kembali memejamkan mata dengan kehangatan mentari pagi tepat di wajahnya.

"Sayang, ... "

Perlahan Vania menjauhkan ponsel dari telinganya setelah mendengar suara lirih seorang wanita, dengan menyipitkan matanya ia mulai mendudukkan dirinya di atas tempat tidur ia mulai memfokuskan pandangannya pada sebuah nama yang tertera di sana.


'Bunda.'  batin Vania.


Setelah mengetahui jika Riana yang menelfon ia pun kembali menaruh ponsel itu di telinganya.

"Iya Bunda."

"Apa kabar sayang."

Vania terdiam sesaat, dan merasa heran dengan pertanyaan Riana, pasalnya baru kemarin sore ia berkunjung ke kediaman Harrish untuk bertemu Riana dan kakak-kakaknya, bahkan pulang hingga larut malam karena terlalu asyik bercanda dengan Vano dan Leo, itu salah satu hal membuat Vania masih enggan bangkit dari tempat tidur pagi ini.

"Vania baik Bunda, ada apa?"

Setelah Vania menjawab, tak terdengar suara lagi dari ujung telefon, hanya keheningan di antara mereka berdua, dan Vania semakin di buat heran oleh hal itu.

Sesekali terdengar hembusan nafas berat dari sana, Vania hanya diam menunggu.

"Bunda ngga papa kan? Ada apa?" Akhirnya dengan ragu Vania memberanikan diri untuk bertanya kembali.



Fiuhhhhh



Terdengar lagi hembusan nafas berat dari sana, Vania semakin di buat bingung.

"Bunda, ... " Panggil Vania.

"Ana, ... " Ucap Riana lirih.

Seketika Vania terdiam saat Riana memanggil dengan panggilan lamanya, karena sudah sejak lama ia sudah tidak memanggil Vania dengan nama itu.

"Bunda ada permintaan." Ucapnya.

Vania masih terdiam, ia tak tau mau bicara apa, ia merasa Riana tidak pernah sekaku ini padanya sebelumnya.

"Bunda ingin Ayah di bebaskan."

Vania semakin terdiam mendengar permintaan Riana, seketika ingatan Vania berputar di setiap kejadian yang telah ia lalui bersama Harrish, dan sampai terakhir ia melihatnya di balik jeruji besi.

Dan setelah semua yang telah terjadi Riana memintanya untuk membebaskannya bahkan saat masa tahanannya pun belum ada 1 bulan, bahkan persidangan pun baru di mulai.

"Bunda tau ini permintaan yang sulit sayang, Bunda tau kesalahan Ayah begitu besar, tapi Bunda mohon sayang, Bunda ngga bisa liat Ayah seperti ini, Bunda, ... "

Vania hanya terdiam, tentu saja Riana akan menolak penahanan suaminya, orang yang selama ini ada di sisinya, walau orang itu pun sering menyakitinya namun ia adalah hidupnya.

Sedangkan Vania? Siapa Vania? Anak yang bahkan sudah belasan tahun hilang dan bahkan telah di anggap mati oleh Harrish dan malah kembali hanya untuk menghancurkan dan pada akhirnya memasukan Ayahnya ke dalam penjara dan menghancurkan hati Bundanya, tentu saja Riana tidak akan setuju dengan hal itu.

"Apa yang Bunda lalukan." Terdengar suara Vano dari seberang sana.

"Vano, Bunda ingin Ayah bebas, sebelum persidangan selesai Bunda mohon sama Ana, Bunda ngga mau Ayah di penjara lebih lama, dia akan semakin membenci Ana."



'Semakin membenciku? Bukankah dia memang sangat membenciku dan Bukankah itu akan membuatnya lebih leluasa melakukan percobaan pembunuhan padaku?' batin Vania.



"Lalu menurut Bunda jika dia bebas, dia akan berhenti sakitin Ana? Mungkin kalau dia bebas sekarang Ana udah di pemakaman dan kita cuma bisa lihat batu nisannya aja, Bunda mau kaya gitu?" Marah Vano.

My Perfect BoyFriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang