2 (C)

153 34 6
                                    

KEITH

Keith menghentikan mobilnya persis di depan bangunan dengan tembok batu yang kokoh itu. Jendela-jendela kusam itu seakan menatapnya dan dinding batunya benar-benar kosong. Bangunan itu lebih mirip penjara tua yang mengerikan. Hamparan kerikil dan pasir putih mengelilinginya, sementara di sudut lain rumput hijau tumbuh di sekitar pekarangan dan di bagian belakang, terdapat sebuah sekat-sekat tembok yang lebih mirip pemakaman. Bangunan itu telah berdiri dengan kokohnya di kaki bukit. Hutan liar membentang tak jauh di belakang sana dan aliran sungai yang deras telah mengisolasi bangunan ini dari kota.

Satu-satunya hal yang tertinggal di sana hanyalah fakta bahwa Keith pernah bekerja untuk biara itu selama beberapa tahun dalam masa remajanya. Ia pernah menerima tawaran untuk membersihkan kebun dan menjaga gerbang pada saat itu, dan biara ini telah menjadi tempat kali pertama Keith melihat Claire. Wanita itu berada di pekarangan, berdiri dan memandangi puing-puing tembok yang hancur, hanya beberapa saat sebelum Keith mengikuti Claire berjalan menuju kolam.Wanita itu selalu membuatnya penasaran.

Kali ini, pintu depan terbuka lebar dan seorang wanita tua yang akrab disapa Madame Erin, muncul di ambang pintu. Pelayan itu telah bekerja di biara cukup lama dari yang bisa diingat Keith. Ketika Keith masih bekerja di sana, ia sering melihat Madame Erin berkeliaran di sekitar kebun dan dapur. Dapur adalah tempat favoritnya. Meski mereka sudah lama saling mengenal, namun mereka jarang berbicara.

"Nona sudah menunggumu," kata Erin saat menyambut Keith dan Todd Ellis.

"Madame Erin, perkenalkan rekanku Todd Ellis. Ellis, ini Madame Erin, pelayan tetap yang bekerja di biara ini."

Ellis mengangguk namun wanita itu tidak menunjukkan senyumnya sedikitpun alih-alih memandangi Keith dengan skeptis.

"Waktu kalian hanya sebentar sebelum makan siang."

"Sayang sekali," ujar Keith. "Kupikir kami mendapat tempat di sini untuk makan siang."

Todd Ellis tersenyum saat menyadari ketegangan di sana. Mereka telah berjalan menyusuri koridor untuk sampai di aula. Ruangan itu cukup luas dengan pencahayaan yang lebih baik ketimbang ruangan lainnya. Sejumlah alat musik di letakkan di salah satu sudutnya, dan tirai-tirai tingginya dibiarkan terbuka sehingga siapapun dapat melihat hamparan rumput hijau dan jalur melandai menuju hutan dari belakang jendela. Sinar matahari merambat masuk dan cahayanya jatuh dengan lembut di atas lantai. Ruangan itu yang biasa digunakan sebagai tempat kegiatan para murid, kini sekosong kelihatannya. Hanya ada sebuah meja kayu berbentuk persegi, empat kursi dan jam dinding besar yang menunjukkan pukul sebelas tiga puluh.

Eleanor sedang berdiri di salah satu sudut jendela, kedua tangannya bersedekap dan matanya memandang keluar sana. Sang pastur di sisi lain bergerak dari sekat tembok kecil di ruangan, ia melambaikan tangannya ke arah kursi kosong di belakang meja.

"Duduklah!"

"Kami tidak akan lama," sahut Ellis.

Sang pastur mengangguk, matanya menatap lurus ke arah Keith dan kedua tangannya bertaut di belakang punggung.

"Ini tentang Suster Marie," Ellis memulai percakapan itu persis ketika Keith menarik salah satu kursi dan duduk di atasnya. Tatapan Keith terarah pada Eleanor dan sang pastur secara bergiliran.

"Aku tahu," sang pastur tersenyum sekilas. Ia berjalan mendekati keponakannya dan berhenti ketika sudah berada cukup dekat dari wanita itu. "Kau sudah mengatakannya di telepon."

"Kapan terakhir kau melihat wanita itu?"

"Pagi," jawab sang pastur. ".. sebelum makan siang. Suster Marie bersikap tidak seperti biasanya dan suka mengurung diri di ruangannya. Kami jarang berbicara akhir-akhir ini dan itu adalah saat terakhir aku mendengarnya mengatakan hal itu.."

THE NURTURE (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang