Kampung Halaman

105 13 1
                                        

Bismillahirrahmanirrahim

Allahumma sholli'ala sayyidina muhammad wa'ala ali sayyidina muhammad.

Selamat membaca😊

°°°

"Alhamdulillah ..."

Empat orang anggota keluarga itu sudah sampai di Bandara Internasional Ahmad Yani-Semarang setelah menempuh perjalanan udara berjam-jam dari Bandara Internasional Husein Sastranegara.

Mereka langsung menuju ke tempat pengambilan barang bawaan. Sebenarnya, keluarga itu hanya membawa satu koper karena memang hanya menginap selama enam hari. Setelah itu, mereka mencari seseorang yang sudah menunggu diantara banyak manusia yang juga menjemput penumpang yang baru saja turun.

"Ayah, itu Paman Fauzan," ujar Farikhin seraya menunjuk ke arah pria paruh baya yang mengangkat papan bertuliskan Furqon's family.

Mereka langsung menuju ke arah pria itu. Koper dibawa oleh Farikhin. Tangan kiri lelaki itu menggenggam tangan kanan adiknya, sementara Furqon bergandengan dengan istrinya.

"Assalamu'alaikum, Zan."

Furqon dan Fauzan berpelukan begitupun dengan Firda, dan kedua remaja yang mencium tangan pria itu.

"Apa kabar, Paman?" tanya Farikhin.

"Alhamdulillah, baik. Ayo, langsung ke mobil aja. Nanya-nanyanya di sana."

Fauzan membawa keluarga kakaknya ke arah mobil ia parkirkan. Lalu, menyuruh mereka masuk.

"Ibu bagaimana kabarnya, Zan?" tanya Firda.

Wanita melirik adiknya yang terdiam. "Ada apa?" tanya Firda lagi.

"Ehm ... nanti kalian langsung aja nengokin Ibu, ya?" balas Fauzan membuat empat orang itu bingung.

Tak lama kemudian, mereka sampai di depan rumah sederhana dan memiliki halaman yang cukup luas.

"Dek, nemuin Mbah Putri dulu," ujar Firda ketika melihat putrinya bergegas menuju rumah yang berada di samping rumah neneknya.

Faricha mengangguk, lalu berjalan bersampingan dengan kakaknya. Ia melihat ada kolam ikan seluas 4m² dan tanaman lidah mertua yang ditanam memanjang mengikuti pagar kayu rumah tersebut. Ada pula tanaman tomat dan cabai di sebelah kanan rumah, sementara sebelah kiri dibiarkan kosong, hanya ada rumput yang dibiarkan tumbuh.

Pintu dibuka oleh Firda.

"Assalamu'alaikum," ucap mereka bersamaan.

Farikhin meninggalkan koper di ruang tengah, lalu mengikuti yang lain masuk ke dalam kamar yang berada di tengah.

"Itu Mbah Putri?" tanya Faricha kepada Sang Kakak. Pria itu hanya mengangguk. Gadis itu menatap iba kepada ibu dari bundanya, tubuhnya terlihat lebih kurus dari yang ia lihat sebelumnya.

"Bu ..."

Mata wanita tua itu perlahan terbuka ketika mendengar panggilan anak sulungnya.

"Da," balas Mbah Putri. Kedua sudut bibir wanita itu terangkat membentuk senyuman. Lalu ia bangkit dari posisi tidurannya tanpa bantuan.

Firda mencium tangan Mbah Putri, diikuti oleh Furqon, Farikhin dan terakhir Faricha.

Mbah Putri adalah panggilan untuk seorang nenek perempuan, bukan karena namanya Putri. Sementara kalau kakek biasa dipanggil Mbah Kakung.

"Kalian sampai kok ndak kasih tau, kan Mbah Putri bisa masak tadi," ucap Mbah Putri.

Firda tersenyum. "Biar Ibu nggak repot," sahut wanita itu.

FarichaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang