You Are The Real Best Friends

66 12 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Allahumma sholli'ala sayyidina muhammad wa'ala ali sayyidina muhammad.

Selamat membaca😊

°°°

Faricha berlari menyusuri jalan. Ia terlalu malu untuk kembali menebeng bersama mobil laki-laki itu. Ia menghentikan angkot setelah merasa kakinya cukup kelelahan dan pegal. Ia masuk dan duduk di dekat pojok.

"Kalau gue boleh memilih untuk hati gue, pastinya gue nggak bakalan milih lo, Far. Tapi ... itu semua terjadi diluar kemampuan gue, gue bisa apa?"

Kalimat Dhani yang satu itu tiba-tiba muncul di kepala Faricha, membuatnya merasa aneh. Ada sesuatu yang meletup-letup di diafragmanya.

"Dek, sakit ya? Itu mukanya sampai merah banget," ucap seorang wanita yang duduk di depan Faricha.

"Masa sih?" batinnya tidak percaya.

Lantas ia merogoh saku gamisnya, lalu membuka aplikasi kamera dan mematikan efek percantik.

Di sana, ia melihat wajahnya yang sudah memerah, terutama di pipi dan dahinya.

"Astagfirullahal'adzim …" lirihnya.

Tidak! Ini tidak boleh terjadi, Faricha tidak ingin hal itu terjadi.

"Kiri, Pak!" pintanya ketika gang untuk ke rumahnya sudah terlihat.

Angkot itu terhenti, beberapa orang turun dengan tertib, lalu membayar kepada sopir angkot tersebut.

"Dek, uangnya kegedean. Nggak ada uang kecil?" tanya sopir tersebut.

Faricha menggeleng. Itu adalah uang yang akan ia gunakan untuk membeli sepatu. Tadi pagi, ia sudah berencana untuk mengajak Indana untuk membeli sepatu di salah satu toko yang cukup dekat dengan panti asuhan, namun karena Indana tidak pulang bersamanya, Faricha memilih mengurungkan saja.

"Tidak ada, Pak."

"Pakai uang saya saja, Dek," ucap seorang pria paruh baya yang berdiri di belakang Faricha-menunggu antrian untuk membayar angkot.

Pria itu mengulurkan uang berwarna ungu kepada sopir angkot itu.

"Mas, ini sama Adek ini," ucapnya seraya menunjuk Faricha yang terdiam seraya melihat sopir dan orang tersebut bingung.

"Iya, Pak. Terima kasih." Pria paruh baya itu mengangguk, lalu pergi.

"Nih, Dek. Uangnya." Sopir angkot itu mengembalikan uang merah milik Faricha yang diterima oleh gadis itu.

Faricha teringat sesuatu, ia belum berterima kasih pada orang tadi. Dengan cepat ia berlari mengejar kemana pria tadi, sepertinya memasuki gang yang sama dengan arahnya pulang.

"Pak!" teriaknya ketika melihat punggung lebar pria itu yang tidak jauh.

Pria itu membalikkan tubuhnya, melihat Faricha dengan dahi berkerut.

"Ada apa lagi, Dek?"

Faricha merogoh sakunya, mencari uang yang lebih kecil dari yang tadi.

FarichaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang