Kelulusan (End)

68 14 4
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Allahumma sholli'ala Sayyidina Muhammad wa'ala ali Sayyidina Muhammad.

Selamat membaca🤗

°°°

Seorang laki-laki menghela napas pendek, lalu melangkahkan diri menuju ke arah teman-temannya yang tengah menghapus rindu dengan gadis berhijab yang baru saja kembali setelah setahun pergi dari mereka. Langkah laki-laki itu mampu membuat mereka mengalihkan perhatian ke arahnya, padahal Dhani telah meminimalkan suara sepatunya.

Melihat gadis itu yang kini tersenyum ke arahnya, membuat Dhani sedikit gugup. Dari mata gadis itu, seperti menyiratkan kata, "Are you ready?" Seperti janji mereka waktu itu.

Dhani menarik ujung bibirnya, seakan membalas, "Yes, I am!"

"Apa kabar?" tanya Dhani berbasa-basi.

Gadis yang ditanya pun membalas, "Alhamdulillah, seperti yang kamu lihat."

Laki-laki itu terkekeh kecil melihat pipi Faricha yang kotor karena tanah.

"Pipi lo ...." Dhani menunjuk wajah gadis itu. "Kotor."

Faricha refleks memegang pipinya. Bukannya menjadi bersih malah semakin kotor karena tangan Faricha yang terkena tanah. Dengan cepat, Faricha berlalu untuk membasuh wajah dan tangannya sampai bersih. Setelah itu, teman-temannya mengajaknya untuk ikut ke rumah Dhani.

Mereka saling bercerita. Kebanyakan Silva yang menceritakan keadaan mereka setelah Faricha pergi, tetapi itu langsung diperingatkan oleh Zulfikar yang melihat raut bersalah Faricha. Mereka berganti topik, tentang Dhani yang tahun ini kembali membawa pulang piala setelah mewakili sekolah sebagai salah satu pemain basket se-Jawa Barat.

Faricha ikut senang mendengarnya. Mereka juga sedikit menyinggung tentang Silva yang telah putus dari Ghoni beberapa hari sebelum ujian kenaikan kelas berlangsung. Namun, dua remaja itu tetap memutuskan berteman seperti biasa.

Faricha tersenyum. "Aku salut sama kalian. Biasanya, 'kan, kalau sudah mantan itu suka benci-benci gitu, sama ya ... pasti ada yang galau karena diputusin."

"Ya ... mantan 'kan, seseorang yang pernah jadi spesial. Tapi, gue sama Silva udah fix, kok. Kita putus bukan karena saling menyakiti, cuma pengen melepaskan ikatan yang enggak halal ini. Lagian, kita juga nyaman jadi teman," ujar Ghoni.

"Yo'i."

"Jadi ... teman cinta, nih?" goda Faricha mengingat ucapan teman-temannya perihal orang yang sama-sama suka, tetapi dalam hubungan pertemanan.

"Nggak juga," enak Silva.

"Hem, kita suka, ya, suka. Tapi, sebatas teman. Maka kayak kalian semua," timpal Ghoni menyetujui ucapan Silva.

Faricha sontak melihat ke arah Dhani. Laki-laki itu ternyata juga melihat ke arahnya. Menurut Dhani, Faricha seakan mengatakan bahwa, mereka juga memang seperti itu.

Mereka kembali bercerita banyak hal seraya menikmati makanan yang disuguhkan oleh Dhani. Tentu saja, yang paling banyak menghabiskan adalah Romi dan Olan.

Faricha tersenyum lebar, menatap teman-temannya yang kini berada di sekitarnya dalam keadaan baik-baik saja. Ia lebih senang lagi, melihat perubahan mereka yang kini telah lebih baik. Memang benar, ya, kata orang bahwa, people changed everyday. Tinggal ke mana arah perubahan mereka. Ke yang lebih baik, 'kan? Atau ke yang lebih buruk.

Faricha bahkan kini merasa bukan apa-apa dibandingkan dengan Indana yang sholeha, Zulfikar yang kalem, Danish yang asyik, dan mereka semua. Dan semua itu tidak pernah luput dari kuasa Allah Yang Maha Kuasa.

FarichaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang