1 (H)

171 42 4
                                    

KEITH

Alton, Illinois
Februari, 2008

Ia melihat cahaya itu membesar ketika bergerak mendekat, kemudian sosok yang dinanti-nantinya muncul dari balik tembok. Wajahnya sesendu rembulan, tangannya yang memegang senter tidak berhenti bergerak. Wanita itu berdiri diam di tempatnya, menunduk karena ketakutan sehingga Keith harus menariknya mendekat.

“Tidak apa-apa,” Keith merangkul bahunya, berusaha menenangkannya. “Tidak apa-apa.”

Mereka berjalan dalam keheningan malam menuju kolam, tempat yang telah disepakati mereka menjadi tempat pertemuan rahasia. Angin yang berembus kencang dari arah perbukitan telah membawa udara dingin yang menusuk kulit mereka. Jalur setapak menuju hutan tampak gelap, pohon-pohon yang menjulang tinggi menutupi pemandangan ke arah tembok dan seekor anjing terlihat sedang berkeliaran di sekitar sana. Keith menuntun wanita itu ketika menuruni jalur curam yang mengarah ke sungai. Arus deras sungai terdengar semakin keras. Wanita itu terus menunduk sembari memandangi kakinya di atas tanah berbatu dan rerumputan liar yang tumbuh hingga mereka sampai di tepi sungai.

“Ada kapal di sana,” ujar Keith sembari menunjuk ke arah kabin kecil tempat dimana sebuah kapal kayu ditautkan di dekat dermaga. “Aku akan mencoba menariknya, oke? Tunggulah di sini!”

Keith hendak melangkah sebelum tangan kecil itu menahannya. Kemudian ia menatap wanita itu, bibir dan wajahnya yang memerah dan mata almond-nya yang membesar karena takut. Wanita itu menggeleng sembari menyipitkan matanya, raut wajahnya mengisyaratkan sesuatu.

“Aku rasa ini sebuah kesalahan. Kita membuat kesalahan. Kita sebaiknya kembali,” kata wanita itu.

Seketika, genggaman tangan Keith pada lengannya mengerat. Keith meremas lengan wanita itu cukup kuat saat berusaha menahannya.

“Tidak. Aku berjanji padamu, ini tidak apa-apa. Tidak akan ada yang terjadi.”

“Hazel akan marah padaku. Dia.. dia..”

“Hei, hei! Tidak. Claire.. dengarkan aku! Hei, Claire..” Jari-jari Keith terangkat di dagunya, ia berusaha menjalin kontak mata dengan wanita itu.

“Tidak akan ada hal buruk yang terjadi, jangan pikirkan Hazel. Kau percaya padaku?”

Keith meyakinkannya, kemudian wanita itu mengangguk.

“Tetap disini!”

Kali ini Keith bergerak menuju kabin sendirian. Sesekali ia menatap ke balik bahunya untuk memastikan wanita itu tetap berdiri di sana.

“Tetap soroti lampu senter itu ke arahku!” kata Keith dan wanita itu menurutinya dengan patuh. Keith semakin dekat, ia menarik tali yang mengikat kapal kemudian berjinjit untuk membawa kapal itu mendekat. Rangka kayu yang membentuk dek kapal masih cukup kuat dan Keith sudah memeriksa mesinnya kemarin, mesih itu masih bekerja dengan baik, jadi ia tidak mengkhawatirkan hal itu. Keith baru saja berhasil melepas tali yang menambatkan kapal, kemudian ia memeriksa beberapa peralatan yang diletakkannya di bawah kapal itu. Ketika Keith menarik ulur jangkar yang menahan kapal, ia segera menyadari bahwa cahaya yang menyorotinya hilang.

Keith menyentak tubuhnya ke depan, nyaris melompat ketika keluar dari dek kapal. Di tengah kegelapan, ia tidak melihat wanita itu berdiri di tempatnya. Dengan tergesa-gesa, Keith merogoh saku celananya hingga menemukan senter kecil di sana, ia mengarahkan cahaya itu ke tempat dimana ia meninggalkan wanita itu sebelumnya.

“Claire?!”

Hening. Kesunyian malam dan suara jangkrik telah menjawab panggilannya. Keith melangkah pergi meninggalkan kapal untuk mencari.

“Claire!!”

Arus sungai yang deras berhasil meredupkan suaranya. Keith mengarahkan senternya ke sekitar, menjadi panik ketika ia tidak juga menemukan wanita itu. Kemudian, suara percikan air yang besar dan teriakan seseorang membuatnya waspada. Ia mengikuti kemana suara itu berasal. Terdapat jejak kaki di atas tanah basah itu dan Keith mengikutinya hingga jejak itu membawanya lebih dekat ke ujung sungai. Disana, ia melihat Hazel menarik wanita itu dan menenggelamkannya ke dalam sungai. Dengan susah payah, wanita itu berusaha meraih bebatuan di tepi sungai untuk menahan tubuhnya tidak terseret arus, tapi Hazel semakin menggila dan mendorongnya ke tengah sungai menggunakan batang kayu.

Tubuh Keith menegang. Wanita itu tidak bisa berenang dan air dingin sungai itu akan membekukan pembuluh darahnya. Ia bisa melihat bagaimana wanita itu megap-megap ketika berusaha menahan wajahnya tetap di permukaan. Sementara itu arus sungai yang deras menampar wajahnya, berusaha menariknya pergi.

“Tidak, Hazel!!” Keith berlari ke arah wanita itu, dengan cepat menyingkirkan batang kayu yang digunakan Hazel untuk mencelakai adiknya, kemudian terjun ke sungai untuk meraihnya. Namun, Hazel menggila dan mulai menyerangnya.

“Kau berengsek! Kalian berengsek!”

Wanita itu mencakar-cakar bahu Keith dan Keith berusaha mencegahnya. Ia menarik tubuh Hazel, menggulingkannya di atas tanah hingga membuatnya sampai di tepi sungai. Tangan Hazel masih berusaha mencakar wajahnya, tapi Keith berhasil menenggelamkan wajah wanita itu di dalam air sungai.

“Hentikan, kau sialan! Hentikan!!”

Hazel tidak mematuhinya, jadi Keith menenggelamkannya sekali lagi, mengangkat wajahnya sembari menahan tubuh wanita itu tetap berada di dalam air. Ketika ia mengangkat wajah Hazel kembali, tiba-tiba ia berada di sebuah ruangan yang pucat. Lantai dan temboknya berwarna putih dan di belakangnya terdapat tirai yang berwana sama. Keith menatap cermin di dinding dan sebuah wastafel, hingga ia menyadari bahwa dirinya berada di kamar mandi.

Jari-jari tangannya terasa dingin dan basah. Dengan tergesa-gesa, Keith mengangkat tangannya dari dalam bak mandi. Ia tersentak mundur persis ketika melihat wajah pucat Hazel bersandar di tepian bak itu. Kedua matanya setengah terpejam, bibinya membiru dan rambutnya basah. Keith terlambat menyadari bahwa wanita itu sudah tidak bernyawa.


(Alton, Illinois 2018)

Sebuah kilatan cepat membangunkan Keith dari tidurnya. Sekujur tubuhnya terasa kaku dan mimpi itu membuat nafasnya tersengal. Melalui cahaya temaram yang mengintip dari balik jendela di ruangan itu, Keith melirik ke arah dinding dimana jarum jam menunjukkan pukul dua dini hari. Ia terjaga sepagi itu di ruang tengah rumahnya dan tertidur di atas sofa. Keith bahkan belum sempat mengganti pakaiannya.

Sementara itu, api di perapian telah padam dan kini hanya menyisakan seoonggok abu. Jarum jam dinding terus berdetak, dan suasananya hening di luar sana. Keith bergerak menuju dapur untuk segelas air. Ia bersandar di tepian bak pencuci piring dan hanya berdiri diam di sana. Hal seperti ini tidak hanya terjadi sekali, nyaris sepanjang hidupnya ia selalu dihantui oleh mimpi buruk dari masa lalunya. Bahkan setelah Keith menikahi Eleanor, mimpi itu tetap hadir dan membuatnya terjaga sehingga ia harus menelan pil untuk membantunya tidur.

Terkadang Keith memimpikan ayahnya, Danny Wendell, si pemabuk yang suka memukul, sesekali ia akan memimpikan wanita itu, kali ini Hazel. Hazel dan tubuhnya yang teredam air di dalam bathup. Hingga saat ini Keith tidak bisa menghapus ingatan tentang wajah pucatnya dan bibirnya yang membiru dan setiap kali ia memimpikannya, Keith akan terjaga sepanjang malam.

Keith bisa saja menelan pilnya dan melanjutkan tidur, tapi kali ini ia memutuskan untuk meraih jaket dan kunci mobilnya, kemudian bergerak keluar mengendarai coupe hitamnya meninggalkan rumah.

Beritahu saya tanggapan kalian untuk cerita ini 😁

THE NURTURE (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang