~IM NOT FINE~
'Fikiranku berkata tidak, hatiku berkata iya.'-Devan Pratama.
Happy Reading~
**********
"Kenapa? Kenapa kakak melakukan itu? Sampai kapan kakak menutupi persaudaraan kita? Setidaknya, beritahu aku alasannya!" Teriak Syla seraya mengepalkan kedua tangannya, ia sudah tidak bisa menahan kekesalan yang sudah menumpuk di dalam hatinya.
"Apa?! Apa yang dia katakan?" Tanya Devan kepada dirinya sendiri, awalnya ia akan pergi karena hatinya sudah mengatakan ia harus pergi saja.
Nesya menghembuskan nafas panjang, kemudian ia kembali menghampiri Adiknya itu. Raut wajahnya terlihat marah dan juga kesal. Syla masih mengepalkan kedua tangannya, hatinya sakit, tapi ia baru melampiaskannya. Setelah sekian lama dirinya merasakan penderitaan.
"Kecilkan suaramu! Bagaimana jika ada yang mendengarnya?!" Tekan Nesya dengan kedua mata yang terlihat menajam.
"Aku tidak peduli, sungguh. Aku sudah muak dengan semua sandiwara ini, kak. Jadi, ayo hentikan semuanya." Ujar Syla dengan raut wajah putus asa.
"Tidak mau. Jika kau ingin berhenti, maka berhentilah. Tapi, jangan harap kau bisa melihatku lagi!" Ujar Nesya dengan nada penuh penekanan di setiap katanya.
Kedua bola mata Syla membulat.
"Apa maksud kakak?" Tanya Syla tidak mengerti.
"Aku akan bunuh diri, jika semua orang tahu bahwa kau adalah adikku." Ucap Nesya yang semakin menatap Syla tajam.
Syla membungkam mulutnya menggunakan sebelah tangannya. Ia benar-benar terkejut mendengar ucapan kakaknya. Nesya berbicara dengan nada pelan, tapi tentunya penuh penekanan dan penegasan.
'Hm. Sepertinya, iya. Kak Nesya memang sangat membenciku. Tapi, kenapa dia tidak pernah memberitahuku alasannya? Kenapa?' Batin Syla tersenyum menyedihkan.
"Ayo, kita ke ruang guru. Sekarang. Dan, Ayo kita bersandiwara lagi." Ajak Nesya seraya menarik tangan Syla yang masih tidak percaya dengan apa yang di dengarnya.
Syla tersenyum tipis. Hidupnya memang seperti ini. Setiap hari, dirinya harus bersandiwara di depan semua orang. Ia harus terlihat baik-baik saja, padahal hatinya tidak pernah baik-baik saja. Apa yang harus dirinya lakukan? Syla juga ingin bahagia, sungguh.
************
'Jadi, Nesya dan Syla itu memang saudara. Satu ayah, dan juga satu ibu. Tapi, kenapa tadi mereka malah berbohong di depan semua orang? Kenapa? Ah. Sungguh membingungkan.' Batin Devan dengan nada kesal.
"Dev! Kau tidur?" Tanya Bobby seraya mengguncangkan tubuh Devan yang tengah bersandar di kursi kantin.
"Tidak." Balas Devan tanpa membuka kedua matanya. Kedua tangannya juga di lipatkan di depan dada.
"Terus kenapa kau terus menutup mata?" Tanya Bobby seraya mengunyah makan siangnya.
"Kau diam saja. Habiskan makan siangmu itu." Ketus Devan seraya menghela nafas kasar.
Bobby memutar kedua bola matanya malas. Sifat temannya itu memang sulit di tebak, kadang baik, kadang juga galak. Tapi, herannya banyak yang menyukai Devan. Mungkin dari segi ketampanan dan kepintaran. Dari sifat, pasti semua orang tidak menyukainya.
"Oh, iya. Tadi kau pergi kemana?" Tanya Bobby kepada Devan yang langsung berdecak dan membuka kedua matanya.
"Sudah kubilang diam." Suruh Devan dengan nada penuh penegasan.
"Kenapa? Kau punya masalah hari ini?" Tamya Bobby yang sudah seperti ibu bagi Devan dan juga laki-laki yang tengah berada di rumah sakit.
"Tidak." Ucap Devan dengan nada ketus.
Bobby menggeleng-gelengkan kepalanya, seraya menghela nafas pelan.
"Kau mau kemana lagi?" Tanya Bobby dengan raut wajah bingung melihat Devan yang tiba-tiba pergi meninggalkannya seorang diri. Tapi, pertanyaannya abaikan.
Bobby kembali menghela nafas pelan.
"Sepertinya, aku harus menyuruhnya cepat kembali ke sekolah." Gumam Bobby seraya melanjutkan makan siangnya.
Devan tengah membeli minuman di kantin yang berada di dekat halaman belakang sekolah. Kantin ini seperti supermarket, tempatnya juga tidak seluas kantin tadi. Banyak murid perempuan yang tengah membeli cemilan di sini, murid laki-laki juga sedang membeli minuman kaleng.
'Apa? Tadi mereka berdua terlihat bertengkar, tapi kenapa sekarang mereka terlihat akrab? Apa itu cuma sandiwara? Ah, mereka berdua membuat kepalaku pusing saja.' Batin Devan yang semakin kesal.
Devan memilih untuk segera membeli minuman dan makanan kesukaannya, lalu keluar dari kantin ini. Ia menyesal sudah mengikuti apa kata hati. Sebenarnya, Devan juga tidak ingin mengikuti Syla dan Nesya. Tapi hatinya mengatakan, bahwa dirinya harus pergi. Alhasil, ia mendengar fakta yang sangat mengejutkan.
"Permisi. Aku sudah memilihnya lebih awal." Ucap Devan kepada Syla yang hendak mengambil Snack kesukaannya.
"Oh, ya. Maaf." Ucap Syla tersenyum ramah kepada Devan yang terpesona akan kecantikan Syla dari dekat.
"Hmm. " Devan berdehem, ia segera sadar lalu membayar minumannya tanpa mengambil Snack kesukaannya. Mungkin terlalu cepat ingin keluar dari kantin ini, ralat, berjauhan dengan Syla membuat jantungnya terus berdetak dengan cepat.
Syla heran melihat laki-laki yang tidak ia kenal. Gadis cantik itu memegang Snack kesukaannya, tapi tinggal satu. Dan itu milik laki-laki itu. Meski di belum di bayar oleh Devan, Syla berfikir mungkin dia akan kembali lagi. Pada akhirnya ia membelinya lantaran Devan tidak kunjung kembali.
*************
"Kau darimana saja, hah?" Tanya Bobby dengan nada kesal.
"Sudah kubilang diam." Ujar Devan seraya membuka minuman kalengnya.
"Kau itu kenapa sih hari ini? Kenapa melampiaskannya kepadaku?" Tanya Bobby benar-benar kesal kepada temannya itu.
"Devan! Kau mengabaikan pertanyaanku lagi?" Tanya Bobby kepada Devan yang terus berjalan meninggalkannya.
Devan mengidikan bahunya acuh. Tiba-tiba kaleng yang tengah ia pegang, jatuh kelantai. Beserta minumannya yang baru ia minum setengah. Jantungnya kembali berdetak dengan cepat. Melihat gadis yang baru pertama kali membuatnya seperti ini.
"Akhirnya aku menemukanmu. Kenapa kamu pergi tanpa membawa Snack ini?"
***************
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M NOT FINE (TAMAT)
Teen Fiction-Maaf penulisannya masih acak-acakan. Akan direvisi nanti :) ***** Namanya Syla Aulia, gadis berusia tujuh belas tahun yang harus menerima kenyataan pahit. Dua saudaranya membencinya tanpa mengatakan alasan kepadanya. Memang benar adanya, takdir keh...