10 (B)

112 32 1
                                    

CLAIRE

Aku menyaksikan kejadian yang berlalu cepat itu: ketika Eleanor didorong dari atas tebing dan menghilang di dasar kolam. Suster Suzzane berdiri di sana, memasukkan kembali senjata ke balik jubahnya kemudian melongok ke bawah, tepat dimana tubuh Eleanor mengapung.
Jatungku berdentam kencang dan aku merasakan darahku berdesir cepat. Kini tubuhku bekeringat dan aku mulai panik.

“Tidak!” aku memekik, berusaha bangkit dari tempatku, namun aku tidak cukup cepat untuk mencegahnya. Pukulan yang disarangkan Eleanor di atas kaki itu begitu keras hingga rasa sakitnya tak tertahankan dan aku kesulitan saat menggerakkan kakiku.

“Kau bilang kau tidak akan membunuhnya!” teriakku pada wanita itu.

“Memang tidak, dia melompat. Itu yang dia lakukan.”

Aku menggeleng, kedua mataku memerah saat menatapnya.

“Tidak, kenapa kau lakukan itu?”

“Aku melakukan tugasku, dia pantas mendapatkannya. Sekarang saudariku dapat beristirahat dengan tenang.”

Aku melihatnya menunduk, memandang ke bawah tepat ke arah kolam gelap itu, kemudian, angin di atas sana seakan membisikkan sesuatu ke telingaku, dan aku merasakan sesuatu menggelitik sekujur tubuhku saat kesadaran itu muncul begitu saja. Aku memandangi jari-jari Suster Suzzane yang panjang, menyadari sebuah cincin perak yang melingkari satu jarinya dan tersentak oleh pengingat itu. Aku mengenali cincin itu.

“Kau membunuh Hazel,” kataku dengan pelan hingga nyaris terdengar seperti sebuah bisikan. Kini, sang suster berbalik untuk menatapku, wajahnya sekosong malam, namun aku dapat menangkap kilat geli di matanya.

“Apa?”

“Kau membunuh Hazel.”

Wanita itu tersenyum ke arahku. “Apa yang kau bicarakan?”

“Cincin itu,” kataku. “Itu miliknya. Aku pernah melihatnya memakai cincin itu, kemudian cincin itu menghilang ketika polisi menemukan jasadnya di bak mandi. Kau membunuhnya. Kau orang yang dicari Ashley, dan kau yang mendorongnya dari jendela. Itu kau.. dan kabin itu. Kau berada di sana untuk meletakkan tas Ashley sehingga polisi berpikir kalau pastur-lah pelakunya.”

Ekspresi Suster Suzzane mengeras. Aku dapat menyadarinya karena kini wanita itu mengepalkan tangannya dengan erat hingga membuat sekujur tubuhku waspada.

“Kenapa kau lakukan ini?”

“Ya,” wanita itu mengakui. “Tapi kau tidak tahu apa yang terjadi.”

“Apa yang terjadi?”

“Aku mendengar Pastur menyebut namanya di depan Eleanor. Mereka sudah berniat mencelakakan saudarimu karena mereka berpikir dia saksi mata dalam kejadian pembunuhan Suster Irine. Jadi aku mendatanginya dan menawarkan kerjasama. Kupikir dia dapat membantuku menemukan keadilan untuk saudariku, tapi kau tahu apa? Saudarimu yang tidak tahu malu itu malah berbohong dan memanfaatkan situasinya. Dia mengatakan apa yang akan terjadi padaku jika dia mengatakan aku melihat kejadian itu pada Pastur dan dia memerasku. Wanita itu, penipu licik - jalang bermuka dua. Dia juga mengatakan padaku kalau dia tahu sesuatu tentang Ramon. Dia tahu dimana Eleanor menguburnya. Dia pikir dia akan mendapatkan sesuatu yang besar, tapi tidak. Aku tidak membiarkannya. Dia berbohong dan memanfaatkanku, bukan dia saksi mata itu. Tapi kau. Kau orangnya.”

“Kau bisa menghubungi polisi, kenapa kau melakukan ini?”

“Kau pikir mereka akan memercayaiku? Dan Eleanor akan memastikan aku mati sebelum mengatakannya. Kau pikir apa yang mereka lakukan pada para biarawati itu? Mereka membunuhnya perlahan. Itu yang terjadi pada ibumu. Aku tahu kebusukan mereka. Aku tahu apa yang bersembunyi di balik dinding ini, semua rahasia mereka. Tidak peduli bagaimana Pastur menyembunyikan psikopat seperti Eleanor di dalam tembok ini, suatu saat kebenaran akan terungkap. Kau sudah menyaksikannya. Aku membantumu. Aku membantumu menyingkirkan jalang itu.”

“Kau membunuh Ashley!” aku berteriak di depan wajahnya.

“Tidak, dia membunuh dirinya sendiri. Dia menjadi takut dan memutuskan untuk melompat dari jendela itu. Aku bisa menjaminnya. Dan kakakmu, bukankah itu berarti baik untukmu mengetahui bahwa dia tidak akan hidup untuk menganggumu lagi? Aku membebaskanmu, pikirkan itu lagi. Sekarang kita bebas, biara ini bebas, kita bisa melanjutkan hidup..”

“Tidak! Kau sakit. Kau sakit!”

Aku berbalik untuk pergi, namun sebelum aku melakukannya, wanita itu menangkapku, menyeretku mendekati tepian tebing dan memuntir lenganku hingga aku berteriak kesakitan. Ia menundukkan wajahku ke arah kolam hingga pemandangan mengerikan akan jasad Eleanor di bawah sana membuat tangisku pecah.

“Tidak!”

“Kau pikir aku akan membebaskanmu? Kau pikir aku akan membiarkanmu menghancurkan apa yang harus kulewati selama belasan tahun. Ini, adalah momen yang kunantikan selama belasan tahun, dan kau memaksaku untuk menariknya? Siapa kau? Saudariku mati karena wanita itu, dia satu-satunya yang kumiliki dan dia mati di kolam ini. Aku sangat membenci semua ini, aku bersumpah!”

Raungan sirine mobil polisi terdengar dari kejauhan, kami sama-sama menyaksikan ketika mobil-mobil itu bergerak di balik barisan pohon menuju gerbang biara dan ketika itu juga Suster Suzzane melepasku. Kali ini ia mengarahkan moncong senapannya ke arahku.

“Bangun!” katanya. Aku menurutinya, bergetar saat merasakan permukaan logam yang dingin itu di kepalaku. “Jika kau mengambil satu langkah pergi, kubunuh kau! Sekarang, berjalanlah!”
Aku memelototinya, namun wanita itu menodongkan senjatanya lebih dekat dan dengan jantung yang berpacu kuat, aku menurutinya menuruni tebing itu, berjalan masuk melalui pintu belakang biara dan menaiki tangga menuju loteng.

Beritahu saya tanggapan kalian..

THE NURTURE (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang