Alton, Illinois
Juni 2018
Kolam PenyucianLangit pagi itu tampak gelap, awannya berkabut dan hujan akan segera turun. Namun, tidak ada satupun yang mundur untuk menyaksikan kejadian mengerikan itu: ketika mobil-mobil polisi berdatangan dan mengelilingi area di sekitar kolam. Para awak media bergerombolan saling berusaha menerobos masuk untuk meliput kejadian secara langsung, orang-orang datang untuk menyaksikannya, kemudian suara sirine dari mobil ambulans di kejauhan meraung-raung, suaranya semakin jelas ketika mobil itu bergerak semakin dekat.
Tebing itu, selayaknya tempat yang menjadi saksi kematian pertama, kini menjadi buah bibir orang-orang yang berkerumun di sekitarnya. Suara-suara mendengung menggantung di sekitar. Polisi telah memasang garis kuning di sekitar area kolam dan beberapa di antara mereka masih berusaha menahan awak media yang mencoba menerobos masuk. Helikopter stasiun televisi dikerahkan untuk mendapat gambaran tentang peristiwa pagi itu. Keributan mendengung dimana-mana, pagi semakin gelap, hari semakin panjang. Angin berembus kencang dari arah tebing, barisan pohon yang mengelilinginya mulai bergerak dengan gelisah dan burung-burung yang menyaksikan kini berterbangan menjauh.
Para roh jahat kelaparan. Begitu anggapan mereka. Roh-roh itu membenci keramaian itulah mengapa mereka bersembunyi di bawah air kolam yang menghitam. Susunan batu di sekelilingnya ikut menjadi saksi, atau mereka tidak lain merupakan perangkap yang telah menewaskan pada biarawati – kali ini Doris Maurice, adik dari sang pastur.
Seorang petugas yang pertama kali mendapat laporan itu pagi ini bernama Eric. Ia terlihat berkeliaran di sekitar kolam. Tiga orang wartawan mengincarnya, mereka mengawasi Eric seperti elang yang mengawasi mangsanya. Sementara itu mobil-mobil terus berdatangan, orang-orang berkerumun dan suara-suara berdengung di udara.
Jalur yang mengarah ke hutan itu dikunci. Dua orang polisi ditugaskan untuk menjaganya sementara tim SAR turun untuk memeriksa hutan itu. Mereka membawa dua ekor anjing pelacak bersamanya. Dari kejauhan, cahaya senter mereka terlihat menari-nari di atas batang pohon besar. Tanahnya basah, udaranya lembab. Langit terlihat lebih gelap di dalam sana karena dahan pohon menggantung rendah dan saling bertautan. Lubang-lubang besar yang menganga di sana seperti mulut-mulut yang kelaparan. Dedaunan kering yang gugur mengisinya, rumput dan semak tumbuh liar di sekitarnya.
Itu adalah pagi di hari senin ketika seseorang melaporkan melihat mayat di kolam. Polisi yang ditugaskan untuk turun telah mengidentifikasi jasad itu sebagai Doris Maurice. Dalam data yang mereka dapat, Doris cukup lama menderita gangguan mental dan dirawat di rumah sakit jiwa. Seorang petugas yang berjaga di sana juga mengaku bahwa wanita itu tiba-tiba menghilang tengah malam ini. Seseorang mungkin menerobos masuk karena petugas itu melaporkan bahwa kamera pemantaunya rusak.
Gerbang yang tertutup itu kini mengayun terbuka, seorang petugas baru saja berlari melewatinya. Ia berteriak ke arah Eric.
“Pak! Kami menemukan sesuatu..”
Jejak kaki sepanjang dua meter itu terbentuk di bagian utara hutan yang mengarah ke kolam. Para petugas memasang tanda di pohon-pohon. Kini dua orang polisi dan seorang juru kamera hadir untuk menyaksikannya. Mereka mengelilingi jejak kaki itu dan mengamatinya.
“Masih basah,” kata seorang petugas. “Kemungkinan jejak kaki pelaku atau korban.”
“Jejaknya cukup dalam. Mungkin saja itu jejak kaki hewan?”
“Tidak sebesar ini. Jejaknya membentuk permukaan sepatu, jadi ini pasti milik si pelaku.”
“Kenapa memilih hutan?”
“Agar tidak terlihat?”
“Atau si pelaku hanya berusaha mengejar korban?”
“Jejaknya hanya memanjang sejauh dua meter, jadi dia pasti melewati jalur ini dan keluar dari pintu utara.”
“Benar. Tapi jika mereka saling berkejaran, seharusnya ada jejak kaki lain.”
“Jadi mungkin ini hanya jejak kaki korban. Dia berjalan di hutan ini menuju kolam itu.”
“Tidak.. ini seperti cetakan permukaan sepatu. Korban tidak menggunakan alas kaki. Kemungkinan orang lain.” Deputi Eric berbalik ke arah seorang petugas yang berdiri tepat di belakangnya. “Apa jalur ini memiliki akses untuk sampai di rumah sakit jiwa itu?”
“Ada pagar setinggi dua meter yang membatasinya.”
“Dimana?”
Petugas itu menunjuk ke arah selatan dan tiga orang petugas segera mengikuti Deputi Eric menuju gerbang itu sementara sebagian yang lainnya tinggal untuk memeriksa lebih lanjut. Jalur menuju gerbang lebih banyak ditumbuhi oleh pohon dan semak-semak liar. Jalurnya melandai dan terdapat begitu banyak gorong-gorong yang terbuka. Mereka telah menempuh perjalanan sepanjang seratus meter sebelum tiba di depan gerbang putih yang berkarat. Rangkanya yang telah menua membuat gerbang itu sedikit memiring. Sekilas gerbang itu terlihat seakan hendak jatuh, namun tembok yang berdiri di kedua sisinya masih tampak kokoh.
“Gerbangnya terkunci, tidak ada tanda-tanda kalau gerbang ini dibuka secara paksa, jadi dia pasti memanjat.”
“Ya.”
Deputi Eirc mengamati tembok itu dengan serius, terpukau dengan ketinggiannya.
“Aku tidak yakin korban dapat memanjat tembok setinggi ini. Dimana petugas yang berjaga di gerbang ini?”
“Di posko utama. Jaraknya cukup jauh. Sekitar seratus meter.”
“Tidak ada kamera keamanan?”
“Pak,” si petugas berbicara. “Tidak ada yang meletakkan kamera pengawas di area hutan.”
“Well, seharusnya ada, bukan?”
Beritahu saya tanggapan kalian 😁

KAMU SEDANG MEMBACA
THE NURTURE (COMPLETE)
Misteri / ThrillerKolam itu gelap, airnya menghitam selama bertahun-tahun dan menurut rumor yang beredar, roh-roh mengelilinginya mereka yang membisikkan para biarawati untuk melompat dari atas tebing. Setelah sepuluh tahun meninggalkan kota kelahirannya, Claire men...