ELEANOR
Clara sedang duduk di belakang pianonya. Gadis itu memainkan jari-jari mungilnya di atas tuts dan menciptakan suara tak beraturan yang mendengung di sekitar aula. Clara suka berlari-larian mengitari biara dan tertidur di perpustakaan. Clara sangat senang memakai dress berwarna kuning milik neneknya, Clara suka tersenyum, Clara menyukai coklat dan makanan manis yang dibuat oleh para suster.
Clara - Clara - Clara.
Begitulah Sang Pastur suka memanggilnya. Eleanor adalah nama baptisnya, namun Sang Pastur memiliki panggilan tersendiri untuknya - Clara. Itu adalah nama yang sama seperti nama buyutnya.
Clara Maurice meninggal puluhan tahun yang lalu akibat terserang difteri. Suaminya, yang merupakan seorang seniman, telah melukis wajah wanita itu dan Sang Pastur memastikan lukisan itu terpajang di ruangan pribadinya untuk membawa ingatan tentangnya. Lukisan itu sekaligus menjadi satu hal yang tidak dapat ia mengerti tentang Sang Pastur. Eleanor selalu mengisi rak-raknya dengan buku, memastikan semua barang-barangnya tidak berdebu. Ia juga suka mengganti seprai Sang Pastur dengan warna yang disukainya. Bahkan, ia bebas untuk memilih tirai di jendela kamar sang pastur sesuai dengan suasana hatinya.
Sang Pastur mengizinkan Eleanor untuk mendekoriasi seisi ruangan itu dan membuatnya menjadi seperti apa yang diinginkannya. Namun, lukisan itu menjadi satu-satunya hal yang diminta Sang Pastur untuk tidak diubah. Letaknya tetap sama sejak belasan tahun silam. Sang Pastur telah memajangnya pada dinding tepat di bawah salib besar yang menggantung dan di samping cermin. Terkadang, ketika Eleanor berada di dalam ruangan itu, ia merasa bahwa wanita dalam lukisan itu sedang mengamatinya. Satu-satunya alasan ia tidak berada di dalam ruangan itu cukup lama adalah karena Eleanor begitu ketakutan dengan lukisan.
Itu perasaan yang aneh mengingat apa yang telah dilaluinya sampai sejauh ini. Doris sangat membenci lukisan wajah Clara Maurice yang tidak lain adalah ibunya sendiri. Eleanor juga membenci Doris. Ia rasa tidak ada dari mereka yang cukup baik untuk menyamai sang pastur. Laki-laki itu - terlepas dari statusnya sebagai kepala biara, adalah sosok ayah untuk Eleanor. Mereka telah menyaksikan matahari menyinari tembok biara itu selama bertahun-tahun, duduk di atas kereta yang bergerak keluar dari kota kecil itu ketika Eleanor remaja, juga menyaksikan malam yang bergerak di sana. Bertahun-tahun hingga ia pikir tidak ada satupun yang dapat dapat mereka sembunyikan dari satu sama lain.
Kini, memikirkan laki-laki itu terbaring tak sadarkan diri membuat hati Eleanor tersayat-sayat. Ia begitu mengagumi laki-laki itu melebihi apa yang dirasakannya terhadap orang lain dan tidak ada siapapun yang dapat menggantikan perasaan itu.
Eleanor telah mengurung diri semalaman di kamar kamarnya, mengunci pintu itu rapat-rapat dan tidak membiarkan para suster masuk untuk sekadar menanyakan keadaannya. Ia berdiri di belakang jendela, menatap keluar ke arah kolam dan menyaksikan burung yang hinggap di dahan pohon itu mengepakkan sayapnya dan pergi.
Kabut di luar sana semakin tebal, gerbang digeser terbuka dan sebuah mobil polisi baru saja memasuki halaman biara. Deputi Ellis baru saja turun dari mobilnya, mengenakan jas hitam dan tampak sangat percaya diri ketika melangkah mendekati pintu. Eleanor membencinya, keadaan tidak pernah menjadi seburuk ini sebelumnya, dan ia semakin membenci Keith saat mengetahui bahwa laki-laki itu melukai Sang Pastur. Satu-satunya hal yang diinginkannya hanyalah menyingkirkan para bajingan itu ke neraka. Mereka pantas berada di sana. Itu tidak mudah, tentu saja. Tapi pemikiran itu menggodanya.
Bertahun-tahun ia menyaksikan api di perapian menghangatkan ruangannya dan untuk pertama kalinya, Eleanor merasa kedinginan. Biara itu hampa tanpa kehadiran sang pastur dan dinding-dindingnya yang kokoh, suatu saat akan runtuh. Eleanor hanya tidak berpikir hal itu akan terjadi dalam waktu dekat. Mungkin sekarang adalah waktunya.
Eleanor sedang memikirkan tebing di dekat kolam ketika seseorang mengetuk pintu kamarnya. Tak lama kemudian, wajah Erin muncul di balik pintu. Sang pelayan mengernyitkan dahinya, menatap ke arah Eleanor dengan sendu kemudian berkata, "dia datang."
..
Suara berdentam yang halus terdengar ketika sepatu yang dikenakan Eleanor menghantam lantai di kodior. Cahaya matahari merambat masuk dari satu jendela dan jendela lainnya, sinarnya jatuh membanjiri lantai kayu itu dan menuntunnya menuju aula, tepat dimana Deputi Ellis dan seorang pria lainnya yang tak ia kenali berdiri di sana. Mereka berbalik dari mengamati piano dan menatap ke arah Eleanor.
"Dimana Pastur?" tanya Eleanor ketika Ellis membuka mulut untuk berbicara.
"Keadaannya akan segera membaik, tapi kami harus menahannya."
"Dia tidak melakukan apapun yang kalian pikirkan. Kalian menangkap orang yang salah."
"Benarkah? Apa kau keberatan untuk duduk sebentar?"
Deputi Ellis menunjuk ke arah dua kursi kosong di dalam ruangan itu. Alih-alih menurutinya, Eleanor mengangkat wajah dengan angkuh.
"Apa kalian memiliki bukti?"
"Dia memiliki senjata, dan tas Ashley."
"Semua orang bisa saja memiliki senjata, bukan? Dan dia tidak pernah menggunakannya untuk alasan apapun. Dia tidak akan menggunakannya."
"Sayangnya dia menembak sheriff."
"Apa kau melihatnya? Kau tidak ada di sana, kau tidak benar-benar tahu apa yang terjadi."
"Mungkin ya, atau sebaliknya."
"Aku ingin dia dibebaskan dan kami akan menyewa pengacara untuk menyelesaikan semua ini. Kalian tidak dapat menahannya begitu saja."
"Kami memiliki bukti berupa tas milik korban."
"Tidak! Bagaimana kalian tahu dia menyembunyikan tas itu?"
"Kami perlu tahu dimana sang pastur pada malam ketika Ashley ditemukan tewas di dalam gedung kosong itu?"
"Dia sedang tidur. Semua orang tahu itu. Gerbang ini ditutup sebelum jam sembilan dan para suster sudah memastikan semua pintu-pintunya terkunci."
"Dia jelas dapat keluar dan masuk biara ini tanpa sepengetahuan siapapun, bukan? Kami hanya perlu melakukan penggeledahan pada ruangannya. Kami ingin para biarawati berkumpul di aula saat penggeledahan itu berlangsung. Termasuk kau, Ma'am."
Eleanor melangkah maju sembari menudingkan jarinya pada wajah Ellis. "Kau tidak boleh menyentuh barang-barangnya sedikitpun!"
Alih-alih menanggapinya, Ellis justru berkata, "petugas akan segera datang."
Beritahu saya tanggapan kalian..
![](https://img.wattpad.com/cover/233002573-288-k664555.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
THE NURTURE (COMPLETE)
Mystery / ThrillerKolam itu gelap, airnya menghitam selama bertahun-tahun dan menurut rumor yang beredar, roh-roh mengelilinginya mereka yang membisikkan para biarawati untuk melompat dari atas tebing. Setelah sepuluh tahun meninggalkan kota kelahirannya, Claire men...