Tak ditunggu, namun terasa sangat cepat. Itulah waktu. Ketika ditunggu selalu terasa lambat, dan jika tak disadari, terasa sangat cepat.Ungkapan syukur berulang kali terucap dari lisan mungil itu kepada Sang Pemilik kehidupan. Sungguh, berapa kali pun ucapan hamdalah dari lisannya, rasanya tak dapat menggantikan rasa syukurnya terhadap Dia, Sang Pemilik dunia dan seisinya.
Baginya, rasa syukur sangat bisa diwujudkan dengan berbagi. Berbagi suka cita kepada orang lain.
Faricha bercerita kepada para pengidap kanker yang berada di rawat inap mereka. Ia didampingi dengan kakaknya.
Di setiap anak yang ia kunjungi, selalu ia bawakan buah dan juga boneka, karena menurutnya anak sangat membutuhkan buah-buahan untuk memenuhi gizinya, dan boneka untuknya bermain. Ia juga menyumbangkan buku miliknya, seperti buku cerita rakyat, komik, dan buku anak-anak lainnya.
Rasanya, ia bersyukur sekali. Karena Allah memberinya ujian tak seberat mereka. Dan ia selalu berfikir, mengapa mereka sekuat itu? Ia merasa sungguh bahagia, karena Allah menyembuhkannya dengan cepat tak seperti prediksi dokter yang menanganinya, Dokter Maghfi.
Dokter memprediksi Faricha akan sembuh adalah dua atau tiga bulan. Nyatanya, Allah berkehendak lain. Allah menyembuhkan sakitnya hanya selama lima minggu, dan selama itu ia didampingi teman terbaiknya, Resti, dan juga teman menyebalkan sekaligus asik, Deva.
Setiap dua hari sekali, Resti mengunjunginya dengan membawakannya buku catatan yang telah Resti tulis untuk Faricha. Sungguh, Faricha sangat bersyukur karena Allah telah mengirimkan teman seperti Resti. Sementara Deva, kedatangannya tak bisa diprediksi, kadang dua hari sekali, kadang kayak minum obat tiga kali sehari.
Dan selama itu juga, Faricha mendapat teman baru. Teman yang menempati kamar di sampingnya. Seorang gadis manis nan cantik berambut panjang se punggung. Gadis yang tengah berjuang menghadapi penyakit AIDSnya yang menggerogoti tubuhnya, dan telah terdeteksi sejak ia berusia 10 tahun. Ia mendapat penyakit AIDS atau singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome dari ayahnya yang mengidap AIDS sejak SMU. Sekeluarganya mengalami penyakit ini, termasuk ibunya.
Faricha mengakhiri ceritanya dengan anak-anak, lalu mengajak Abangnya menuju ke ruang gadis itu.
"Assalamualaikum."
Faricha melangkah memasuki ruang tersebut, lalu memeluk gadis itu.
"Waalaikumsalam, Kak."
"Kakak bawa apa?" Tanya gadis itu ketika melihat sebuah tupperware yang dibawa oleh Faricha.
"Cuma buah, dek."
Faricha mendudukkan diri di kursi tempat samping gadis itu. Ia meletakkan buah itu di meja samping brankar yang digunakan untuk tempat menyimpan vas bunga.
"Mau dikupasin?" Tawar Faricha. Gadis itu mengangguk. Faricha pun mengambil mangkuk dan pisau di loker, tentunya masih dengan tuntunan Farikhin.
"Kakak udah mau pulang ya?" Tanya gadis itu menatap Faricha. Faricha tersenyum kearah gadis itu hingga membuat matanya membentuk lengkungan, "alhamdulillah, Allah memberikan kesembuhan pada kakak," jawab Faricha sembari memotong buah apel menjadi beberapa bentuk dadu.
"Aku ikut senang kalau kakak sudah sembuh. Nanti aku temanya siapa ya?" Ucap gadis itu. Faricha menyadari adanya kesenduan pada gadis itu, ia pun menghampiri dengan membawa semangkuk buah yang telah ia kupas dan potong dadu tadi.
"Nanti kakak bakal jengukin kamu seminggu sekali, insyaAllah." Faricha mendudukkan diri di kursi, lalu menyodorkan buah tersebut kepada gadis itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Faricha
Teen Fiction(Tamat) Belum revisi Faricha Lutfia Izza, seorang gadis yang cuek. Semua yang membencinya berbalik menjadi temannya setelah mereka menyakitinya. Semua orang yang abai padanya, menjadi temannya setelah ia berubah menjadi lebih baik. Dia, Faricha...