CLAIRE
Jarum jam telah menunjukkan pukul dua ketika aku terjaga sepenuhnya dari tidurku. Seisi kamar gelap, pintunya masih tertutup dan wangi yang mengumbar di atas seprai mengingatkanku tentang Keith. Setelah bergulat dengan pikiranku selama beberapa menit, aku akhirnya memutuskan untuk keluar dan menuruni tangga menuju lantai dasar. Dapur dan dua kamar tamu di bawah juga kosong, jadi yang tersisa hanya ruang tengah. Ketika aku sampai di sana, aku menatapmu duduk di atas sofa. Cahaya redup dari api di perapian membanjiri wajahmu dan kau hanya duduk diam di sana sembari menautkan jari-jarimu. Kuharap aku tahu apa yang kau pikirkan sehingga aku tidak perlu repot-repot menebaknya. Namun, keberadaanmu saja sudah menggangguku dan aku tidak akan bisa tertidur setelah ketegangan yang terjadi beberapa jam lalu.
Jadi, aku mendekatimu. Menatapmu sebelum menjatuhkan tubuhku untuk duduk di sampingmu. Tatapanmu tidak berpaling sedikitpun hingga kupikir keberadaanku tidak cukup menarik ketimbang lidah api yang membakar kayu-kayu di lubang perapian itu. Begitu aku melingkari lenganku di atas bahumu dan bergeser mendekatimu, wajahmu menunduk. Kurasakan tangan hangatmu bertengger di atas lenganku dan kegelisahanku menguap di udara.
"Aku benar-benar menyesal meninggalkanmu," kataku setelah beberapa detik kita saling terdiam, mendengarkan lutusan-letusan kecil dari perapian. Keheningan memeluk kita, mendorongku untuk mengatakan lebih. Tapi kau bahkan tidak bereaksi sedikitpun. Rahangmu mengeras dan aku tahu bahwa kau masih berusaha meredam emosimu.
"Aku tidak tahu apa yang kupikirkan saat itu," aku melanjutkan dengan susah payah. ".. kurasa aku hanya ketakutan."
"Kita semua pernah mengalami rasa takut."
Kau berbicara setelah terdiam cukup lama.
"Ya, tapi tindakanku.. aku tahu aku mengecewakanmu. Kau berhak marah."
Sudut bibirmu terangkat, namun kau masih enggan menatapku alih-alih menatap api itu.
"Kau salah. Kuharap aku bisa melakukannya dengan mudah. Kuharap aku bisa melupakanmu. Sialan! Kenapa kau memutuskan untuk kembali? Kenapa ini harus terjadi lagi? Kenapa ibumu?" Kau berbalik, kini aku dapat melihat wajahmu, kesedihan yang terlukis di sana dan amarah. "Aku begitu mencintaimu Claire sampai kupikir aku akan menghancurkan hidupku sendiri saat mengetahui kau pergi. Kau bahkan tidak mengatakan apapun padaku dan aku berubah membencimu. Aku sangat ingin melakukannya: membencimu, setiap detik, setiap hari, bulan hingga tahun-tahun. Aku menikahi wanita yang tidak pernah terpikirkan olehku dan berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Apa kau tahu apa yang sudah kau perbuat? Mengapa kau kembali jika pada akhirnya kau memutuskan untuk pergi lagi? Apa itu tidak cukup untukmu mengetahui bahwa aku tidak memiliki apapun.."
"Tidak, tidak begitu. Itu tidak benar."
"Kebenaran yang sesungguhnya tidak akan bisa kita dapatkan. Kurasa kita sudah mengacaukannya. Kau benar, kita mengacaukan hidup kita sendiri. Apa kau sadar betapa kacaunya kita?"
"Ya," aku tersenyum, namun kedua mataku telah berair. "Dua kelinci aneh dengan pikiran yang kacau.."
".. dan hidup yang kacau."
Kau menarikku ke dalam pelukan dan mengubur wajahmu di bahuku. Kini aku dapat merasakan bagaimana eratnya genggamanmu dan emosimu yang meluap di udara. Kuharap waktu bergerak lebih lambat sehingga aku dapat menikmati momen ini. Kau mungkin tidak tahu tapi malam-malam yang kulalui di Chicago sama kosongnya seperti hari-hari yang kulalui tanpamu. Mengetahui bahwa aku telah mengambil langkah menjauh dan tidak akan berbalik lagi, membuatku hancur seutuhnya. Aku tidak yakin tentang apa yang kupikirkan saat itu, setidaknya aku menyadari hal itu. Aku tidak meyakini perasaanku terhadapmu, tidak ketika masih ada begitu banyak hal yang kita sembunyikan dari satu sama lain. Aku merasa begitu dekat sekaligus begitu jauh untuk menjangkaumu. Tapi disinilah aku berada, di ruanganmu yang nyaman. Duduk bermandikan cahaya api di perapian dan hanya merasakanmu begitu dekat.
"Bisakah kita berhenti berdebat?" katamu di atas bahuku. "Itu membuatku kacau."
"Tidak, Keith. Itu telah menjadi bagian dari kita."
Kau tersenyum. Bahkan, aku dapat merasakannya hanya dengan memelukmu.
"Mengapa kau menyimpan berkas-berkasmu di perpustakaan?"
"Apa?"
"Kau menyimpan semua laporan kasus di perpustakaan," aku melepas dekapanku, menjauh untuk menatap kedua matamu.
"Jadi kau menghabiskan waktu di rumahku untuk menyelidiki pekerjaanku?"
"Apa kau keberatan?"
"Aku hanya tidak ingin kau tahu betapa buruknya itu."
"Seberapa buruk?"
"Yang terburuk, aku menembak seseorang."
"Ayahmu?"
"Tidak. Seorang pelaku KDRT. Dia berusaha kabur dan aku menembaknya. Itu hari yang cukup berat."
"Mengapa kau memilih untuk melibatkan diri dengan semua ini?"
"Mengapa kau melibatkan diri denganku?"
"Aku tidak tahu, kurasa aku tidak berpikir."
Tawamu lepas dan aku bisa merasakan senyum mengambang begitu saja di wajahku.
"Aku pernah berpikir pekerjaan ini akan membuatku melupakanmu. Aku salah besar, pekerjaan ini membuatku kacau. Kau tidak akan tahu Claire, aku tidak ingin kau tahu betapa kacaunya aku. Eleanor menganggapku aneh. Maksudku, dia mungkin tidak banyak bertanya di awal pernikahan kami, tapi yang kulakukan hanya membuatnya membenciku dari hari ke hari. Aku tidak tahu lagi apa yang harus kuperbuat."
Aku meletakkan tanganku di atas tanganmu, berusaha untuk menenangkanmu.
"Hei, tidak apa-apa. Kau akan melalui itu seperti biasanya."
"Dulu, kupikir juga begitu. Tapi kasus ini.. kasus ini membuatku kacau. Aku merasa seseorang berusaha menghidupkan kembali kenangan masa laluku. Kematian Doris benar-benar berbeda. Kupikir kolam itu hanya menginginkan para biarawati. Tapi kali ini berbeda. Polisi menemukan jejak kaki di hutan dan sebuah pita.."
"Itu bukan Ashley, bahkan jika itu terbukti miliknya, itu tidak berarti dia melakukannya. Kau percaya itu, kan?"
"Aku ingin. Aku sangat ingin memercayainya seperti aku memercayaimu. Tapi, terlepas dari fakta bahwa aku adalah orangtua biologisnya, aku tidak benar-benar mengenal wanita itu. Kita tidak mengenalnya Claire, kita tidak bersamanya sejak dia kecil. Kita tidak tahu apa saja yang dapat ia perbuat."
"Tidak, tunggu.. kau pernah mengatakan malam itu kau menemui Ashley terkurung di kamarnya sendirian?"
"Ya."
"Apa kau tidak memikirkan hal itu? Maksudku, mengapa dia terkurung di dalam sana?"
Dahimu mengernyit dan kau menyipitkan kedua mata dengan penuh spekulasi. "Dia ketakutan, tentu saja."
"Tidak! Dia bisa saja berada di dalam kamar mandi itu bersama Hazel."
"Mungkin saja Hazel mengurungnya di dalam kamar agar tidak menyaksikan apa yang dia lakukan."
"Apa kau benar-benar memercayainya? Aku mengenal Hazel, dia tidak pernah meninggalkan pintu kamar Ashley dalam keadaan terkunci. Meskipun dia kacau, aku tahu dia tidak akan diam ketika mendengar bayinya menangis. Itu sudah terbukti. Aku melihatnya membuka jendela kamar Ashley setiap pagi hanya agar bayinya tidak merasa sesak di dalam ruangan. Dia tidak seperti itu Keith, dia tidak akan membiarkan bayinya terkurung sendirian di dalam kamar.."
"Apa maksudmu?"
"Itu jelas. Mungkin itu bukan dia."
"Kau pikir seseorang yang melakukannya?"
Aku menatapmu dengan teguh dan kusaksikan bagaimana ekspresimu berubah.
"Dia melakukan bunuh diri. Kematian Hazel dinyatakan sebagai kasus bunuh diri."
"Kita tidak benar-benar tahu, kan?"
Beritahu saya tanggapan kalian..
KAMU SEDANG MEMBACA
THE NURTURE (COMPLETE)
Детектив / ТриллерKolam itu gelap, airnya menghitam selama bertahun-tahun dan menurut rumor yang beredar, roh-roh mengelilinginya mereka yang membisikkan para biarawati untuk melompat dari atas tebing. Setelah sepuluh tahun meninggalkan kota kelahirannya, Claire men...