Lolos (2)

70 11 1
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Allahumma sholli'ala sayyidina muhammad wa'ala ali sayyidina muhammad.

Maaf kalau cerita ini makin ga nyambung, dan maaf kalo tiba-tiba aku mempercepat alurnya, soalnya ini cerita sudah terlewat bertele-tele, sampai2 sudah part segini banyak dan belum sampai konflik.

Selamat membaca😊

°°°

Hari berlalu dengan cepatnya. Bumi terasa berjalan lebih cepat. Beberapa hari ini, yang gadis berusia 15 tahun itu lakukan selain bersekolah adalah bermain basket. Deva dan yang lain selalu semangat bermain bersamanya setiap pulang sekolah di lapangan indoor sekolah, karena belakangan ini, hujan sering kali mengguyur kota tanpa kenal waktu.

Faricha jarang berinteraksi langsung dengan Dhani, karena ia yang menghindarinya. Ia masih cukup malu karena laki-laki itu yang mendapatinya dalam keadaan-errrr-memalukan. Namun, hal itu cukup dinikmati oleh Dhani yang sudah memiliki niat baik, move on.

Sore ini, tepat setelah pulang sekolah dan melaksanakan sholat ashar berjamaah di mushola sekolah, beberapa siswa menunggu giliran mereka. Masing-masing siswa akan dipanggil dan melaksanakan seluruh perintah Pak Nendra. Tak bisa dipungkiri, Faricha merasa gugup karenanya. Ini pertama kalinya dirinya akan mempraktikan apa yang telah ia pelajari beberapa bulan ini, dan ditonton oleh seluruh siswa yang mengikuti ekskul basket.

Gadis itu belum bisa membayangkan, bagaimana nantinya jika dirinya lolos dan diikutkan lomba Pekan Olahraga dan Seni yang diadakan setiap tahunnya, dan ditonton oleh seluruh SMA swasta se-kabupaten.

Ia menengok sekilas ke arah para laki-laki yang mendudukkan diri dengan santai di kursi tribun, sesekali bertepuk tangan setelah seseorang selesai seleksi. Mereka bukan seperti anak perempuan, yang banyak berkomentar ini-itu, hanya mengamati, sesekali mengangguk lemah.

Mata gadis itu bertubrukan dengan mata laki-laki yang dihindarinya. Terdapat tatapan penuh pengharapan darinya, membuat Faricha langsung membuang muka ke arah lain dan sok mengikat tali sepatunya-dengan melepasnya dan mengikatnya lagi. Ia tidak suka orang melihatnya seperti itu, karena ia takut mendatangkan kekecewaan atas harapan yang mereka berikan.

"Cha, dipanggil tuh," ujar Indana seraya menyenggol lengan Faricha pelan.

"Hah? Eh, iya," sahut Faricha gelagapan.

Ia menyempatkan untuk mengusap sepatu bagian depannya, baru setelah itu bangkit dan berjalan menuju tengah lapangan. Ia terlalu gugup, bahkan saat mengambil bola, tangannya sudah berkeringat.

Ia mengelapkannya ke bagian samping celananya, lalu memulai apa saja yang ia pelajari. Sementara Pak Nendra dan asisten dadakannya, Bilman, memperhatikan setiap gerakan yang gadis itu lakukan.

Dari kejauhan, Dhani hanya bisa tersenyum tipis. Ia memutar memori, saat awal-awal mereka berdua melakukan latihan, Faricha yang suka protes dan ia yang sering kali memaksa. Memorinya buyar ketika mendengar suara teriakan di sampingnya.

"Semangat, Cha!"

Itu teriakan dari mulut Faris. Teman-temannya yang lain menyoraki Faris dan Faricha, sesekali mereka bersiul. Dhani hanya mendengkus pelan, mencoba bersikap tak acuh dengan apa yang baru saja terjadi.

FarichaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang