1(J)

149 37 2
                                    

CLAIRE

Area di sekitar pemakaman itu terasa sesak karena dipenuhi oleh lebih banyak orang yang hadir hingga aku merasa seisi kota berhamburan di sana. Beberapa wanita berpakaian hitam dengan renda yang berjumbai mondar-mandir di sekitarku. Kemudian petugas kepolisian terlihat dimana-mana dan yang membuatku geli adalah kehadiran para waratawan yang berusaha mengikuti upacara pemakaman dan meliputnya secara khusus. Mobil-mobil berdesakan masuk dan membuat kewalahan penjaga pemakaman. Suara percakapan berdengung dimana-mana dan orang-orang mulai menghampiriku untuk sekadar mengucapkan bela sungkawa. Aku melayani mereka satu-persatu, Ashley sebaliknya, remaja itu sama tidak acuhnya dengan sejumlah orang yang berdiri mengisi sudut-sudut area pemakaman dan mengobrol dengan santainya.

Aku melihatmu datang selang beberapa menit kemudian. Kau memarkirkan coupe hitam-mu persis di barisan paling akhir dan tiga orang wartawan segera mengerubungimu seperti lalat, tapi seorang petugas polisi berseragam lengkap mencegahnya, dan melangkahkan kakimu yang panjang dengan cepat memasuki pemakaman. Seorang wanita menghampirimu. Tubuhnya kurus dan tingginya nyaris menandingimu. Wajahnya bulat dan cantik dan wanita itu memiliki bola mata berwarna biru paling cerah yang pernah kulihat. Kulit wajahnya pucat dan rambut pirangnya berjumbai di belakang topi hitam yang dikenakannya. Kau menatapku sekilas, aku bisa menyadarinya bahkan dari kejauhan, hanya sesaat sebelum wanita itu mengalihkan perhatianmu sepenuhnya.

Aku berusaha mengabaikanmu dan bergerak hingga benar-benar menghilang di dalam kerumunan. Aku harus menunggu beberapa menit yang terasa panjang sebelum upacara itu benar-benar dimulai. Tiga orang biarawati yang dulu kukenal ikut hadir di sana, dan salah seorang wanita tua yang bertugas sebagai penjaga di biara, bernama Erin, ikut hadir di sepanjang upacara. Mereka berdiri dengan jari-jari bertaut dan mulai berdoa dengan khidmat. Beberapa orang menyampaikan pesan terakhir untuk Suster Marie, kemudian sang pastur maju untuk memulai khotbah.

Aku melihatmu berdiri di sudut sembari mengawasi upacara itu. Ekspresimu keras dan aku melihat kau bergerak dengan tidak nyaman di tempatmu seolah berharap dapat pergi dari tempat itu secepat mungkin. Kemudian, ketika kupikir kau benar-benar berbalik pergi, aku justru mendapatimu menatapku balik. Kali ini tanpa kepura-puraan. Namun, ekspresi itu bukanlah apa yang ingin kulihat di wajahmu. Ada begitu banyak hal bergelayut di kepalaku hingga tanpa sadar upacara itu benar-benar berakhir.

Ketika orang-orang mulai berpergian meninggalkan pemakaman, sang pastur mendekatiku. Kehadirannya disusul oleh wanita yang kulihat sebelumnya.

“Ini Eleanor, keponakanku,” kata sang pastur dan wanita itu tersenyum lembut ketika menggenggam tanganku.

“Suster Marie.. dia sungguh wanita yang lembut dan baik. Aku hanya tidak berpikir bahwa hal ini benar-benar menimpanya.. aku sungguh..”

“Eleanor,” potong sang pastur dengan lembutnya. Kedua matanya menatapku hangat, namun keberadaannya telah membuatku merasa tidak nyaman.

“Claire Foy sedang berduka saat ini,” ia melanjutkan. “Jangan mengatakan banyak hal.”

Wanita itu bergeming, bibirnya mengatup membentuk satu garis tipis dan lesung pipinya muncul.

“Tidak, tidak. Sungguh, aku baik-baik saja.”

“Kami semua sangat menyayangi Marie,” kata sang pastur saat meletakkan satu tangannya di bahuku. “Dia seperti keluarga. Semua biarawati di tempat itu adalah keluarga bagiku dan aku mendapat bisikan bahwa dia akan baik-baik saja di sana.”

“Ya,” Eleanor terus memandangiku, ekspresinya mengeras hingga aku menyadari apa yang menyebabkannya.

Kau berdiri di seberang, mengawasi kami sembari berbicara dengan deputi Ellis, tapi ada sesuatu tentang caramu memandang wanita ini yang tidak dapat kumengerti.

“Kematian menimpa setiap orang,” sang pastur mengeraskan suaranya. “Ini hanya tentang apa kita siap menghadapinya atau tidak. Tubuh ini adalah benda suci yang dipinjamkan Tuhan, suatu saat kita harus mengembalikannya dan kekuatan gelap apapun yang dipercayai sebagian orang, kau hanya perlu meyakini bahwa mereka tidak akan selamanya singgah di dalam tubuh yang suci.”

Aku mengangguk, berusaha untuk memaksakan senyum meski perhatianku kini sepenuhnya tertuju padamu. Ketika sang pastur dan wanita itu akhirnya meninggalkanku, aku merasakan sedikit lega. Namun itu hanya sesaat hingga aku melihatmu berbicara dengan wanita itu sekali lagi. Kau menarik wanita itu menjauh dan sekali lagi, aku hanya berharap dapat menghilang dari sana.


Beritahu saya tanggapan kalian untuk cerita ini 😁

THE NURTURE (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang