Handphone bercash merah muda itu terus menyala, bersama dengan alunan nada dering musik Masya Allah dari penyanyi asal lebanon bernama Maher Zain yang tak henti-hentinya berbunyi.Sedari tadi, handphone milik seseorang yang tengah ditangani di dalam itu sudah berbunyi belasan kali.
"Aku mohon, jangan mati dong," ucap lelaki itu sambil menenggelamkan wajahnya di telapak tangannya.
Handphone itu berbunyi lagi. Ia melihat kearah layar, dan tertera nama 'Abangkuh'. Mungkin ini nomor kakaknya, pikir lelaki itu.
Ingin ia mengangkat, namun ia takut. Takut kalau kakaknya akan memarahinya hingga melaporkannya ke polisi, untuk dimarahi, ia rasa tak apa-apa, tapi jika ia dilaporkan ke polisi, ia takut masuk penjara karena usianya yang masih muda dan masih merasakan jenjang masa putih abu-abu.
Ia juga takut, kalau ia dicemooh dan dikira melakukan percobaan pembunuhan pada gadis yang tengah didalam.
Pria paruh baya berusia 30an dan menggunakan jas putih bername tag Zainal pun keluar. "Keluarga pasien," ucap dokter Zainal.
Pria itu pun bangkit, "kamu keluarganya?" Tanya dokter Zainal.
Pria itu berfikir sejenak, "ehm, sa-saya sepupunya, dok," aku lelaki jangkung itu. Tak ada pilihan lain, ia terpaksa mengaku-ngaku sepupunya.
"Mari, ikut ke ruangan saya!" Lelaki itu pun mengikuti Dokter Zainal ke ruangannya. "Duduklah!" Pinta Dokter Zainal dan di sanggupi oleh pria itu.
"Sepupu anda mengalami berturan di punggung dan tangannya, dan menguras banyak darah," jelas Dokter Zainal.
"Jadi?"
"Dia membutuhkan donor darah." Lelaki itu teringat, gadis itu semasa SMP juga pernah sekelas dengannya, dan kebetulan absennya setelahnya. Saat pemeriksaan golongan darah, pihak puskesmas memberitahu gadis itu dan lelaki itu mendengarnya, jadi ia tau golongan gadis itu.
"Saya akan mendonorkan darah saya, dok," ucap pria itu tiba-tiba.
"Apa anda tau golongan darahnya?" Pria itu mengangguk, "golongan darahnya O kan, dok? Saya tau, dia punya golongan darah yang sama dengan saya."
Dokter itu mengangguk, "ya sudah, mari kita mulai transfusi darahnya," ucap Dokter Zainal tanpa basa-basi.
Dokter Zainal membawa lelaki itu ke ruangan gadis yang ia tabrak, tak lain adalah Faricha. Ia tiduran di ranjang yang berjarak agak jauh dari brankar milik Faricha. Dokter Zainal pun mulai memasang selang, dan mulai mengalirkannya melalui selang tersebut. Lelaki itu menoleh ke kiri, melihat wajah pucat pasi Faricha yang lebih tenang dan tak datar, sehingga efek manis-manis gula jawanya terpancar.
Hati pria itu teriris. Dulu semasa ia satu SMP dengannya, hingga sekarang ia jadi anak baru di SMA yang sama dengan Faricha, ia hanya membully Faricha dengan ejekan, cemoohan, dan hanya mengerjainya saja, dan tak pernah melukai Faricha sebesar ini. Ia merasa sangat bersalah.
Tak lama kemudian, transfusi darah pun selesai, dan dokter menyuruhnya keluar dari ruang operasi Faricha, namun ia memanggil Dokter Zainal.
"Bolehkan saya melihat sepupu saya, sebentar... saja, plis, dok," ucap lelaki tersebut memohon-mohon, dan diizinkan oleh Dokter Zainal.
Lelaki itu berdiri di sampung brankar Faricha. "Maafin gue ya, Cha. Sadarlah! Dan sembuhlah, Cha! Gue ngerasa bersalah banget kalau lo nggak bangun." Lelaki itu pertama kali menangis untuk seorang gadis, dan pertama kalinya meminta maaf pada Faricha setelah bertahun-tahun menyakiti Faricha.
"Gue bakal jadi manusia paling jelek, paling nggak berguna, dan paling hina kalo sampe lo nggak bangun, plis... bangun ya, Cha!" Ucap lelaki itu tadi.
![](https://img.wattpad.com/cover/189364115-288-k277468.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Faricha
Teen Fiction(Tamat) Belum revisi Faricha Lutfia Izza, seorang gadis yang cuek. Semua yang membencinya berbalik menjadi temannya setelah mereka menyakitinya. Semua orang yang abai padanya, menjadi temannya setelah ia berubah menjadi lebih baik. Dia, Faricha...