Alton, Illinois
Juni 2018
MARIE
Sebelum Kolam Penyucian
Tetes embun yang mencair jatuh membasahi tepi jendela, di luar sana Marie menyaksikan awan mulai gelap, suara berderak muncul ketika seseorang menjatuhkan keramik di atas lantai. Tepat di depan jendela kamarnya, dahan pohon mengayun lembut tertiup angin, seekor burung mangpie mengepakkan sayapnya dan terbang menjauhi pohon. Ayunan bergerak pelan, rantainya berderit, samar-samar ia mendengar alunan lembut musik yang sering di dengarnya di gereja. Marie tertunduk, bibirnya bergetar. Tepat di anak tangga, Claire duduk sembari menekuk lututnya, gadis itu meringkuk kelaparan. Marie tidak mendengar suara Hazel sejak malam kemarin. Ia sedang berdiri di belakang jendela kamarnya saat mendengar suara langkah seseorang di lorong, kemudian suara itu menghilang bersamaan dengan suara pintu yang dibanting menutup.Hampir setiap malam selama satu minggu terakhir, Marie menyaksikan putrinya menemui anak laki-laki seusianya di depan gerbang, mereka terlihat sering mengadakan pertemuan malam dan berpergian meninggalkan rumah, meninggalkannya sendirian. Kemudian, Claire hanya akan memandangi kepergian mereka. Gadis kecilnya yang malang. Marie ingin memeluk gadis itu, namun Claire selalu mengingatkannya pada Ramon, membuatnya membenci gadis itu.
Sebagai gantinya, Marie berteriak di wajah Hazel. Memukulinya karena berkeliaran setiap malam. Dari sudut matanya, Marie melihat Claire berdiri di belakang pintu kamarnya, menyaksikan keributan yang terjadi hampir setiap malam itu, mendengar suara pecahan keramik dari arah dapur ketika Marie melempar semua porselen ke dinding, juga mendengar suara tangisannya.
Pernah di suatu pagi yang memekakan, Marie sedang duduk di dapur dan menatap obatnya di atas meja, dan mendengar suara gadis itu di belakangnya.
“Apa kau memasak sesuatu?” tanyanya dengan suara pelan dan bergetar. Claire sangat kecil dan rapuh, sifatnya berbeda jauh dari kakaknya. “Aku sangat kelaparan.”
Marie menelan liurnya, masih menatap ke arah obat yang digeletakkannya di atas meja kosong kemudian mengepalkan tangannya. Wajahnya pucat, sekujur tubuhnya bergetar dan ia merasakan kedua matanya berair.
“Ibu?”
Marie tidak berbalik hingga ia mendengar suara langkah kaki kecil itu menjauh. Gadis itu akan kembali ke anak tangga, menekuk lutut dan menatap ke arah rumah pohonnya yang rusak. Terkadang Marie hanya menatapnya dari dalam sana, membisu saat mengingat Ramon.
Malamnya, Marie mengemas semua pakaian dan pergi meninggalkan rumah. Laurie datang sore untuk menggantikannya, Marie tidak mengatakan apapun pada pelayan itu dan pergi untuk mendatangi biara. Pastur Victor menyambutnya dengan tangan terbuka. Mereka duduk di gereja dan Marie mulai menangis semalaman.
“Dia menghilang,” kata Marie. “Ramon menghilang. Dia pergi begitu saja meninggalkanku dan kedua putriku. Aku berusaha mengatakan padanya tentang Claire, tapi dia tidak mau mendengarkan. Dia bilang dia tidak mencintaiku lagi. Dia mengirim pesan itu melalui ponselnya. Tidak bisa kupercaya. Dia tidak pernah bicara seperti itu sebelumnya. Seminggu sebelum itu, dia bilang dia akan kembali untuk melihat putrinya. Dia meminta maaf padaku dan mengatakan kalau dia menyesali perbuatannya. Tapi dia berubah pikiran begitu saja dan dia menghilang. Aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat pada putriku. Aku tidak ingin membenci putriku, tapi Claire selalu mengingatkanku pada ayahnya dan tiba-tiba aku berubah menjadi seseorang yang kubenci. Aku tidak akan pernah memaafkan diriku jika aku menyakitinya. Aku tidak ingin menyakitinya. Aku hanya ingin melupakannya. Tolong bantu aku. Bapa, tolong bantu aku.”
Langit berubah gelap, setiap malam yang dihabiskannya di balik tembok biara itu selalu menjadi malam yang panjang. Marie sering menatap keluar jendela, menyaksikan gerbang di depan biara itu tertutup, kemudian menyaksikan tebing yang menghalangi pemandangan langsung ke arah kolam gelap. Udaranya dingin di dalam sana, terkadang ia merasa suara dengungan terdengar di setiap sudut biara. Koridor-koridornya dibiarkan gelap setelah pukul sembilan malam. Lilin-lilin tidak diizinkan untuk menyala dan pintu-pintu akan dikunci hingga fajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE NURTURE (COMPLETE)
Mistero / ThrillerKolam itu gelap, airnya menghitam selama bertahun-tahun dan menurut rumor yang beredar, roh-roh mengelilinginya mereka yang membisikkan para biarawati untuk melompat dari atas tebing. Setelah sepuluh tahun meninggalkan kota kelahirannya, Claire men...