Bismillahirrahmanirrahim...
Allahumma sholli'ala sayyidina muhammad wa'ala ali sayyidina muhammad.
°°°
Bel istirahat berbunyi dengan nyaringnya. Hampir semua siswa berhamburan keluar kelas setelah mendengar salam dari guru mapel. Satu kata yang mewakili perasaan Faricha saat ini. 'Aneh.'
Bagaimana tidak aneh. Danish dan Bilman datang ke rumahnya pagi tadi dengan alasan ingun menjemputnya agar berangkat ke sekolah bersama. Untung saja saat itu Faricha sudah berangkat ke sekolah melewati jalan tikus, dan saat itu Farikhin menghubunginya dan memberi informasi tersebut.
"Mau ke kantin nggak, Cha?" Tanya Indana. Faricha menggeleng pelan. "Aku tidak lapar, Inda." Indana mengangguk, lalu melangkah sendirian menuju ke kantin, sementara Resti, ia sedang ke toilet.
"Far!" Panggil seseorang. Faricha menolehkan kepalanya, lalu mengendikkan dagunya. "Latihan!" Ucap Dhani sembari memasukkan tangannya ke saku celananya. Faricha mengalihkan pandangannya. "Ogah." Lalu Faricha memainkan ponsel pintarnya.
"Kalo nggak mau, gue seret juga lo." Faricha mengacuhkan laki-laki itu, dan masih mengotak-atik ponsel pintarnya.
"Far!!" Dhani langsung melangkah mendekat kearah Faricha, dan memegang tangannya. Faricha sangat terkejut, ia langsung menepis tangan Dhani kasar dan mendorong laki-laki itu hingga tubuh bagian belakangnya mengenai pojok meja. "Aws," ringisnya.
Dhani menggeram. "Sakit tau nggak!" Teriak Dhani. Faricha menggingit bibir bawahnya. "Ma-maaf, aku tidak sengaja," ucapnya pelan.
"Nggak sengaja lo bilang? Sakit tau nggak, emang lo mampu bawa gue ke rumah sakit?" Faricha jengkel, padahal ia tadi meminta maaf dengan lembut, namun Dhani menjawabnya dengan berteriak seakan meremehkannya karena keluarga Dhani jauh lebih kaya jika dibandingkan dengan keluarganya.
"Ya kamu juga salah! Kita bukan mahram, tidak seharusnya kamu megang-megang aku!" Ucap Faricha jengkel. Dhani tersenyum miring. "Sok alim." Faricha melihat Dhani tak suka. "Biarin, dari pada sok kafir!"
"Ada apa ini?" Tanya Resti yang baru saja memasuki kelas. Dhani sudah memasang wajah merah, pertanda bahwa ia sedang marah. Ia melangkah keluar dari kelas, karena akan berbahaya jika ia masih berada di kelas, bisa-bisa kedua gadis bisa bonyok karena kemarahannya.
"Tanya aja sama temen lo," ucap Dhani ketika berada di ambang pintu. Resti memasang wajah bingung. "Tuh cowok kenapa sih, Cha? Kalian juga kenapa? Udah gede juga jarang akur."
"Dia nyuruh aku buat latihan lagi, terus aku nolak karena memang aku tidak punya niat buat pengen bisa main basket. Kan kamu tau sendiri, aku waktu itu latihan karena dia nawarin." Resti mencerna ucapan Faricha, lalu mengangguk mengerti. "Terus, cuma karena kamu nolak latihan, dia langsung ngamuk gitu?" Faricha menggeleng, Resti menaikkan satu alisnya, tak mengerti dengan tanggapan Faricha.
"Dia megang-megang tangan aku, ya aku sudah jelas-jelas tidak suka lah. Kan aku sama dia bukan mahram, masa main pegang-pegang saja, kan dosa." Resti mengangguk. "Tau tuh anak, dia yang bikin ulah, dia juga yang marah. Aneh." Faricha hanya menganggukkan kepalanya.
"Hai ceweks."
Dahi Resti mengerut. "Ceweks?" Yang ditanya malah meringis. "Kan kalo jumlahnya tunggal namanya cewek, kalo jumlahnya jama' (lebih dari satu) namanya ceweks." Faricha menggelengkan kepalanya. "Ada-ada saja."

KAMU SEDANG MEMBACA
Faricha
Teen Fiction(Tamat) Belum revisi Faricha Lutfia Izza, seorang gadis yang cuek. Semua yang membencinya berbalik menjadi temannya setelah mereka menyakitinya. Semua orang yang abai padanya, menjadi temannya setelah ia berubah menjadi lebih baik. Dia, Faricha...