Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma sholli'ala sayyidina muhammad wa'ala ali sayyidina muhammad.
Selamat membaca😆
°°°
Kondisi sekolah tampak ramai, meskipun jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh waktu Indonesia Barat. Bahkan para guru sudah bercengkrama di depan ruang guru. Faricha yang melihatnya hanya tersenyum, terasa sangat menyenangkan bila melihat orang lain bahagia.
Setelah itu, Faricha, Resti dan Indana berpisah dengan Deva karena kelas mereka berbeda blok. Tak lupa, mereka saling melambaikan tangan dan berjanji akan pulang bersama.
Ketiga gadis itu meneruskan jalannya menuju kelas, semua terlihat normal, kecuali ketika netra mereka mendapati Danish dan beberapa siswa laki-laki yang mengenakan seragam futsalnya pagi-pagi seperti ini, bukankah ekstra kurikuler ada hanya setiap pulang sekolah?
"Mereka kok sudah pakai seragam futsal ya, pagi-pagi?" tanya Faricha bingung. Namun tidak dibalas apapun oleh Indana dan Resti, mereka sama-sama tidak tau apa-apa.
Laki-laki itu menyadari keberadaan ketiga gadis itu. Danish berbicara kepada teman-temannya, lalu berjalan ke arahnya. Faricha mencoba cuek, dan mengajak kedua sahabatnya untuk langsung menuju kelas, seolah tidak melakukan hal yang tadi ia lakukan—memperhatikan segerombol anak ekskul futsal dengan tatapan kebingungan.
"Cha, Inda, Res," panggil Danish.
Faricha menoleh. "Ada apa?" tanya Faricha. Danish pagi-pagi seperti ini saja sudah sangat berkeringat, entah pukul berapa laki-laki itu berangkat ke sekolah.
"Nish, lo sok cool," ujar Resti. Laki-laki itu langsung menyisir rambutnya yang setengah basah ke belakang mengguanakan jari-jarinya.
"Heh, Resti bilang sok cool, bukan so cool," ucap Indana memperbaiki pendengaran Danish. Danish pun mendengkus pelan, membuat ketiga gadis itu tertawa pelan.
"Loh, seharusnya gue dong, yang tanya ke lo. Ada apa, Cha?"
Faricha menaikkan satu alisnya. "Memangnya aku kenapa?"
Danish menepuk dahinya pelan. Ingin rasanya ia menyentil dahi gadis itu, sok tidak peka atau bagaimana? Namun yang pasti ia merasa gemas karenanya.
"Temen lo nih, Res, Inda." Kedua gadis itu mengangguk.
"Itu loh, lo tadi liatin anak futsal. Ada apa?" sambung Danish.
Ingin rasanya Faricha berkata, 'Aku 'kan punya mata,' namun itu bukanlah alasan yang bagus, jadi lebih baik dia jujur saja.
"Oh … kalian pagi-pagi sekali sudah pakai seragam futsal, memangnya ada apa? Bakalan ada acara ya?" tanya Faricha.
"Kalian nggak tau?" tanya Danish yang dibalas gelengan oleh ketiga gadis itu.
"'Kan bakalan ada Pekan Olahraga dan Seni, sekitar … satu setengah bulan lagi. Jadi, anak futsal harus latihan mulai sekarang. Soalnya, kalo cuma latihan saat ekskul mah nggak pinter-pinter," ucap laki-laki itu.
"Lah, kalian nggak dikasih tau, Cha, In?"
Faricha mengendikkan bahunya, sementara Indana menggeleng.

KAMU SEDANG MEMBACA
Faricha
Roman pour Adolescents(Tamat) Belum revisi Faricha Lutfia Izza, seorang gadis yang cuek. Semua yang membencinya berbalik menjadi temannya setelah mereka menyakitinya. Semua orang yang abai padanya, menjadi temannya setelah ia berubah menjadi lebih baik. Dia, Faricha...