Ada Niat

43 12 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Allahumma sholli'ala Sayyidina Muhammad wa'ala ali Sayyidina Muhammad.

Selamat membaca🤗

°°°

Menjadi siswa baru, adalah tantangan tersendiri bagi Faricha, di mana dirinya yang sulit menyesuaikan diri, dipaksa untuk merasakan yang namanya 'betah' dalam hal tersebut.

Menghela napas panjang, sejak pertama kali memasuki SMA ini, memang terlalu banyak hal baru yang belum pernah ia terima sebelumnya. Mereka sering kali menggunakan bahasa Jawa di depan Faricha yang belum lancar menggunakan bahasa itu, dan ketika berbicara dengan guru mata pelajaran itu pun, harus menggunakan bahasa Jawa yang halus.

Namun, sebagian besar dari mereka tak mempermasalahkan logat Faricha yang berbeda.

"Wah, Faricha sekarang sekolah di sini?" ujar Nawang ketika Faricha, Nana, dan Nawang berada di halte bus.

Faricha mengangguk pelan, lalu tersenyum kecil. "Iya, Mbak."

Nawang mengeluarkan ponsel pintarnya, lalu memberikannya kepada Faricha. "Cha, minta nomor WhatsApp, dong."

"Ehm, Mbak, aku lagi enggak pakai handphone," sahut Faricha tak enak.

"Lho? Kenapa?"

"Rusak waktu itu, Naw. Jatuh di lantai, Mbak Faricha-nya belum bisa ambil karena ada banyak tamu, eh hape Mbak Faricha malah diinjak sama tamu. Remuk, deh," jelas Nana, lalu menoleh ke arah Faricha, dan memandang sepupunya itu tidak enak, sudah repot-repot pindah ke Semarang, eh alat komunikasi sama semua orang malah rusak.

"Oh, gitu." Nawang menarik tangannya, lalu memasukkan ponsel pintarnya ke dalam saku. "Kalau udah dibelikan lagi, bilang-bilang, ya?"

Faricha hanya mengangguk. Detik setelahnya, bus trans datang. Mereka langsung masuk dan memilih duduk, selagi ada kursi kosong, dan belum ada orang tua yang masuk.

°°°

"Dek?"

"Hm?"

Faricha mengalihkan pandangannya dari Tirta yang tertidur pulas di kasur berukuran kecil, ke arah sang ayah yang berdiri di belakangnya.

"Ada apa, Yah?"

"Handphone kamu sudah tidak bisa diperbaiki, jadi, Ayah belikan yang baru," ujar Furqon.

"Tapi di rumah Mbah Putri, Ayah belikan kartunya juga," lanjutnya.

"Loh, kartuku yang ada di handphone sebelumnya, 'kan masih ada, waktu itu kuotanya masih banyak juga."

"Enggak ada pas Ayah periksa."

"Masa?"

"Iya, 'kan waktu Ayah kembali lagi ke tempat servis handphone, kata si Masnya, yang biasa servis handphone lagi pulang kampung, dan katanya kalau handphone kamu diperbaiki, malah harganya sama seperti beli handphone second."

Nana datang dari belakang karena ia baru saja dari kamar mandi, lalu mendudukkan diri di sini ranjang Tirta dengan pelan agar tidak mengganggu tidur sang adik.

FarichaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang