1 (I)

178 39 8
                                    

CLAIRE

Jalanan itu gelap dan hening. Langit malam mengintip dari balik celah-celah pepohonan tinggi yang berdiri di sekitar bukit dan seekor anjing berbulu hitam sedang berkeliaran di sekitar sana. Jalurnya melandai dan dipenuhi oleh kerikil kecil, rumput dan semak-semak tumbuh dengan liar di sepanjang bantaran sungai, dan aku mengikuti jalur setapak di sana yang menuju ke arah kolam. Aku berjalan menyusuri tembok yang berdiri di sepanjang bantaran sungai. Tembok itu tidak ada kali terakhir aku mengunjungi tempat ini dulu dan seseorang telah menebang pohon tinggi yang kuingat berdiri di bantaran sungai juga memasang pagar berkawat di sekelilingnya.

Tepat di arah kabin aku melihat sebuah papan peringatan bertuliskan: AREA BERBAHAYA, DILARANG MENDEKATI SUNGAI, yang dicetak dengan hurut tebal. Papan itu tampaknya sudah berada di sana cukup lama karena kini kayu yang menyangganya nyaris patah dan posisinya memiring. Tiang-tiang peyangga kayu yang berbaris memanjang di sepanjang jalur berumput kini lapuk, kawatnya menghitam dan sebuah pagar kecil yang digunakan sebagai pintu menuju hutan tampak berkarat. Beberapa papan penanda peringatan lainnya dipajang di sana. Semua bertuliskan: AREA BERBAHAYA!

Ketika sampai di ujung perjalanan, aku mengintip dari balik tembok dan menatap ke arah kolam gelap itu. Airnya bergerak dengan tenang dan tidak seperti rumor-rumor yang kudengar dari penduduk di kota ini, kolam itu sekosong kelihatannya, tidak ada roh-roh yang berkeliaran di sana dan makhluk mitos lain. Kolam itu bahkan tidak berubah sejak kali terakhir aku melihatnya: airnya tetap menghitam, bebatuan yang tersusun di sana tidak mengubah bentuknya sedikitpun kecuali karena batu-batu itu terlihat lebih tua dan mengikis. Dan tebing itu – tebing dimana ibuku pernah berdiri dan memutuskan untuk melompat di sana, aku tidak benar-benar melihat sesuatu yang hidup kecuali angin yang menggerakan runput-rumput di bawahnya.

Tanahnya lembab di bawah kakiku dan udara dingin telah merayap di sela-sela rumput dan semak-semak liar yang tumbuh di sana. Aku menatap ke belakang tebing tepat dimana bangunan tua yang dijadikan biara itu berdiri. Kabut tebal menutupinya dan lampu di pekarangannya redup. Beberapa bagian dinding mulai hancur, kaca-kacanya kusam. Sekilas aku berpikir bahwa aku baru saja melihat ibuku berdiri di belakang jendela kamarnya, lampu kamar itu dibiarkan menyala seperti biasanya dan ada sebuah bayangan yang melintas di belakangnya. Namun, itu hanya berupa siluet hitam yang bergerak cepat dari satu tempat ke tempat lainnya. Kemudian, bayangan itu kabur secepat kemunculannya, dan sosok yang kupikir sedang berdiri di belakang jendela kini menghilang.

Itu pasti karena kolamnya. Rumor mengatakan bahwa kolam itu mampu merasuki pikiran para korbannya, mereka menyatu ke dalam jiwa sang korban, memengendalikannya dan membisikkan perintah-perintah jahat. Aku bertanya-tanya tentang apa yang dipikirkan ibuku malam itu: apa yang membawanya ke atas tebing dan apa yang membuatnya memutuskan untuk melompat? Jika itu benar bunuh diri, maka ia seharusnya telah melakukan hal itu sejak dulu, sejak aku melihat alkohol dan obat-obatan berserakan di atas mejanya. Setidaknya itu lebih masuk akal. Tapi mengapa kolam ini? Mengapa ia memilih untuk menjadi bagian dari misteri yang tak terpecahkan? Mungkin ada sesuatu yang benar-benar tidak kupahami tentangnya.

Cahaya keemasan dari lampu sen yang menyorot ke arah kolam mengejutkanku. Sebuah coupe hitam baru saja mendekati sungai dan berhenti di tepi jalan sana. Aku menunggu hingga seseorang turun dari sana dan bergerak mendekat. Kemudian, aku melihat wajahmu, berdiri persis di belakang pohon tinggi seperti yang pernah kau lakukan dulu ketika hendak menemui Hazel – menemuiku. Wajahmu memucat dan dapat kulihat tubuhmu menjadi kaku.

“Apa yang kau lakukan disini?” katamu seraya bergerak mendekat. Aku mengambil langkah mundur setiap kali kau berada semakin dekat hingga tanpa kusadari, aku nyaris kehilangan pijakan di atas batu besar. Beruntung tanganmu menangkapku, kau tampak kesal, namun bukan itu yang mengganggumu, kan?

“Apa yang kau lakukan disini?” tanyaku kemudian.

Kau melepas genggamanmu, mengepalkan tangan seolah berusaha menahan keinginan kuat untuk menyentuhku – atau kau menyesal telah membantuku?

“Kurasa alasan yang sama seperti mengapa kau berada di sini.”

“Aku mencari udara segar,” aku berusaha menemukan jawaban yang tepat kemudian berpikir bahwa jawaban itu terdengar begitu buruk.

“Kau orang aneh Claire, kau tidak pernah berubah. Tidak ada yang berkeliaran di sekitar kolam ini hanya untuk mencari udara segar.”

“Jadi apa yang kau lakukan di sini?”

Kau tertegun, matamu memandangiku dan kau membiarkan keheningan itu menggantung untuk waktu yang lama hingga aku merasa jengah.

“Ini kotaku. Aku sedang bertugas.”

“Kau tidak pernah mengenal waktu, bukan begitu, petugas Wendell?”

“Sheriff.” Kedua matamu berkilat.
“.. dan sangat angkuh.”

“Berputarlah dan kembali ke rumahmu! Kota ini tidak aman untukmu.”

“Kau tidak bisa memerintahku. Tidak lagi.”

“Aku yang bertanggungjawab di sini.”

Kupandangi wajahmu, wajah yang sama seperti yang kuingat. Satu hal yang benar-benar berubah hanyalah seseorang di balik topeng wajah itu.

Kau berjalan mengitariku, berdiri mendekati tepi kolam. Kedua matamu kini memandangi air yang menghitam itu seolah-olah kau sedang membacanya. Aku menatap punggungmu yang terbalut oleh jaket hitam, menyaksikan keheningan malam di baliknya. Pohon-pohon bergerak lembut tertiup angin dan rasanya aku bisa mendengar suara genangan air di kolam itu.

“Mengapa ini terjadi lagi?” tanyaku akhirnya, tidak mengizinkan keheningan itu menyelimuti kita. Suatu malam aku mengingat kita pernah mengalami situasi yang sama. Kau duduk di bantaran sungai dan aku berada tepat di sampingmu. Kedua lututku menekuk dan kau membiarkan aku menjadikan pundakmu sebagai sandaran. Aku tidak tahu mana yang lebih memberiku kenyamanan malam itu: sweter hangat yang kukenakan, atau lenganmu yang merangkul bahuku.

“Aku tidak tahu,” katamu, setengah berbisik.

“Ibuku tidak melompat begitu saja, aku meyakininya.”

Kau berbalik, matamu segelap dan sehitam yang kuingat. Kau berusaha menilai, tapi kau bahkan tidak berbicara.

“Aku berbohong padamu,” katamu setelah keheningan itu berlalu. “Aku bermimpi buruk. Ini tidak hanya terjadi sekali.”

Aku mengangguk. Untuk pertama kalinya sejak aku kembali ke kota ini, aku benar-benar melihat dirimu yang dulu dan untuk alasan yang tidak bisa kumengerti, aku merasa lega. “Aku juga.”

“Apa itu tentang Hazel?”

“Tidak. Itu tentang ibuku. Pikiranku membenarkan apa yang kuyakini, dia tidak melompat.”

Kau mengangguk.

“Apa yang terjadi di Chicago?”

“Aku mendapat pekerjaan dan sebuah rumah yang cukup nyaman. Segalanya berjalan baik di sana.”

“Apa kau.. menikah?” kau kelihatan ragu ketika mengatakannya, tapi aku tidak menjawab pertanyaanmu. Sebaliknya, aku menatap ke arahmu.

“Apa kau..?”

“Namanya Eleanor,” katamu dan tiba-tiba aku merasakan seperti kau baru saja melubangiku.

“Hubungan kami tidak berjalan lancar,” kau melanjutkan. “Kami akan bercerai.”

Aku menatap air gelap itu cukup lama. Seisi pikiranku berhamburan keluar dan aku tidak yakin apa yang benar-benar kurasakan saat itu. Mungkin kau tidak mengingat malam itu ketika aku mengikutimu dan Hazel, mungkin kau tidak mengerti apa yang kurasakan ketika melihat kalian bersama-sama, tapi aku masih mengingatnya – setiap detail.

“Ini semua tidak berjalan seperti yang kuharapkan.”

Aku membisu hingga kau mendekatiku. Kemudian aku melihat kemarahan dalam raut wajahmu, emosi yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Jari-jarimu terkepal seolah kau berusaha keras menahannya, tapi aku telah melihatnya – laki-laki itu bersembunyi di balik jaket hitam besar dan keangkuhannya. Kau hanyalah laki-laki seperti yang kukenal: bingung dan ketakutan. Kau bercermin di atas air dan bertanya-tanya apa yang akan kau lakukan. Kau akan berdiri selama berjam-jam menantang kabut tebal dan dinding-dinding kokoh itu seolah kau dapat meruntuhkannya. Itulah dirimu – itulah kekeraskepalaanmu. Kau tetaplah pria yang sama.

“Segalanya mungkin akan berbeda jika kau tidak begitu pengecut untuk kabur dari segalanya.”

“Aku tidak kabur!” aku tidak mau kalah, tapi kau sama kerasnya. Itulah sifat yang menyatukan kita.

“Ya, kau melakukannya. Kau meninggalkanku sendirian disini. Pikirmu aku akan membusuk disini kurasa. Itulah yang kau inginkan.”

Matamu berkilat, tapi aku sanggup menatap ke dalamnya. Kau hanya beberapa senti lebih tinggi dari yang kuingat, meski tubuhmu besar, kau tidak membuatku takut sedikitpun.

“Kau tidak tahu apapun,” bibirku bergetar ketika mengatakannya.

Hening – lagi. Kali ini terasa lebih mencekam hingga kau berjalan melewatiku dan berbicara sembari membelakangiku.

“Apa yang kau ingat malam itu?”

Mataku terpaku pada hamparan kerikil di bawah kakiku dan aku merasa belum begitu siap untuk pertanyaan baru. “Tebing itu..” kataku. “Suster Irine melompat dari sana.”

“Apa kau melihat hal lain?”

“Apa maksudmu? Aku telah mengatakannya padamu.”

Sekarang kau mengejutkanku dengan menyentak tubuhku hingga berbalik menatapmu. Kemarahan itu terlihat lagi.

“Ya, tapi kau menyembunyikan sesuatu! Katakan padaku kau tidak menceritakan semuanya! Aku ingin mendengarnya sekarang!”

“Apa yang kau lihat malam itu Keith? Apa yang kau tunggu? Kenapa kau tidak ikut bersamaku?”

Bibirmu membisu, kita sama-sama membisu. Tampaknya tidak satupun di antara kita yang berniat untuk memulainya, tidak setelah belasan tahun berlalu dan kita menjadi semakin jauh.

“Apa kau tidak ingin tahu isi mimpiku?”

“Apa?”

“Aku terus bertanya-tanya Claire, apa yang akan terjadi seandainya kau tetap menunggu tempatmu malam itu. Rencana itu mungkin berhasil, kita telah pergi meninggalkan kota ini dan memulai kehidupan yang benar-benar berbeda. Mungkin kita tidak akan pernah dihadapi oleh kegilaan ini lagi dan mungkin aku dapat tidur nyenyak tanpa gangguan mimpi-mimpi sialan itu!”

Aku mengangguk-angguk. “Ya, dan mungkin aku akan membencimu setelahnya.”

Kau tersenyum.

Beritahu saya tanggapan kalian untuk cerita ini 😁

THE NURTURE (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang