Faricha menuju ke kelas Deva yang terletak lebih dekat dengan jalan keluar sekolah. Kakinya mengayun lebih cepat tatkala melihat gadis berambut se punggung yang tengah menenteng tas punggung warna abu-abunya dan tersenyum ke arah Faricha.
"Mau pulang dulu apa langsung?" Tanya Faricha ketika ia tepat di hadapan Deva. "Pulang dulu lah. Sholat ashar, lalu kita berangkat," ucap Deva dengan sedikit bersemangat. Faricha mengangguk dengan ekspresi datarnya.
Faricha berjalan keluar terlebih dahulu, namun bahunya dipegang oleh Deva. Faricha pun membalikkan tubuhnya, "ada apa lagi?" Deva menyimpan tangannya, "nanti aku jemput, Cha." Faricha mengangguk, lalu melenggang meninggalkan Deva setelah ia mengucapkan salam.
"Dateng nggak ngucapin salam, perginya ngucapin. Faricha Faricha," ucap Deva sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
***
Pukul 15.45, Faricha sudah siap mengenakan pakaian syar'inya. Ia keluar rumah dan duduk di teras untuk menunggu Deva yang akan menjemputnya.
"Cha, kamu mau kemana?" Tanya Ibu Faricha yang sehabis dari warung. "Diajakin Deva, Nda," ucap Faricha dan mendekat kearah ibunya dan mengecup punggung tangannya. "Manggilnya jangan Deva, manggilnya 'Mbak Deva', diakan lebih tua dari kamu," ucap Ibu Faricha sambil menekankan panggilan yang seharusnya Faricha berikan pada Deva. Faricha tak menjawab apapun.
Motor matic Deva telah sampai di depan rumah yang ditinggali Faricha, lalu memanggil Faricha. "Oh, udah dicalling, Nda. Faricha berangkat dulu. Assalamualaikum," ucap Faricha lalu mengecup punggung tangan ibunya kemudian menuju kearah Deva.
Deva memberikan helm kepada Faricha dan Faricha memakainya. Lalu motor matic itu melaju ketempat dimana pameran itu diselenggarakan.
***
"Yang ini keren banget ya, Cha?" Ucap Deva sambil menunjuk lukisan beberapa kuda yang sedang melaju dilapangan. Faricha hanya mengangguk. Deva memotret lukisan tersebut dengan kamera dslr dengan tali yang dikalungkan di leher Deva.
Mereka melihat-lihat lukisan-lukisan disini. Di ruang ini memang hanya ada lukisan. Barang-barang yang dipamerkan tersusun sesuai dengan jenis-jenisnya di setiap ruang.
Faricha sebenarnya juga tidak terlalu berantusias dengan hal-hal yang berhubungan dengan materi sekolah yang mengajarkan tentang seni ini. Ketidak sukaannya juga beralasan, dari SMP, yang membuat ia tak suka adalah gurunya yang sangat sering tidak masuk dalam pelajaran, dan gurunya bersifat ganjen (karena gurunya suka menggoda siswa yang perempuan, terlebih lagi yang cantik, ataupun yang memel).
Dan saat SMA ini, guru seni budaya yang mengajar Faricha juga sering tidak masuk, malah lebih sering guru SMAnya yang tidak masuk ketimbang guru SMPnya. Dan yang paling Faricha tidak suka, pengajarannya yang suka melenceng kemana-mana hingga kadang sering curhat tentang hal-hal yang seharusnya belum Faricha mengerti.
Mata Faricha terbelalak ketika melihat gambar lukisan hewan yang dikatakan najis. Ia teringat pelajaran agama yang mengatakan bahwa, 'Malaikat tak akan masuk ke sebuah bangunan yang terdapat patung ataupun lukisan hewan najis'.
Lah ini...
Faricha langsung berpindah ke ruangan yang terdapat banyak sekali karya batik tulis anak SMU yang di pamerkan di tempat ini.
Ia melihat-lihat batik dengan corak yang beragam. Kebanyakan memiliki motif geometris, yaitu motif batik yang berbentuk makhluk hidup.

KAMU SEDANG MEMBACA
Faricha
Fiksi Remaja(Tamat) Belum revisi Faricha Lutfia Izza, seorang gadis yang cuek. Semua yang membencinya berbalik menjadi temannya setelah mereka menyakitinya. Semua orang yang abai padanya, menjadi temannya setelah ia berubah menjadi lebih baik. Dia, Faricha...