💞
Setelah dokter memeriksa kondisi Sita, gadis cantik itu akhirnya diperbolehkan untuk pulang. Saat sampai di depan rumahnya, Sita langsung menggenggam tangan Ambar erat.
Meskipun Alif dan pamannya turut membantu Sita untuk masuk kedalam kamar, tapi tetap saja Sita maunya dipapah oleh Ambar. Sita bahkan tidak mengizinkan kekasihnya itu untuk pergi meninggalkannya.
Buk Ita tersenyum kecut melihat tingkah putrinya dan dengan terpaksa meminta Ambar untuk mau menemani Sita lagi sampai gadis itu terlelap tidur.
Saat Ambar dan Sita hanya berduan didalam kamar, Sita terus memandangi wajah kekasihnya yang duduk disamping tempatnya berbaring.
"Kamu...masih marah ya sama aku?" tanya Sita gugup.
"Enggak. Kenapa harus marah, kamu udah lecet-lecet gini gimana mungkin aku masih bisa marah" jawab Ambar pelan dan membelai rambut Sita dengan lembut.
"Jangan pulang ya......disini aja" rengek Sita dan mengambil tangan Ambar untuk dipeluk olehnya. Jadi saat dirinya tidur nanti, Ambar tidak akan bisa kabur meninggalkannya.
Tiba-tiba saja Ambar terkekeh karena melihat lukisan-lukisan yang pernah dibuatnya tertempel rapi di dinding kamar Sita.
"Kenapa sayang?" tanya Sita heran.
"Ngapain kamu tempel-tempelin sampah itu di dinding kamar kamu?"
"Sampah? Enak aja! Itu hasil maha karya calon imam aku! Makanya aku pajang" ujar Sita dengan tegas.
Ambar langsung tersenyum sumringah mendengar jawaban Sita. Lesung pipi Ambar membuat tubuh Sita merasa sehat seketika.
Handphone Sita yang terletak di samping bantalnya berbunyi. 'Rio' nama itu tertulis dilayar handphonenya.
Ambar langsug mengalihkan pandangannya saat Sita melirik kearahnya. Berpura-pura sedang memperhatikan hasil lukisannya lagi.
Sita jadi takut sendiri untuk mengangkat panggilan dari Rio tersebut. Padahal kemarin di depan Alif tangannya tidak berhenti-henti membalas pesan dari Rio.
Cukup lama Sita membiarkan handphonenya berbunyi sampai panggilan Rio berakhir. Sita meletakkan hp nya kembali, kemudian berbunyi lagi, masih dengan panggilan yang sama.
"Kenapa nggak di angkat?" tanya Ambar dengan lembut. Ambat melihat wajah Sita tampak tegang setelah mendapatkan panggilan dari teman masa kecilnya itu.
"Itu teman kecil kamu sebelum pindah ke Peringi kan? Mungkin dia pengen tahu keadaan kamu" ujar Ambar sambil tersenyum.
Ambar berusaha meyakinkan Sita jika hatinya baik-baik saja meski Sita menerima panggilan tersebut. Sita akhirnya memberanikan diri untuk mengangkat panggilan Rio.
"Halooo" terdengar suara laki-laki dari di dalam telepon.
"Sita nggak apa-apa kan? dari kemarin Rio coba telfon, tapi kata ibuk Sita lagi istirahat. Sekarang udah pulang dari rumah sakit? Apa lukanya parah?" cowok itu langsung memberondong Sita dengan banyak pertanyaan. Dari nada suaranya dia begitu khawatir.
"Ya... Si...Sita nggak apa-apa kok. Baru tadi pulang dari rumah sakitnya, sekarang lagi istirahat. Mohon maaf, udahan dulu ya. Badan Sita masih capek soalnya dan butuh istirahat" jawab Sita dengan suara bergetar, gadis itu benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya saat ini.
"Oh yaudah, Sita istirahat yang banyak ya, semoga cepat sembuh"
Sita tidak menjawab perkataan terakhir Rio dan langsung mematikan teleponnya begitu saja. Sorot mata Sita langsung beralih kearah Ambar yang masih fokus menatap maha karya yang pernah dijualnya seharga 1000 kepada Sita demi membeli sebungkus beng-beng waktu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AmbarSita : The beginning of love [TAMAT]
Fiksi RemajaKatanya 'Cinta itu gila' dan sialnya Sita salah satu orang yang terkena kegilaan dari cinta tersebut. Banyak dari teman-temannya yang tidak percaya seorang gadis seperti Sita yang terkenal cantik, pendiam, pemalu, pintar, dan tidak suka jadi pusat p...