Menjadi Murid Baru

45 10 0
                                        

Bismillahirrahmanirrahim

Allahumma sholli'ala Sayyidina Muhammad wa'ala ali Sayyidina Muhammad.

Selamat membaca🤗

***

Tak ada orang yang menginginkan perpisahan, apalagi dengan orang yang dicintai. Namun, Allah menghendaki itu untuk menunjukkan seberapa tegar hamba-Nya dalam melewati masa sulit itu.

Setelah fase perpisahan itu tiba, seseorang hanya bisa merindu tanpa bisa mengobatinya dengan temu, dan berharap selalu dipertemukan lewat mimpi dan di kehidupan setelahnya kelak.

Faricha tidak bisa menahan air matanya yang kian menetes, menatap Nana yang menangis di samping jasad kedua orangtuanya yang sudah tak bernyawa.

Tadi pagi, saat dirinya baru sampai di sini, terdapat para tetangga berkumpul menjaga rumah ini agar tidak sepi. Salah satu dari mereka yang merupakan saksi mengatakan bahwa, Tia dan Fauzan meninggal setelah mereka kembali dari Jakarta menggunakan mobil, dan siang itu, Fauzan yang mengemudikan mobil, berusaha menghindari seorang anak kecil yang sedang menyeberang. Namun, setelah itu, mobil menabrak sebuah ruko yang berada di pinggir jalan.

Nana yang berada di kursi belakang berhasil di selamatkan dengan lecet di beberapa bagian tubuhnya, namun Fauzan dan Tia telah menghembuskan napas terakhir setelah beberapa menit berhasil dikeluarkan dari mobil.

Faricha menyingkir saat empat orang pria yang masih kerabatnya mendekat ke arah dua jenazah itu, dan membawanya ke tempat pemandian yang di pasang di depan rumah.

"Bang, Ayah dan Bunda ke mana?" tanya Faricha.

"Ikut mandiin jenazah."

"Lho? 'Kan ada Pak Lebe dan Bu Lebe."

"Iya, mereka yang mandiin, Ayah dan Bunda mangku jenazah doang."

Faricha mengangguk. Setelah itu, ia kembali fokus pada Nana yang masih menangis. Ia menepuk-nepuk bahunya yang bergetar.

"M-Mbak, B-Bapak dan Ibu." Nana menutup hidungnya menggunakan tissue, menahan ingusnya ke luar. Gadis itu sudah menangis sejak semalam—kata Mbah Putri memasuki rumah wanita tua itu.

"Orangtua kamu orang baik, Na. Makanya Allah ambil duluan." Tangan Faricha berpindah ke punggung gadis itu dan mengelusnya naik turun.

Faricha ikut mengambil tissue untuk dirinya. Ia menarik kepala sepupunya itu pelan, dan menyandarkannya di bahunya.

"T-tapi, Mbak. Aku belum memberikan mereka apa-apa, hiks hiks." Nana memalingkan wajahnya dan membenamkannya di bahu Faricha.

Tangan Faricha bergerak memeluk Nana, meskipun dengan agak aneh. Ia membiarkan bahunya basah oleh air mata sepupunya itu, dan merasakan getaran tubuh Nana yang sering kali bertambah.

Mereka melerai pelukan saat kedua jasad orangtua Nana sudah dimasukkan kembali ke rumah dengan balutan kain batik. Beberapa kerabatnya berdiri dan membawa kain batik, lalu menutup mayit dan orang yang dipanggil 'Lebe' yang akan memakaikan kain kafan—yang laki-laki menutupi laki-laki, dan yang perempuan menutupi yang perempuan.

Faricha ikut bangkit, namun ia hanya menonton sekejap, hanya sampai Tia diberi bedak dan beberapa bagian kepalanya di tutup dengan kapas. Setelah itu, ia pergi ke rumah Mbak Putri bersama dengan Nana.

FarichaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang