Bismillahirrahmanirrahim...
Allahumma sholli'ala sayyidina muhammad wa'ala ali sayyidina muhammad.
°°°
Semua orang itu, punya kriteria baik, tergantung kategorinya.
°°°
Dhani beberapa kali mengucapkan beberapa kata, akan berjanji untuk menoyor kepala temannya itu berkali-kali, karena menghubunginya di waktu yang sangat tidak pas, dimana ia baru saja mulai bermain dengan gadis itu.
Bukan bermain yang lain, hanya basket. Temannya itu membuat gadis itu menyuruhnya agar menyudahi saja latihan untuk hari ini, juga karena sebenarnya gadis itu merasa risih karena disitu hanya ada mereka berdua.
Ah, kenapa ia sampai lupa dengan janjinya untuk ikut menongkrong di warung favoritnya itu? Dan paling ia sesali, kenapa ia sampai lupa men-daya matikan ponselnya, atau memode pesawat ponselnya?
Sepuluh menit ia menunggangi motornya, Dhani sampai di sebuah warung minimalis, dengan dinding kayu.
"Eh, Bro Dhani, sudah ditunggu Olan sama yang lain, Bro. Di dalam." Laki-laki berusia 40-an itu menunjuk ke dalam, menginformasikan bahwa teman-temannya ada di dalam sana, dengan kegiatan yang biasa mereka lakukan, merokok dan memakan jajanan warung.
Dhani mengangguk, lalu masuk bangunan kecil itu.
Setelah tubuhnya sepenuhnya memasuki ruangan tersebut, penciumannya langsung disuguhi dengan bau-bau asap rokok, serta pandangannya melihat asap rokok yang mengepul di udara dengan bebasnya.
Salah satu temannya tampak meletakkan rokoknya di asbak.
"Nih, kesukaan lo LA Marlboro, kan?" Vandi menyodorkan sebungkus rokok yang sudah beberapa batang diambil. Dhani pun menerimanya, namun tak meletakkan ke mulutnya, malah meletakkannya di lantai.
"Bang, mie instannya dua ya, dijadiin satu mangkuk, tanpa telur, kasih cabe yang banyak," ucap Dhani pada Yusup, atau biasa dipanggil Bang Ucup. Pria paruh baya itu langsung mengacungkan jempolnya, dan membuatkan pesanan Dhani.
"Tumben lo, Dhan. Nggak doyan rokok lagi lo?" Tanya Kamal, lalu mengambil satu batang rokok, dan menyalakannya dengan api. Asap pun terlihat di udara.
Dhani menggeleng. "Bukan, gue cuma lagi laper," jawab Dhani jujur. "Rokok nggak bikin kenyang," lanjutnya.
Olan yang sedari tadi diam, langsung menatap teman karibnya aneh. "Tapi, tumben lo makan mie instan pake cabe, lagi ayan ya lo?"
Dhani melemparkan kulit kuaci bekas mulut Faris. "Sembarangan lo kalo ngomong. Gue cuma mau nyoba aja, katanya pedes itu zat yang melukai lidah, dan memberikan sensasi nagih. Gue mau buktiin, senagih apa sih pedes itu, kira-kira, bisa nyaingin manisnya doi gue nggak sih?" Vandi mendekat kearah Dhani, lalu menyentuh keningnya.
"Lo nggak panas kok," ucapnya.
"Eh buset, Dhani udah kenal cewek coy. Kasih tau dong, dia kayak apa? Siapa tau, gue bisa bantu," ucap Faris, lalu kembali memakan kuaci yang masih banyak.
"Lo mah, bantu nikung yang ada," ucap Kamal. Lalu Faris terkekeh pelan. "Salah sendiri jelek." Dan itu membuat yang lain tertawa kencang.
"Maksud gue bukan itu, curut." Dhani menoyor kepala Faris. "Maksud gue ini," ucap Dhani sambil memegang bungkus rokok yang masih terisi beberapa. "Dia kan manis," ucapnya. Teman-temannya langsung menyetujuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faricha
Fiksi Remaja(Tamat) Belum revisi Faricha Lutfia Izza, seorang gadis yang cuek. Semua yang membencinya berbalik menjadi temannya setelah mereka menyakitinya. Semua orang yang abai padanya, menjadi temannya setelah ia berubah menjadi lebih baik. Dia, Faricha...