Bab 29

2.2K 366 25
                                    

The Dream
Yungi x Yeosang Ateez



Selamat membaca !!!



~~~~~

Yeosang dan yang lainnya sudah sampai di ruang makan. Ruang makan itu ada di lantai bawah gedung yang mereka tinggali. Sudah banyak yang duduk memakan makanan mereka. Mereka memilih duduk di pojok ruangan. Jeno dan Jaemin mengambil makan untuk mereka bertiga. Makan siang kali ini sangat lengkap ada sayuran juga daging. Sayang sekali tidak ada ayam, kan Yeosang mau makan ayam :((

Jaemin menyerahkan nasi pada mereka dan mulai makan dengan lahap. Wooyoung sedikit kesulitan karena tangan kirinya masih sering kebas. Tapi tak apa demi makan sakit pun akan dia tahan, dari pada dia kelaparan kan hehe :D

"Waah makanan di sini sangat lezat. Untuk orang seperti kita saja makannya seenak ini apalagi para tuan muda." Wooyoung sibuk makan juga sibuk mengoceh membuat yang lain geleng kepala. Padahal Haechan sudah ingatkan anak itu untuk jangan bicara saat makan tapi tetap saja tidak di dengar.

"sssttt uyong bicik. Sudah diam aku tidak konsen makan ini"

"Apa sih orang aku cuma bicara"

"Terserah kau saja lah"

"Oh ya aku tidak sabar untuk misi pertama kita. Siapa tahu kita dapat misi sulit lalu cepat ke neraka hahaha pasti menyenangkan. Iya kan Yeosang ???"

Uhuk~ Uhuk~ Uhuk~

Entah mengapa tiba-tiba saja Jeno, Jaemin dan Haechan terbatuk seperti itu membuat Yeosang dan Wooyoung heran. Setelah minum Jeno menatap Wooyoung dengan tajam, tapi yang di tatap tidak merasa sama sekali dan masih sibuk makan.

"Kalian tak apa ?? " Jeno dan yang lain menggeleng pelan.

"Oke...oh ya Wooyoung ku benar. Kalau kita ke neraka tidak ada beban lagi kan. Bagus bagus semoga keinginan kita segera terwujud oke" Yeosang dan Wooyoung ber tos riya.

Yeosang dan Wooyoung terus membahas tentang misi mereka bahkan dengan gilanya merencanakan bagaimana mereka akan mati nantinya. Mereka tertawa seolah kematian adalah hal biasa bagi mereka. Yah memang tujuan mereka berdua dari awal memang itu kan ?? Jadi mereka biasa saja. Sementara Jeno, Jaemin dan Haechan hanya melihat mereka dengan tatapan yang sulit di artikan.

.

.

.

Mereka berlima sudah selesai makan. Yeosang kembali ke kamarnya lebih dulu. Sementara wooyoung di tarik oleh yang lain ke luar gedung. "Ada apa Hyung ??"

"Jangan mencoba meracuni otak tuan muda kami dengan hal-hal bodoh tentang kematian. Kau tahu kami berusaha menjaga nya mati-matian dan kau malah mengatakan hal gila seperti itu. Kalau kau mau mati, kau bisa pergi sendiri tidak perlu mengajak tuan muda kami....."

"Jeno"

"Dia harus tahu agar tidak sembarang. Jika dia mau mati aku pun bisa menghabisi dia sekarang. Kehidupannya tidak lah berharga seperti tuan muda. Dengan seenaknya dia mengatakan hal gila seperti itu pada Tuan muda. Berhenti melakukannya atau kau akan benar-benar menghabisimu" setelah mengatakan itu Jeno meninggalkan yang lain.

"Woo..."

"Tidak apa-apa Hyung. Jeno Hyung benar hidupku tidaklah seberapa tuan muda Yeosang. Aku hanya sampah tidak akan ada yang peduli jika aku mati. Aku janji tidak akan melakukan hal bodoh itu lagi Hyung. Aku minta maaf " setelah membungkuk pada Haechan dan Jaemin Wooyoung segera berlari ke kamarnya meninggalkan mereka berdua.

Sampai kamar Wooyoung mengunci pintunya dan duduk menyender pada pintu. Dia tidak ingin menangis, sudah di bilangan kan dia tidak pernah punya alasan untuk itu. Meski itu tentang dirinya sendiri. Wooyoung sadar sejak dulu hidupnya tidak pernah berharga. Jeno benar tidak ada yang menganggap Wooyoung berharga jadi jika di matipun tidak akan ada yang peduli juga kan ??

Wooyoung berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah dapur kecil di kamarnya. Di mengambil pisau dapur dan menggores telapak tangan kirinya. Dia tidak bisa menangis jadi untuk membuat dadanya lebih lega dia akan menggores tubuhnya untuk mengeluarkan darah miliknya.
Darah Wooyoung segera menetes sangat banyak di lantai. Wooyoung memejamkan matanya dan menikmati setiap darah yang mengalir keluar dari telapak tangannya.

Tok~ Tok~ Tok

"Wooyoung ?? Kau di dalam" itu suara yeosang.

Wooyoung segera membuka matanya dan membuka pintunya sedikit. Wooyoung menyembulkan kepalanya keluar lalu tersenyum ke arah Yeosang dengan ceria. "Hai Yeosang...ada apa ??"

"Kenapa kau tidak membuka pintunya?? Aku mau masuk" Yeosang mencoba mendorong pintu Wooyoung tapi di tahan oleh si pemilik.

"Hoam.....aku mengantuk sekali yeosang. Nanti kita bicara lagi oke" Wooyoung segera menutup kembali pintunya juga menguncinya.

"Wooyoung ?? Aku tidak tahu mengapa tapi aku merasa senyummu palsu" Wooyoung duduk bersandar pada pintu miliknya mendengarkan Yeosang yang berbicara. "Aku tidak"

"Aku hanya merasa. Tapi jika kau memang sedang sedih menangis lah. Kau dulu yang bilang bahwa jika dengan menangis bisa membuat beban di dada semakin ringan kenapa tidak. Kalau kau sudah selesai datanglah padaku oke" setelah itu tidak ada suara lagi dari luar.

Perlahan air mata Wooyoung jatuh juga. Wooyoung pikir dengan merasakan darah yang mengalir keluar dari tubuhnya bisa membuatnya ringan, tapi dengan menangis dadanya terasa jauh lebih ringan.

Saat Wooyoung sudah lebih lega dia mengambil saputangan miliknya dan melilitkan di tangan kirinya yang terluka. Lalu keluar untuk mencari beberapa perban dan obat merah. Dia tidak ingin di lihat temannya dalam keadaan kacau. Yeosang pasti akan mengomel nantinya. Jadi Wooyoung keluar untuk menemui pelayan di sini siap tahu mereka tahu dimana bisa mendapatkan obat.

Tapi sayang sekali tidak ada pelayan sama sekali di gedung itu. Dengan perasaan kecewa Wooyoung kembali ke kamarnya atau mungkin kamar Yeosang. Di jalan dia melihat San yang akan ke luar gedung. Saat mereka berpapasan Wooyoung hanya membungkuk dan segera pergi.

Tapi sayang ada tangan yang mencegahnya melangkah.
Wooyoung menghadap ke belakang ternyata itu San. San melihat tangan Wooyoung seksama. Wooyoung ingin segera menarik tangan itu lalu segera pergi dari hadapan pria bermata tajam itu. Wooyoung tidak mau hatinya goyah dan mengejar pria itu.

"San-ssi aku ....eh anda mau membawaku kemana ??" San membawanya ke suatu ruangan, ternyata itu adalah kamar San sendiri. San mengeluarkan kota obat dari laci di samping tempat tidurnya. Kamar San tidak seperti yang lain hanya beralas Futon untuk tidur. Kamar San lengkap dengan ranjang tidur lemari pakaian dapur kecil, sofa, juga kamar mandi.

San mendudukkan Wooyoung di tempat tidur tepat di sampingnya. San membuka saputangan yang dililitkan di luka Wooyoung. Dengan perlahan San membersihkan luka itu lalu membalutnya dengan perban.

"Terimakasih Mr. San" Wooyoung segera berdiri lalu membungkuk ke arah San.

"Wooyoung " Wooyoung menghentikan langkahnya tanpa berbalik pada San.

"Dengar aku...." "Mr. San. Aku mohon tolong menjauhkan dariku. Jika kau mendekat seperti ini padaku hatiku akan semakin berharap kau akan membalas perasaanku. Aku hanya butuh waktu untuk melupakan perasaan bodoh ini. Permisi. " San melihat Wooyoung yang keluar dari kamarnya diam. Dia ingin mengejar Wooyoung saat ini tapi otaknya menyuruhnya untuk tetap diam. San bimbang hanya karena seorang remaja 15 tahun itu.

.

.

.

TBC









Halooo...hehe maaf langsung tiga. Semoga nggak bosen sama ceritanya. 😢😢 Maaf chapter ini terlalu drama 😅😅😅 semoga suka. Eh ada kejutan di chapter depan 😳😳 tungguin ya 😋😋

Maaf untuk Typo. Jangan lupa Vote dan Comment 🤗🤗

Terimakasih sudah mau baca 😘😘

Bye Bye 💕💕

The Dream (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang