Bagian 2

149 36 3
                                    

Alton, Illinois
Juni 2018

SUSTER SUZZANE

Bagunan ini telah berdiri dengan kokohnya selama ratusan tahun. Dindingnya terbuat dari batu dan setiap tembok-temboknya mengangga atap dengan kuat. Bangunan itu tersusun memanjang dan diisi oleh banyak ruangan. Setiap koridor dibatasi oleh sekat dinding yang memanjang dan berujung di anak tangga. Pintu-pintunya selalu tertutup rapat. Bangunan ini dirancang oleh seorang arsitektur sejak abad ke-17, jadi tidak ada satupun aliran listrik yang memancar di sana. Mereka menggunakan mesin pemanas sebagai penerangan di malam hari, sementara ketika siang mereka akan membuka tirai-tirai tinggi di aula dan memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber penerangan.

Setiap hari akan ada suara nyanyian di gereja. Murid-murid di sekolah berkumpul di biara setiap pukul sembilan, para suster mulai akan berkeliaran untuk mengurus segala hal selama proses belajar. Kemudian, ketika siang bergerak dan persis sebelum matahari terbenam para suster muda akan pergi bersama-sama untuk membaca di perpustakaan. Mereka mulai menyiapkan makan malam pada pukul enam, sisanya bekerja di kebun dan sebagian yang lain mengurus administrasi.

Kehidupan berjalan dengan tenang di dalam sana. Setiap malam, Suster Suzzane akan berkeliling membawa lilin dan memeriksa setiap kamar di lantai dua. Ia harus memastikan setiap pintu tertutup rapat dan para biarawati muda tidur dengan nyenyak di kasurnya, kemudian ia akan berhenti di pintu nomor 17, tepat di ujung koridor dua yang terletak di sayap kanan. Ruangan itu telah menjadi kamarnya selama bertahun-tahun. Sedangkan ruangan di sampingnya, kamar nomor 16, adalah ruangan yang ditempati oleh Suster Marie selama wanita itu bekerja di sana. Setidaknya hingga kemarin malam.

Kini jendela-jendelanya dibiarkan menutup dan pintunya terkunci rapat. Sang pastur sebagai kepala biara itu mengizinkan Suster Suzzane untuk membuka ruangan itu dan memegang kuncinya, namun hingga malam ini Suster Suzzane belum menggunakan kunci itu atau berniat untuk membuka pintunya sedikitpun. 

Malam ini sang Suster memeriksa saku pakiannya dan mengeluarkan serangkaian kunci dari dalam sana. Ia berkutat dengan kunci-kunci itu selama beberapa detik hingga menemukan kunci berwarna keemasan yang digunakannya untuk membuka pintu kamar. Ketika pintu kayu itu mengayun terbuka, ia mendapati keheningan menjalar disetiap sudut ruangan. Udara pengap akibat jendela-jendela yang ditutup itu seakan terkunci di sana. Aromanya tercium seperti wewangian kayu cendana dan bau rumput juga tanah basah yang tajam. Seprai putihnya membentang rapi di atas ranjang, tirai pucat mengangantung di belakang jendela dan sebuah sofa kulit tua di letakkan di samping nakas tempat dimana sebuah al-kitab diletakkan di sana.

Ruangan itu cukup luas, bahkan lebih luas dari ruangannya. Terdapat sekat di dekat pintu dan udaranya terasa lebih sejuk. Lemari pakaiannya telah kosong dan beberapa barang seperti pakaian dan buku-buku milik Suster Marie disimpan di dalam satu kardus besar. Suster Suzzane sedang menyeret kardus itu keluar ketika ia pikir ia mendengar suara bedebum langkah kaki dari arah perpustakaan. Ia meraih lilin yang sebelumnya ia letakkan di atas meja kemudian mengangkat benda itu untuk menyoroti atap. Lantai dan atap kayu sebagai bagian dari struktur bangunan itu membuat langkah siapapun dapat didengar dari atap dan Suster Suzzane telah hafal setiap detail sudut bangunan itu untuk tahu bahwa suara itu berasal dari perpustakaan tua yang juga digunakan sebagai kantor pribadi Eleanor.

Sang suster berniat untuk mengabaikan suara itu, keinginan untuk keluar dari kamar itu lebih besar sehingga ia mendapati dirinya berjalan di sepanjang koridor dan menaiki tangga yang mengarah ke perpustakaan. Lilin-lilin di lantai tiga telah dipadamkan. Pintu-pintu ruangan terkunci rapat dan ia pikir ia baru saja melihat sebuah siluet hitam melintas menyebrangi koridor dengan cepat dari arah perpustakaan. Sang suster berdiri mematung di tangga teratas. Tatapannya tertuju pada pintu kayu perpustakaan yang mengayun terbuka. Pintu bergerak perlahan ketika tertiup angin. Suara berderitnya terdengar di sepanjang koridor sebelum pintu menyentak tertutup rapat.

Ketika itu Suster Suzzane mengarahkan cahaya lilinnya menyorot ke arah pintu. Dengan wajah berkeringat, ia memutar kenop pintu perlahan kemudian mendorongnya hingga terbuka. Ruangan itu kosong, buku-buku yang tersusun rapi masih berada di atas rak dan sofa-sofanya kosong. Cahaya lampu yang memancar dari mesin pemanas menerangi sebagian ruangan sementara jendela yang dibiarkan terbuka itu telah membiarkan angin masuk sehingga menyapu tirai-tirai pucat yang menyelubunginya. Sang suster menyibak tirai itu dan mnegintip keluar jendela, kegelapan menjalar di setiap sudut jalan. Dahan-dahan pohon bergerak tertiup angin dan jalur setapak menuju kolam penyucian di balik tebing tinggi itu tampak kosong. Suster Suzzane sedang memandang ke bawah ketika ia mendengar daun pintu di ayun membuka lebih lebar dan suara bedebum langkah seseorang ketika memasuki ruang perpustakaan itu mengejutkannya.

“Suster?” kata seorang wanita di belakang. Ia berbalik dan mendapati Eleanor dengan mantel hitam dan tas kecil yang menggantung di bahunya, tengah berdiri di ambang pintu.

“Kau mencari sesuatu?” tanya Eleanor kemudian, wajahnya memerah, kedua matanya menyipit.

“Tidak, hanya saja kupikir aku mendengar suara langkah seseorang di atas ketika aku berada di lantai dua. Pintu perpustakaan ini terbuka ketika aku datang.”

“Aku memang lupa menguncinya, tapi aku ingat meninggalkannya dalam keadaan tertutup rapat.”

Wajah sang suster memucat. “Kupikir kau berada di sini?”

“Tidak, aku pergi sejak pukul tujuh, kemudian aku ingat kalau aku belum mengunci pintunya, jadi aku mengemudi kembali ke sini dan kau sudah berada di sini. Apa semuanya baik-baik saja? Ini sudah larut malam, seharusnya para biarawati sudah tertidur.”

“Ya, aku sudah memeriksanya. Semuanya terkendali. Mungkin itu hanya.. suara-suara di kepalaku, maafkan aku.”

“Tidak masalah jika semuanya baik-baik saja.”

“Aku akan kembali ke ruanganku.”

Sang suster bergerak keluar dari ruangan itu dengan tergesa-gesa, nyaris berlari ketika melakukannya hingga ia benar-benar sampai di belakang pintu kamarnya dan dengan bebas melepas rasa takut yang mengerubunginya itu.

Beritahu saya tanggapan kalian untuk cerita ini 😁

THE NURTURE (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang