9 (G)

96 33 4
                                        

KEITH

Keith memandangi jalur setapak yang mengarah ke gerbang di ujung sana. Menunggu di dalam mobilnya dan tidak melepas tatapannya dari gerbang itu barang sedetikpun. Ia berusaha menghubungi Claire berlaki-kali, namun panggilannya masuk ke pesan suara dan Keith menyerah pada percobaan kelima. Claire menolak berbicara dengannya sejak semalam. Wanita itu mungkin masih marah atas pengakuan Keith tentang Hazel sehingga Claire menolak untuk menempati rumah Keith. Itu tidak berarti Keith harus menyerah. Ia berencana untuk membujuk Claire malam ini dan jika wanita itu menolak untuk tinggal bersamanya, maka Claire tidak memiliki pilihan untuk membiarkan Keith bermalam di rumahnya.

Situasi yang terjadi akhir-akhir ini membuat Kieth terjaga sepanjang malam. Itu seperti perasaan tidak nyaman yang dialaminya ketika Keith berusaha untuk kabur dari Danny Wendell. Kali ini, instingnya mengatakan bahwa hal buruk bisa terjadi kapan saja. Hal buruk itu akan selalu mengintainya atau mungkin orang-orang terdekatnya seperti Claire. Keith hanya tidak akan bisa memaafkan dirinya jika ia sampai kehilangan wanita itu.

"Ayolah.. Claire, angkat teleponnya!"

Keith mencoba sekali lagi, hasilnya nihil. Dengan kesal ia membanting ponselnya di atas dasbor kemudian menyandarkan kepala di atas bantalan kursi sembari menarik nafas panjang. Radio panggil di mobilnya berbunyi, suara Ellis baru saja masuk di sana.

"Dimana kau? Aku baru saja berbicara dengan Frank mengenai hasil autopsi Ashley. Apa aku bisa menemuimu malam ini? Kau bisa menjawab pesan ini kapanpun kau mau."

Suara dengusan Ellis terdengar keras sebelum suara gemerisik yang panjang melenyapkan suara-suara itu. Keith menekan tombol ganti dan rekaman suara lainnya masuk. Suara-suara itu berdengung dan menciptakan keributan di dalam mobilnya. Ia duduk bersandar sembari mendengarkan hingga sebuah cahaya lampu di kejauhan menarik perhatiannya. Cahaya itu berasal dari jendela lantai tiga di dalam biara itu, tepat di sayap kiri. Keith menunggu hingga seseorang berjalan melintasi jendela itu dan berhenti tepat di tengah-tengah sana. Sang Pastur tengah berdiri sembari memandang keluar. Keith menyaksikannya berdiri di sana cukup lama sebelum cahaya itu meredup dan digantikan oleh titik cahaya kecil lainnya dari lilin yang menyala di koridor satu. Suara gemerisik radio panggil lenyap ketika Keith menekan tombol off. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah setir, memastikan ia tidak terlihat dalam kegelapan. Sekujur tubuhnya berkeringat, tangannya bergetar.

Seseorang baru saja melangkah keluar dari koridor satu. Di tangannya ia menggenggam sebuah lilin dan ia berjalan keluar dari sana. Kegelapan itu seperti jubah yang membentangnya. Ia terus melangkah keluar hingga Keith dapat melihat wajahnya lebih jelas. Sang Pastur mengayunkan lengannya, membuka pintu di koridor secara perlahan kemudian berjalan menyusuri rumput hijau menuju gerbang. Lilin di tangannya dipadamkan, kini Keith tidak dapat mengikuti pergerakannya dalam kegelapan sehingga ia harus bergerak keluar dari mobilnya untuk dapat melihat lebih jelas.

Angin lembut itu menerpa wajah Sang Pastur, mengayunkan keliman jubahnya dengan lembut. Kedua kakinya melangkah dengan hati-hati hingga sampai di depan gerbang. Ia membuka pintu gerbang itu, melangkah keluar dan berbelok ke arah hutan. Keith nyaris kehilangan jejaknya. Ia bergerak mengendap-endap dan bersembunyi di balik pohon besar. Sembari merogoh radio panggil di sakunya, ia mengawasi pria itu berjalan melintasi gerbang dan menghilang di dalam hutan.

"Ini Wendell," bisik Keith ketika radio panggilnya tersambung ke kantornya. "Kirimi aku bantuan sekitar lima menit dari sekarang." Keith menyebutkan lokasinya dengan cepat kemudian memutuskan sambungan itu dan berlari ke arah hutan.

Dahan-dahan pohon yang melambai ke arahnya menuntunnya untuk masuk lebih jauh ke dalam hutan. Di bawah cahaya temaran bulan, Keith menyusuri jejak Sang Pastur hingga berakhir di sebuah kabin tua di dalam hutan. Kabin itu telah berada di sana selama puluhan tahun dan tidak dihuni setidaknya belasan tahun lalu. Keith mengetahui tempat itu, penuh dengan debu dan orang-orang menyakininya berhantu. Namun selain debu dan sarang yang memenuhinya, tidak ada yang benar-benar menyeramkan tentang kabin itu. Di dalamnya terdapat sebuah tangga kayu yang melingkar dan berakhir di ruangan kosong. Itu tempat yang aneh karena tidak ada apapun di dalam ruangan itu dan seseorang yang mendesain kabin ini tidak mungkin membuat tangga untuk sebuah jalan buntu.

Sang pastur berhenti di dekat pintu. Ia menoleh ke sekitarnya untuk memastikan tidak ada seseorang di sana, kemudian ia melangkah masuk ke dalam kabin dan menutup pintu di belakangnya. Keith menunggu selama beberapa detik di balik pohon sebelum keluar dari tempat persembunyiannya. Ia berlari mendekati jendela kayu kabin itu dan mengintip dari dalam sana. Sang Pastur telah menghilang, jadi Keith menjulurkan tangannya melalui jendela untuk membuka gerendel pintu dengan hati-hati. Ia mengeluarkan senjata api dari sarungnya kemudian menodongkan senjata itu ke depan begitu pintu kayu berhasil digeser terbuka. Yang mengejutkan, ruangan itu benar-benar kosong kecuali karena kursi-kursi kayu dan barang-barang tua berbedebu yang mengisinya.

Keith melirik arloji kemudian bergerak mengitari ruangan dan memeriksa celah satu persatu sembari menodongkan senjatanya. Perhatiannya tertuju pada tangga yang melingkar. Ia menuruni tangga itu perlahan kemudian mengarahkan cahaya senter dari ponselnya ke ruangan kosong di bawah sana. Tidak ada siapapun di dalam sana, Keith menatap ke sekitar, melihat sarang yang memenuhi dinding-dindingnya dan sebuah lemari di sudut. Ia bergerak untuk menggeser lemari itu, menyingkirkannya dari pintu rahasia di dalam sana.

Peluh membasahi dahinya dan ia merasakan nafasnya memburu. Sejak dulu Keith tidak pernah percaya kalau ruangan itu dibuat tanpa maksud tertentu. Pintu rahasia itu telah menjawab pertanyaannya. Keith mengayunkan pintu itu perlahan, mengintip ke dalamnya dan menyaksikan sang pastur berdiri di belakang meja kayu. Wajahnya menunduk ia berusaha merogoh sesuatu di tangannya. Di atas lantai batu, Keith melihat tas hitam milik Ashley tergeletak bersama dengan barang-barang lainnya. Sang Pastur membuka sebuah kotak yang diletakkannya di atas meja ketika Keith mendekatinya dari belakang. Ia menodongkan senjata itu persis ke punggungnya, dan sebelum Keith mengantisipasi pergerakannya, Sang Pastur berbalik dan menembakkan senjata api ke arahnya. Keith bergerak menghindar, ia terhuyung ke belakang hingga nyaris terjatuh dan peluru itu meleset mengenai keningnya. Darah memuncrat ke dinding kayu. Ia mengarahkan senjatanya dengan cepat dan menembakkannya di atas lengan sang pastur.

Senjata terlepas dari tangan sang pastur dan laki-laki itu terhuyung sebelum Keith menebak kakinya.

"Oh Tuhan! Apa yang kau lakukan?!"

Keith mengangkat panggilan yang masuk melalui radionya, mengarahkan senjata itu pada Sang Pastur yang terbaring di atas lantai sembari menatapnya tajam. Ia menagabaikan rasa sakit di kepalanya hingga sebuah cahaya besar masuk melalui celah pintu dan tiga orang petugas hadir untuk membantunya.

Beritahu saya tanggapan kalian..

THE NURTURE (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang