Hal Memalukan

64 11 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Allahumma sholli'ala Sayyidina Muhammad wa'ala ali Sayyidina Muhammad

Selamat membaca🤗

***

Para gadis baru saja keluar dari ruang ganti. Mereka menganti seragam basket mereka dengan seragam olahraga sekolah. Berjalan bergerombol menuju ke tenda transit, mereka berbincang asik, bahkan ada yang mengutarakan kekaguman terhadap siswa laki-laki sekolah lain yang berwajah tampan yang mereka temui. Bahkan di antara mereka ada yang memekik kesenangan karena disapa meskipun sebatas, "Hai." Namun ekstra senyuman.

Faricha yang melihat kelakuan temannya hanya menggelengkan kepala seraya tersenyum geli.

Ia menoleh ke arah Deva yang berjalan di antara dirinya dan Indana—mereka berjalan beriringan. "Setelah ini kita langsung pulang atau apa?" tanya Faricha kepada Deva, tangan gadis itu memeluk tasnya yang berisi seragam yang ia kenakan tadi.

"Nggak tau, sih. Biasanya kalau sudah sore seperti ini, bakalan langsung pulang," sahut Deva.

Indana hanya diam seraya melihat siswa sekolah lain yang berlalu lalang, mereka terlihat cantik dan ganteng, pasti mereka sangat terawat, pikirnya.

Mereka sampai di tenda transit yang berada di belakang panggung. Di dalam, sudah banyak anak laki-laki teman mereka yang bersenda gurau tanpa mengganti seragam.

"Assalamu'alaikum," salam mereka bersamaan.

"Wa'alaikumsalam."

"Dari mana, Ukhty?" tanya Olan.

"Lo nanya ke siapa?" tanya Juli bingung.

"Ke kalian lah, ukhty 'kan artinya saudara perempuan," sahut Olan malas yang dibalas 'oh' panjang oleh Sarah.

"Baru ganti," balas Vanessa.

Olan hanya membulatkan bibirnya, lalu kembali fokus dengan teman-teman sejenisnya. Setelah itu, Pak Nendra memasuki tenda transit dengan wajah puasnya. Wajahnya terlihat memancarkan binar kebahagiaan.

"Bapak sangat bangga kepada kalian. Alhamdulillah, tahun ini tim basket keduanya juara. Kalian luar biasa." Senyum pria paruh baya itu tidak juga luntur.

"Alhamdulillah," ujar mereka bersamaan.

"Ini juga karena Bapak, Bapak juga luar biasa," ucap Dhani memuji, membuat Pak Nendra memicingkan matanya, meragukan ketulusan pujian anak didiknya itu.

"Saya muji Bapak dari hati loh, Pak. Nggak boleh suudzon," tambah laki-laki itu setelah melihat raut wajah guru olahraganya yang mudah terbaca.

"Perbuatan baik itu jangan dipamerkan, tidak perlu diperjelas, nanti pahalanya berkurang," sangkal Pak Nendra, membuat Dhani mendengkus pelan.

"Bapak hari ini kayak nggak suka banget sama saya."

"Tidak boleh suudzon, Dhani," ucap Pak Nendra membalikkan ucapan Dhani tadi.

Mereka tidak tertawa, hanya tersenyum menahan tawa melihat Dhani yang terdzolimi hari ini.

"Iya-iya, saya bangga sama kamu, kamu memberikan skor unggul pada tim yang kamu pimpin hari ini. Tingkatkan, Dhan." Pak Nendra menepuk bahu Dhani pelan, membuat laki-laki mendongak, lalu mengangguk.

FarichaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang