Pacar Faricha?

174 28 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim...

Allahumma sholli'ala sayyidina Muhammad wa'ala ali sayyidina Muhammad.

Happy reading😘

°°°

"Kita mau kemana, Bang?"

Pertanyaan itu telah melambung dari mulut Faricha delapan kali. Farikhin tersenyum, "Kan sudah Abang bilang, kemana kaki melangkah." Sementara Danish malah terkekeh pelan melihat kekesalan yang tampak dari raut wajah gadis itu.

"Jangan ketawa, tidak ada yang lucu!" Ucap Faricha judes pada Danish. "Iya iya, nggak ketawa, cuma ketawa dikiit," ucap Danish. "Sami mawon," ucap Faricha.

Farikhin menggandeng tangan adiknya, agar tak lari ketika melihat penjual cilok, atau cilot, apalagi cilor yang sedang mangkal di pinggir jalan. Kebiasaan Faricha yang sangat suka makanan tersebut, sampai-sampai membeli kebanyakan dan dimarahi Bundanya karena kekenyangan memakan makanan luar.

Kebingungan Faricha bertambah lagi ketika Farikhin menghentikan angkot, dan ia ikut naik. Faricha berada di samping Farikhin, dan Danish berhadapan dengan Farikhin. "Kok kita naik angkot, jauh ya tempatnya?" Tanya Faricha polos. Hal itu membuat Danish yang melihatnya merasa sangat gemas dan ingin sekali mencubit pipi tembam gadis itu, namun apa daya, pasti Faricha akan mengamuk bila seseorang bukan mahramnya menyentuhnya, dan berakhibat gadis itu beserta kakaknya bersikap dingin lagi padanya.

"Tidak jauh, Dek. Abang cuma kasihan sama kamu, nanti kaki kamu sakit kalau buat jalan terus," ucap Farikhin. Hal itu pernah terjadi sebelumnya, ketika Faricha masih menduduki kelas 9, dan waktu itu sehari sebelum kelulusan. Ia bersama Resti dan dua temannya yang lain jalan-jalan jauh, sehingga membuat kakinya sakit dan tidak dapat mengikuti pentas seni kelulusan waktu itu.

Lima menit kemudian, mereka sampai di pinggir jalan dekat rumah yang ukurannya hampir sama dengan kediaman keluarga Faricha, namun yang ini memiliki halaman yang dua kali lebih luas.

Di bagian pagar, tertancap sebuah papan nama bertuliskan 'Yayasan Panti Asuhan Ar-Rahman'.

"Kita ke Panti Asuhan?" Tanya Faricha. Ia bahkan tampak senang, dan ada binar kebahagiaan yang terpancar dari matanya.

"Nggak, ke Rumah Sakit Jiwa," jawab Danish, yang membuat Faricha mengerucutkan bibirnya.

"Eh, Bang. Masa kita nggak bawa apa-apa kesana?" Ucap Danish, sontak menghentikan langkah mereka. Farikhin menggaruk tekuknya yang tak gatal. "Sorry, gue lupa." Danish mengangguk.

Faricha tak heran mendengar Kakaknya menggunakan lo-gue waktu berbicara, karena ia pernah mendengar sebelumnya, waktu Kakaknya itu berbicara dengan teman sebayanya, atau siapa saja yang ia panggil dengan panggilan 'Bro'.

"Ah, kita beli kue sama coklat di toko itu saja." Farikhin menunjuk toko yang berada di seberang jalan. Danish mengangguk, sementara Faricha hanya diam. Ia merasa trauma dengan kegiatan yang berhubungan dengan menyebrang jalan raya, wajahnya menjadi pucat dan tangannya basah karena ketakutan.

Farikhin menggandeng tangan adiknya, dan merasakan tangan Faricha basah. "Kamu kenapa, Dek?" Faricha hanya menggeleng, lalu mengeratkan genggaman tangannya.

Mereka memasuki sebuah toko kue dan coklat. "Mas, kuenya yang itu lima ya, terus yang rasa keju lima, sama coklatnya dua pack." Faricha menoleh kearah Kakaknya. "Abang beli sebanyak itu punya uang dari mana?" Tanya Faricha. "Ada lah... ini halal kok."

FarichaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang