Acara Minggu

182 30 1
                                    

Bismillahirrahmanirrahim...

Allahumma sholli'ala sayyidina Muhammad.

Happy reading cah😋

~~~<>~~~

Hari Minggu yang baik. Udara segar, tidak terlalu terik, dan tidak hujan. Hal itu membuat kebanyakan orang lebih suka bergelung di balik selimutnya, karena mereka yakin bahwa Minggu adalah hari tanpa kegiatan.

Padahal tidak, hari Minggu adalah hari seribu kegiatan--terutama bagi anak perempuan. Faricha telah selesai menyiram bunga di pekarangan rumahnya. Ia jadi teringat kejadian beberapa waktu yang lalu, disaat ia menyiram bunga di sore hari, dan mengenai seseorang yang ternyata Danish. Peristiwa itu adalah pertama kali ia bertemu dengan laki-laki itu setelah kelas 8 dulu. Laki-laki yang sebelumnya sangat membencinya, kini menjadi temannya--yang tetap dalam batasan.

"Adikku rajin sekali pagi ini." Farikhin berkacak pinggang di ambang pintu dengan pakaian kaos, dan celana kolor panjang, tak lupa topi putih dan sapu tangan bertengger di kepala dan lehernya.

"Iya dong. Tidak kayak Abang yang jam segini baru nongol." Faricha melangkah untuk mematikan keran air. "Ya, biar kamu bersih-bersih dulu. Kalau gini kan enak, halaman sudah bersih, bunga udah disiram, yang kurang cuma ranting pohon yang kebanyakan. Biar nanti Abang kurangi," ucap Farikhin.

"Alah... bilang saja, Abang abis subuhan tidur lagi kan?" Tanya Faricha dengan senyum mengejek.
"Tidur dipagi hari itu menyebabkan kemelaratan loh, Bang. Menghambat rezeki," ucap Faricha sok menasihati, sementara Farikhin hanya mendengus.

"Lagian ya, Bang. Buat apa sih dipangkas? Kan semakin banyak daun semakin banyak oksigen, kan tempat fotosintesis di daun."

"Kan Allah itu indah dan mencintai keindahan, jadi kita sebagai makhluknya juga harus begitu," ucap Farikhin. Faricha memutarkan bola matanya. "Pohon harus indah, Abang juga dong. Tuh, rambutnya dipangkas biar rapi dan indah, biar ukhty-ukhty tidak pada ilfiel sama Abang yang rambutnya mulai gondrong ini," ucap Faricha.

"Jadi... rambut yang bagus itu gimana menurutmu?" Tanya Farikhin sembari menaikkan alis kanannya. "Ehm... yang kayak... kayak anak paskibra itu lho, bagus tau."

"Yang kaya kopral?" Faricha mengangguk semangat, sembari berdo'a agar kakaknya itu mau menuruti kemauannya dengan memotong rambutnya seperti yang ia inginkan.

"Emang kalau anak rambutnya kayak gitu, kesannya gimana menurutmu?" Tanya Farikhin. "Ehm... kan keliatan gagah, berwibawa, ganteng, ah... aku tidak bisa nyebutin lebih banyak lagi."

Farikhin tersenyum penuh arti. "Nanti biar Abang nyuruh Danish buat potongan kayak gitu," ucap Farikhin. Faricha pun langsung memukul-mukul tubuh Farikhin, dan malah membuat Farikhin terkikik geli karena pukulan Faricha.

°°°

Keringat telah membasahi pelipis dan sekujur tubuhnya. Botol air mineralnya pun sudah kosong sedari tadi. Faricha memang suka membawa air minum dengan botol yang bisa diisi ulang, dan diisi dengan air galon yang ada di rumahnya.

"Sudah ya, Bang. Aku sudah capek banget." Faricha telah ngos-ngosan. Kaos lengan panjangnya telah basah, untunglah ia memakai kaos berwarna biru dongker, sehingga tidak tembus pandang ketika basah.

FarichaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang