6 (J)

105 25 0
                                    

CLAIRE

Bangunan itu memiliki atap yang miring. Aku segera menyadarinya ketika berada di loteng. Ada begitu banyak ruangan yang dibiarkan kosong: ruang dua kamar di lantai bawah dan satu kamar tamu di lantai atas. Lantainya terasa dingin, seprai di atas ranjangnya masih tertata rapi sementara lemari-lemari tinggi di dalamnya kosong. Rumah itu begitu luas dan terkesan membuang-buang tempat. Kamar Keith berada di lantai atas dan ada sebuah perpustakaan di lantai bawah. Seorang pengurus rumah datang setiap pagi untuk membersihkannya. Buku-buku diletakkan di atas rak dengan rapi, dan terdapat sebuah meja yang digunakan Keith sebagai tempat kerja pribadinya. Udara di dalam perpustakaan lebih hangat daripada ruangan lainnya, mungkin karena atapnya yang lebih rendah dan rak-rak buku yang memenuhi seisi ruangan. Jendelanya terletak di belakang meja kerja, tidak ada tirai yang menutupinya sehingga siapapun dapat melihat keluar dengan bebas.

Terdapat jalur besar dan pohon-pohon tinggi di luar sana. Pagar yang menutupi halamannya telah menua, rangkanya tidak lagi utuh dan hamparan rumput di bawah sana benar-benar terawat. Keith jelas tahu bagaimana cara merawat rumahnya dengan baik.

Aku telah menghabiskan waktu dua jam untuk duduk di perpustakaan, berbicara dengan atasanku di telepon dan sekadar membaca buku-buku yang tersimpan di sana hingga aku menemukan album foto pernikahan Keith dengan Eleanor. Wanita itu tersenyum manis ke arahku, rambut kemerahannya tergerai memanjang di belakang bahu dan ia benar-benar tampil cantik dengan gaun sutra hijaunya. Keith berdiri persis di sampingnya, wajahnya nyaris tidak bisa kukenali. Ia tampil sangat berbeda, namun jelas dia bukan pria yang sama yang kukenal dulu. Tidak banyak foto dalam album itu seolah-olah seseorang sengaja menghilangkan sebagian fotonya. Namun, beberapa yang menarik perhatianku adalah sebuah map berisi tumpukan laporan tentang kasus-kasus yang telah di selesaikannya. Beberapa menit habis untuk mempelajari laporan itu hingga pengurus rumah datang mengetuk pintu dan mengatakan bahwa makan malam sudah siap.

Setelah menghabiskan makan malam itu, tidak banyak hal yang dapat kulakukan sehingga aku memutuskan untuk membantu membersihkan peralatan makan. Aku dan pengurus rumah itu mengalami obrolan panjang. Ia mengaku telah bekerja untuk Keith cukup lama. Ia akan bekerja sepanjang minggu kecuali hari sabtu. Sementara pada hari minggu pengurus rumah itu dibiarkan pulang lebih awal. Malam ini seperti biasanya, ia pulang setiap jam tujuh. Rumahnya terletak tidak jauh dari sana sehingga ia dapat pulang dengan berjalan kaki.

“Apa dia biasanya pulang larut malam?”

“Terkadang,” katanya sembari meletakkan alat-alat makan yang sudah dicuci bersih ke atas rak. “Akhir-akhir ini dia pulang lebih lama.”

“Bagaimana dengan hari sabtu dan minggu?”

“Biasanya dia tetap bekerja, dan setelah pulang, dia akan bekerja lagi di perpustakaannya.”

“Apa istrinya tidak pernah datang?”

“Mereka tidak bersama-sama sejak beberapa bulan. Mrs. Wendell memutuskan untuk pergi beberapa bulan yang lalu. Meskipun keduanya tinggal di rumah ini, tapi aku jarang sekali melihat mereka berbicara. Mr. Wendell selalu pulang malam ketika Mrs. Wendell sudah tertidur di kamarnya.”

“Tunggu.. maksudmu mereka tidak menempati ruangan yang sama?”

Pengurus rumah tangga itu tersenyum. “Kupikir itulah sebabnya Mr. Wendell membeli rumah dengan banyak ruangan.”

“Apa yang dilakukan Eleanor? Maksudku, apa dia memiliki pekerjaan?”

“Tidak hingga awal tahun lalu. Dia memutuskan untuk bekerja di biara itu bersama ayah angkatnya. Dia sering pergi ke sana, terkadang Mrs. Wendell menginap dan baru kembali keesokan harinya.”

“Keith membiarkannya?”

“Mrs. Wendell sangat dekat dengan ayah angkatnya. Pastur Victor sering mengunjunginya kesini ketika Mr. Wendell sedang bekerja. Mr. Wendell tidak akan bertanya-tanya lagi tentang itu.”

Aku mengangguk-anguk, menyaksikan jam dinding di ruangan itu berputar lambat. Rumah itu begitu senyap. Tanpa kehadiran pengurus rumah tangga, aku akan merasa begitu kesepian. Ada terlalu banyak ruangan dan tempatnya sangat luas, namun tidak satupun dari setiap sudut di tempat itu yang menjanjikan kenyamanan. Mungkin itu yang dirasakan Eleanor selama pernikahannya. Kesepian, adalah kata yang tepat untuk menggambarkannya.

“Apa kau akan pulang?”

“Ya. Aku pergi setelah ini,” sang pengurus rumah tangga tersenyum ke arahku. “.. hanya jika kau mengizinkannya. Mr. Wendell ingin aku tetap menemanimu jika kau ingin..”

“Tidak, tidak apa-apa. Jangan pikirkan itu. Putrimu pasti sudah menunggumu di rumah. Kau harus segera kembali atau kau akan sangat kelelahan hingga datang terlambat besok. Lagipula, Keith ingin kau datang pagi-pagi sekali.”

“Kau yakin tidak apa?”

“Ya. Terima kasih. Aku benar-benar senang berbicara denganmu.”

“Mrs. Wendell tidak pernah mengatakan itu. Dia tidak menyukai gagasan untuk menyewa pengurus rumah tangga. Hanya Mr. Wendell yang menginginkanku tetap bekerja disini.”
“Wanita itu pasti sangat keliru. Rumah ini begitu besar dan membutuhkan orang yang tepat sepertimu.”

Tawanya melegak. Kami bercengkrama beberapa menit kemudian hingga ia pergi. Dari balik jendela, aku mengawasinya meninggalkan halaman rumah dan menghilang di jalan lepas.
Kini, suasananya tidak bisa menjadi lebih mencekam lagi. Aku menyaksikan televisi sekitar pukul tujuh hingga sembilan, sebelum memutuskan untuk membaca di perpustakaan. Keith tidak juga kembali hingga langit sepenuhnya gelap dan jarum jam menunjukkan pukul sebelas. Jadi, aku pergi ke lantai atas dan memutuskan untuk tidur lebih awal.

Keith membiarkanku menempati kamarnya sementara ia menikmati tidur singkatnya di atas sofa. Itu sedikit aneh mengingat ada begitu banyak ruangan kosong dengan ranjang empuk di rumah ini. Malam ini akan terasa panjang. Aku masih berusaha menghubungi Ashley, namun wanita itu tidak menjawab panggilanku alih-alih aku mendengar suara Laurie di seberang telepon.

“Aku minta maaf, tapi suasana hatinya sedang buruk seperti biasanya,” kata Laurie di telepon.

“Tidak apa-apa. Aku hanya perlu memastikan dia baik-baik saja.”

“Dia aman. Jangan khawatir.”

“Maaf Laurie aku tidak bisa menemanimu. Keith ingin aku tinggal disini sampai situasinya benar-benar memungkinkan.”

“Tidak apa-apa, Claire. Kau lebih aman berada di sana. Aku bisa memahami situasimu.”

“Terima kasih banyak. Omong-omong, sampaikan pada Ashley kalau aku benar-benar minta maaf untuk malam kemarin.”

“Tentu saja. Jaga dirimu!”

Panggilan itu berakhir dengan cepat, bagaimanapun malam tidak berlalu sama cepatnya terutama karena aku begitu ketakutan. Angin di luar sana berembus kencang membuat dahan-dahan pohon bergerak melambai di jalanan. Sesekali satu atau dua kendaraan melintas di jalur lepas, mereka bergerak meninggalkan kota Alton, dan sisanya hanyalah jalanan gelap dan kesenyapan. Hingga saat itu, aku tidak melihat mobil yang dikendarai Keith mendekat. Cahaya dari lampu sennya tidak muncul di jendela hingga aku sepenuhnya terlelap.

Beritahu saya tanggapan kalian..

THE NURTURE (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang