ELEANOR
Eleanor menyaksikan cahaya yang berkedip dari arah hutan, melihat bagaimana mobil-mobil polisi mulai memenuhi area itu. Lampu merah sirinenya berputar-putar menandai pohon-pohon tinggi di sekitarnya. Ia menghitung setidaknya tujuh orang petugas berkeliaran di sekitar sana, mereka berdiri di sekitar kabin dan berbicara pada satu sama lain.
Pintu-pintu biara masih tertutup, lampu-lampunya juga dipadamkan kecuali lampu di koridor satu. Seorang suster baru saja keluar untuk menyaksikan kejadian di dekat kabin. Eleanor mempercepat langkahnya, berlari melintasi pagar untuk sampai di sana. Mobil ambulans hadir beberapa menit yang lalu, dua orang petugas medis tampak sibuk dengan peralatan mereka sementara itu dengungan percakapan dan keributan yang terjadi di sana memekakan suasana.
Eleanor dapat merasakan jantungnya berpacu kuat dan darahnya mengalir deras. Ia telah berada di tepi hutan untuk menyaksikan seekor tupai melintasi dahan pohon yang menggantung di atasnya, mendengar suara gemerisik ketika sepatunya menghantam daun kering di sana, pergi untuk menyaksikan sungai yang mengalir deras di seberang. Tanah melandai yang dilaluinya terasa seperti bergerak mendekat, semakin dekat hingga cahaya dari lampu sirine itu membesar dan menguncinya. Seorang petugas muncul dari balik mobil ambulans, ia mendekatkan sebuah radio panggil ke bibirnya dan menghadang Eleanor menggunakan lengannya.
“Maaf, tapi area ini ditutup.”
“Tidak,” Eleanor berusaha menepis lengan petugas itu. Tatapannya memandang lurus, jatuh di antara dua pohon besar di ujung sana. Keith sedang duduk di sebuah batu besar sembari menekankan kain bernoda gelap ke keningnya. Laki-laki itu berbicara dengan Deputi Ellis dan seorang petugas lainnya. Pakaian bagian atasnya dipenuhi oleh noda gelap darah. Darah sang pastur?
Rasa panik itu membuat Eleanor mendorong petugas yang menghalanginya kemudian berlari cepat menghampiri Keith. Namun, salah seorang petugas lain mencegahnya setidaknya sampai Keith melambaikan tangan dan memberi isyarat pada petugas itu untuk melepas Eleanor.
“Dimana dia?!” tuding Eleanor.
Keith tertegun, kemudian menatap ke arah pintu kabin persis ketika dua orang petugas medis mendorong tandu yang menopang tubuh Sang Pastur menuju ambulans. Keributan seketika pecah begitu Eleanor berlari untuk mencegah petugas medis itu.
“Tidak! Jangan!”
Keith menahan lengan Eleanor, membawanya menjauh hingga para petugas berhasil membawa Sang Pastur ke dalam ambulans.
“Dia melakukan ini,” teriak Keith di tengah suara ribut yang mendengung di sekitar sana.
Eleanor berbalik hanya untuk menatapnya dengan marah. “Apa?”
“Dia bertanggungjawab atas kematian Ashley.”
“Tidak!”
“Ya, Eleanor. Aku melihatnya sendiri. Dia memiliki tas Ashley yang hilang di TKP dan dia menyembunyikan senjata-senjatanya di tempat ini.”
“Tidak, kau gila! Dia tidak bersalah!”
Keith bergerak mundur ketika Eleanor menerjangnya. Dua orang petugas segera menahan wanita yang sedang mengamuk itu kemudian memborgol sebelum membawanya masuk ke dalam mobil polisi. Melalui kaca mobil yang gelap itu, Eleanor berteriak ke arah Keith. Ia mengetuk-ngetukan dahinya pada kaca, berteriak hingga mobil itu bergerak menjauhi area hutan.Ketika ia bergerak semakin jauh, samar-samar ia menyaksikan mobil ambulans yang membawa sang pastur bergerak meninggalkan hutan, namun Keith dan beberapa petugas masih berdiri di sana. Mereka menyaksikannya – biara itu juga menyaksikannya dan pintu-pintu masih tertutup rapat. Cahaya fajar bahkan baru saja mengintip dari balik kabut tebal. Kolam tampak hening. Biara itu masih tertidur – kecuali tentu saja, roh-roh yang berkeliaran di sekitar gerbang yang menjaganya.
Beritahu saya tanggapan kalian..

KAMU SEDANG MEMBACA
THE NURTURE (COMPLETE)
Mistério / SuspenseKolam itu gelap, airnya menghitam selama bertahun-tahun dan menurut rumor yang beredar, roh-roh mengelilinginya mereka yang membisikkan para biarawati untuk melompat dari atas tebing. Setelah sepuluh tahun meninggalkan kota kelahirannya, Claire men...