MPB'74

1.8K 96 5
                                    

Happy Reading
💕
***



Senja sore ini terlihat begitu indah, rona keemasan menghias cakrawala, bias jingga begitu indah terlukis di sana, ciptaan Tuhan yang tak pernah hentinya ku sanjung.

Vania duduk sendirian di atas ayunan di taman tak jauh dari kediamannya, memejamkan mata, membiarkan dirinya ikut mengayun dengan pelan, hingga angin ikut menarikan helaian rambut hitamnya.

Suasana yang sangat tenang dan menyenangkan, ketika ayunannya lebih meninggi cahaya senja tepat mengenai wajahnya, rasa hangat langsung terasa di wajah Vania, senyum tipis langsung tersemat di bibirnya.

Dalam pejaman matanya terbayang pelukan Harrish hari itu, yang terasa amat nyata di tubuhnya, kehangatan itu bahkan masih membekas dalam diri Vania.

Walau sesaat dan dalam mimpi tapi itu sangat membuat Vania bahagia, ia sudah mendapatkan pelukan pertama Harrish, ia tak butuh apa pun lagi, sekali pun Harrish di dunianya berhasil membunuh nya suatu hari nanti, setidaknya ia sudah mendapatkan apa yang ia mau selama ini.

Mimpi itu sudah beberapa bulan lalu, tapi entah bagaimana rasa bahagia ini begitu sangat terasa sampai hari ini, senyum sedikit mengembang setiap kali Vania menatap Harrish yang datang hanya untuk memaki dirinya, Vania selalu membayangkan jika ada senyum tulus juga di bibir Harrish untuknya.

Tapi nihil! Ia tak pernah bisa mendapatkannya sedikitpun.




Drrt

Drrt

Drrt




-PrinceRSY💕

Senyum Vania mengembang saat ia mengetahui siapa yang menelfonnya.




Klek

 

'Hai...'

"Hai Sya.'

'Kamu dimana sayang? Udah gelap.'

"Senja belum pergi, boleh aku di sini sebentar lagi?" Tanya Vania.

'Tapi Oma khawatir, jangan lama-lama oke.' Vania tersenyum kecil.

"Iya."




Sambungan telefon pun terputus.

Sebenarnya senja sudah benar-benar menghilang, namun ia masih ingin menikmati  suasana ini sebentar lagi.

'Oke Vania, melownya cukup sampai di sini, ini bukan kamu banget deh.' gumam Vania sembari bangkit dan perlahan meninggalkan taman.
***






"Selamat pagi dunia." Teriak Lidia saat memasuki kelas.

Vania dkk hanya menutup telinga mendengar suara Lidia yang melengking.

"Gue kira umur nambah sifat berubah, ga ada bedanya ternyata." Ucap Rika.

Vania dan kirana hanya terkekeh.

"Kak Deva." Spontan Vania menoleh saat ada seorang pria memanggilnya.

Kirana menatap Vania dengan tatapan aneh sembari tertawa kecil.

"Tiati ketauan Kak Devan." Ucap Rika.

Vania hanya tertawa kecil.

"Kenapa?" Tanya Vania saat sampai di depan pintu kelasnya.

"Surya udah janji kan kalau nilai ujian ku dapat 90, aku kasih Kak Deva hadiah karena udah bantu aku." Vania mengangkat 1 alisnya.

Kejadiannya sama seperti saat pertama kali Vania masuk sekolah, dimana akan ada bimbingan dari senior saat siswa baru melakukan suatu hal yang senior perintahkan dan berhasil, dimana saat itu Rasya menolaknya dan memilih untuk mentraktir mereka semua.

Sayangnya kali ini tidak tentang mencari ketua OSIS misterius, melainkan semua siswa mendapat salah satu senior untuk membimbingnya sesuai urutan kemenangan mereka dalam sebuah games. Dan Vania yang saat itu ikut membantu proses penerimaan murid baru berada di urutan 12 dan begitu pun dengan Surya yang berhasil memenangkan games di urutan ke 12, begitu juga dengan beberapa anak lainnya yang ikut Vania bimbing bersama Surya karena di setiap kelompoknya mereka mendapat urutan ke 12.

"Ngga usah, itu udah tugas Kakak, dan itu artinya Tugas Kakak selesai sampai di sini, kamu hebat." Ucap Vania sembari mengacungkan jempolnya.

Surya langsung menyodorkan kotak kecil berwarna hitam pada Vania, Vania hanya diam memandang kotak dan Surya bergantian.

"Makasih Kakak udah bantu aku, aku harap kakak masih mau bantu aku kalau-kalau nanti aku ada kesulitan belajar." Vania hanya tersenyum lalu dengan ragu menerima kotak itu.

"Sama-sama, makasih juga." Surya pun langsung pergi meninggalkan kelas Vania.

Vania pun kembali ke tempat duduknya sembari memandangi kotak hitam itu.

"Fans nya nambah terus." Ledek Kirana, Vania hanya melirik Kirana.

Setelah masa orientasi hari itu, banyak anak  laki-laki atau perempuan yang sengaja mendatangi Vania untuk memberi sesuatu. entah apa maksud mereka, mereka hanya selalu bilang jika Vania baik.

Bahkan Vania selalu merasa jika ia belum pernah bertemu beberapa anak di antara mereka.

"Kak Devan tau?" Tanya Rika, Vania hanya mengangguk.

Vania pun membuka kota itu, di dalamnya terdapat sebuah hiasan rambut berbentuk kupu-kupu berwarna biru. 'Bagimana?' batin Vania.

Vania sangat menyukai hiasan rambut, dan biru memang warna kesukannya.

Terkadang Vania juga berfikit, setiap barang yang mereka berikan benar-benar benda kesukaannya, dan Vania selalu di buat bingung dengan semua itu bagaimana mereka semua bisa tahu setiap hal yang ia suka.

"Mungkin ga si kalau Kak Devan dalang dari semuanya?" Tanya Lidia, Vania menggeleng pasti.

Karena sebelumnya Vania pernah bertanya pada Rasya namun Rasya mengelak dengan pasti jika ia sama sekali tidak terlibat dan sedang fokus untuk ujian kelulusan.

Bahkan belakangan Vania sudah jarang bertemu Rasya di sekolah, dan bahkan untuk pulang bersama pun rasanya sangat sulit.

Jadwal Rasya sangat padat di tingkat akhir SMA ini, bahkan tak ada celah untuk mereka bertemu, kecuali saat makan malam dan pagi hari saat mereka hendak berangkat.

Namun Rasya selalu berangkat lebih pagi karena ada kelas tambahan di pagi dan sore hari. Vania mengerti tentang semua itu, maka dari itu Vania tidak akan mengeluh.

Tahun ini masa-masa terberat untuk Rasya, dan tahun depan giliran Vania yang akan merasakan semuanya.

"Ciee di tinggal terus ni yee sekarang. " Ledek Rika.

"Apaan si lo." Ucap Vania.

"Nanti juga kita kaya mereka, tunggu waktunya aja." Ucap Kirana.


Ting



-PrinceRsy💕

'Hai sayang, hari ini di jemput Pak Dodi lagi ngga papa kan?' Vania tersenyum tipis.




"Panjang umur kan." Ledek Lidia.

"Di omongin langsung nongol." Ledek Rika, Vania pun langsung memberikan tatapan tajam pada ketiga temannya yang kini menahan tawa.

Sebenarnya Vania rindu masa-masa dimana ia bisa pulang dan pergi bersama Rasya, tapi tak apa, setelah masa ini terlewati semuanya akan kembali normal kan.

"Iya ngga papa kok." Balas Vania

'Maaf ya sayang, sampai nanti malam.'




Fiuhhhhhh




Vania pun menghela nafasnya panjang sembari menyandarkan tubuhnya di punggung kursi.

"Yuk balik, mendung." Ajak Lidia.

Mereka semua pun serempak mengangguk.
***








Tbc ...










See U
💕
***

My Perfect BoyFriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang