Kapan Nutup Aurat?

177 26 2
                                        

Bismillahirrahmanirrahim...

Allahumma sholli'ala sayyidina muhammad wa'ala ali sayyidina muhammad.

°°°

Kebahagiaan tidak diukur dari seberapa banyak materi yang kita punya, melainkan dari seberapa besar hati kita, seberapa banyak syukur kita, dan seberapa ikhlas kita menjalaninya.

°°°

"Mau nggak gue ajarin main basket, Far?"

Sekarang, disinilah Faricha. Di lahan luas dengan pijakan paving dan tanpa atap, membuat suhu lebih panas di bandingkan di lapangan upacara. Faricha telah siap memegang bola basket di tangannya, sementara teman-temannya hanya menyemangatinya dari tribun.

Faricha menatap aneh orang di depannya. 'Ada apa sih, sampai-sampai dia niat mau ngajarin aku basket, padahal aku tidak minat?'

"Sekarang lo latihan dribling dulu, dari sana sampai sana," ucap laki-laki itu sembari menunjuk ujung utara dan ujung selatan bergantian. Faricha melongo. 'Ini sih mau buat aku kepanasan.'

Faricha mendrible bola dari tempat yang ditentukan laki-laki itu. Ia mendrible bola sambil berjalan cepat, bukan lari ya. "Di tengah-tengah, lo harus pivot!" Faricha melambat, ia melakukan pivot, namun belum benar.

"Lo bisa pivot nggak sih? Kalo pivot ya, kaki yang boleh muter cuma satu, satunya cuma boleh jadi tumpuan," ucap laki-laki itu, lalu mengambil alih bola dari Faricha. "Gini nih caranya." Ia mendrible bola dari ujung utara, lalu berlari kecil menuju kearah selatan, saat di tengah-tengah, laki-laki itu melakukan pivot dengan baik, dan melangkah lagi menuju kearah ring, lalu memasukkan bola dengan satu tangan yang sukses masuk.

Faricha terperangah kagum melihatnya. 'Keren.' Lalu, ia menggeleng, 'Keren dari mananya, orang dari tadi marah-marah mulu.'

"Gimana, udah faham?" Faricha mengangguk pelan, lalu mengambil alih bola. Ia melakukannya dari awal, mulai dari mendrible bola dari pojok utara, melakukan pivot di tengah-tengah, lalu melangkah lagi, lalu melempar bola ke ring, namun meleset.

"Makanya, tumbuh tuh ke atas, nggak ke bawah." Faricha menatap aneh laki-laki itu. "Yang ke bawah namanya jatuh, yang keatas itu namanya terbang," ucap Faricha ketus. Lalu melempar bola sembarang, hingga mengenai pembatas lapangan, dan melambung mengenai kepala laki-laki itu.

"Aduh!" Ringisnya. Faricha membalikkan tubuhnya, melihat laki-laki itu mengelus kepalanya. Ia tersenyum dalam hati. 'Syukurin!' Lalu melangkah cepat menuju tempat dimana tasnya berada.

"Woi, Far! Jangan balik dulu, kita belum selesai!" Teriak laki-laki itu. Beberapa anak di tribun bersuit mendengar teriakan laki-laki itu.

"Ciee, apanya yang belum selesai sama Faricha?" Tanya Ghoni yang baru saja memasuki area lapangan basket. "Ah, bukan apa-apa." Lalu, laki-laki menggeram kesal, lalu merogoh sakunya, mencari benda persegi panjang. Setelah itu mengetik pesan.

Kalo lo nggak balik dalam satu menit, akan ada balasannya.

Send!

Sementara Faricha sudah menjauh, tak sama sekali mengindahkan laki-laki putra kepala sekolahnya itu berteriak padanya. Ia melangkah pela ketika akan menyeberang yang dibantu oleh satpam sekolah.

°°°

Sore yang tak seperti biasanya. Entah karena apa, udara sore ini memiliki tekanan yang sangat rendah dibandingkan sore-sore biasanya. Faricha masih menyiram tanamannya, sembari memainkan air, padahal membuang-buang air dengan percuma itu sangat tidak baik. Kan diluaran sana masih banyak orang yang kesulitan mendapatkan air bersih, apalagi dipenghujung kemarau seperti ini.

FarichaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang