Removed

45 10 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Allahumma sholli'ala Sayyidina Muhammad wa'ala ali Sayyidina Muhammad.

Warning! Bakalan banyak drama, jadi mohon maaf dengan kemenye-menyean yang ngebosenin ini🙏

Selamat membaca🤗

°°°

"Udah?" tanya Danish seraya melirik dua benda yang ada di tangan Zulfikar. Laki-laki itu mengangguk, mereka pun berjalan menuju ke UKS. Di pintu Kantin, mereka tidak sengaja bertemu dengan Dhani.

Dhani mengerutkan dahinya, melihat Danish-yang membawa mangkuk plastik yang diberi penutup, sementara Zulfikar yang membawa dua minuman-berjalan keluar dari kantin.

"Kalian mau ke mana?"

"UKS," balas mereka bersamaan.

"Duluan ya, Dhan."

Dhani hanya mengangguk seraya menatap mereka ragu. Namun, ia menggendikkan bahunya, ia 'kan sedang disuruh gurunya untuk membelikan minuman, kenapa ia harus repot-repot kepo dengan mereka berdua.

Danish dan Zulfikar memasuki UKS. Suasana terasa sangat sepi, tidak ada suara, kecuali suara jarum jam yang bergerak-terdengar sangat jelas.

Mereka berjalan ke arah ranjang di mana Faricha dibaringkan tadi. Danish menghela napas lelah, gadis itu belum juga membuka mata. Ia menaruh mangkuk itu di meja. Ia meraih kursi yang berada tidak jauh dari tempatnya duduk, lalu melihat ke arah wajah pucat Faricha.

"Ngeliatinnya jangan berlebihan, kalian bukan mahram," ujar Zulfikar seraya meletakkan dua minuman itu ke atas meja.

"Hm."

Danish melihat wajah tenang gadis itu, lalu mendongak melihat ke arah Zulfikar.

"Bang," panggilnya.

"Hem?"

"Gimana kalo Faricha gagar otak?" gumamnya takut.

Zulfikar menggeplak punggung Danish sedikit keras. "Kalo ngomong tuh jangan sembarangan, Nish."

"Ya gue cuma ngira-ngira, tadi 'kan dia pingsan, dan ... liat, nih." Danish menunjuk dahi Faricha yang memar. "Gimana gue nggak mikir gitu."

Zulfikar mengotak-atik ponsel pintarnya seraya berjalan ke arah lemari kecil tempat obat. Ia mencari kontak seseorang, dan memencet tombol telepon.

Ia menempelkannya di telinga menggunakan tangan kiri, sementara tangan kanannya sibuk mencari minyak angin dari dalam lemari kecil tersebut.

"Halo, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

"Ada apa?"

"Lo ... udah selesai belum, lombanya?"

Terdengar helaan napas dari seberang sana. "Belum," balas gadis itu.

"Kita masuk final, loh," ucap gadis itu dengan nada sedikit sedih.

"MasyaAllah, bagus dong. Tapi ... kenapa suaranya sedih?"

"Aku nggak tenang di sini, keinget Faricha mulu, diteleponin dari tadi nggak bisa-bisa, 'kan aku khawatir," ungkap gadis itu.

"Eh, btw, kamu nelfon aku, kenapa nih? Nggak boleh, ih, nelfon gini kalo nggak ada keperluan."

Zulfikar menghela napas pelan.

FarichaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang