MPB'53

2.1K 99 1
                                    

Happy Reading
💕
***





"Vano, Bunda mau bicara sama kamu."

Bunda menghentikan Vano yang baru saja pulang dan tanpa mengucapkan sepatah kata apa pun dan langsung menuju ke arah kamarnya.

Vano berbalik menuju ruang keluarga dimana Bunda berada dan mendudukan dirinya tepat di hadapan Bunda setelah Bunda memberinya aba-aba untuk duduk.

"Apa yang kamu lakukan Vano?" Bunda mulai membuka suara.

Vano sama sekali enggan menatap Bunda dan lebih memilih membuang muka dan menatap arah lain.

Ia menyadari kesalahan yang ia lakukan cukup membuat Bunda marah pastinya, bahkan ia marah pada dirinya sendiri karena hal ini.

"Vano, lihat Bunda kalau Bunda sedang bicara sama kamu!" Nada Bunda mulai meninggi.

Vano tahu jika Bunda sudah begini itu artinya Bunda sudah marah besar dan Vano sudah melakukan kesalahan yang fatal.

"Ada apa Bunda?" Seketika Bunda dan Vano menoleh saat Leo tiba-tiba memasuki ruang keluarga.

"Tanya adikmu ini."

Leo ikut mendudukan dirinya di samping Vano, dan langsung menatap Vano seakan meminta penjelasan tentang apa yang tengah terjadi sebenarnya.

"Bun, Vano minta maaf." Akhirnya kata-kata itu yang berhasil lolos dari bibir Vano.

"Ini sebenarnya ada apa?" Tanya Leo bingung.

Bunda menyerahkan ponselnya dimana disana berisi rekaman acara semalam yang niatnya Bunda ingin merekam setiap momen bahagia yang Vania lewati, namun sayangnya isi Video itu adalah luapan kemarahan dan kesedihan Vania.

Leo langsung mengusap wajahnya kasar setelah melihat video itu.


Fiuhhhhh


"Lo kenapa sih? Ngga seharusnya lo lakuin ini Van." Ucap Leo.


"Iya gue tau, gue salah, gue minta maaf Kak." Ucap Vano.

"Sebenernya apa yang lo fikirin sih, lo itu udah buka luka lama yang gue tau selama ini Ana coba simpen dan lupain, dan lo, ..."

Leo kembali mengusap wajahnya kasar.

"Dan lo malah buka luka lama itu Van? Apa yang ada di fikiran lo?" Marah Leo.

Leo yang selama ini selalu tenang, bahkan ketika marah sekali pun, kali ini begitu mengintrogasi Vano sampai Vano terdiam dan tak mampu berkata apa pun.

"Yang ada di fikiran gue saat itu, gue cuma mau mengenang momen-momen bahagia sama Ana, itu aja Kak, di momen bahagia Ana, gue juga ngga tau kalau akhirnya Ana bakal sehisteris itu." Ucap Vano.

"Itu bukan momen bahagianya Ana, Vano." Ucap Bunda lirih.

"Maksud Bunda." Tanya Leo.

"Bunda tau, Ana bisa sehisteris itu karena di setiap moment bahagia hidup dia dulu, selalu ada moment sedih setelah atau sebelumnya, apa kalian ngga inget?" Tanya Bunda.

My Perfect BoyFriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang