Pasti Akan Kembali

48 8 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Allahumma sholli'ala Sayyidina Muhammad wa'ala ali Sayyidina Muhammad.

Selamat membaca🤗

°°°

Beberapa siswa menghela napas lega tatkala ke luar dari ruangan ujian akhir semester mereka, merasa beban terangkat dari pundak masing-masing. Namun, tidak untuk gadis berhijab yang kini duduk di kursi tepi koridor, ia tidak selega itu, karena hatinya masih ketar-ketir menanti nilai raport nanti.

Faricha sudah merasa berusaha dengan maksimal, tetapi untuk hasilnya ... insyaallah, itulah yang terbaik menurut Allah.

"Jangan khawatir, Cha, kamu 'kan pinter, pasti peringkat satu lagi," ujar salah satu teman sekelasnya seraya mendudukkan diri di sampingnya. Faricha menoleh, "Amiin. Terima kasih, Put."

Putri mengangguk, lalu kembali fokus dengan ponsel pintarnya.

"Kamu ... belum pulang?" tanya Faricha.

Putri mendongak, mengalihkan perhatiannya dari ponsel pintarnya ke arah Faricha. "Nunggu pacar, dia di kelas sebelah," sahutnya singkat.

Faricha hanya mengangguk. Ia menatap Putri sekilas. Fyi, hampir semua siswi di sini mengenakan hijab, tetapi hanya beberapa yang hijabnya sampai menutup dada, bahkan masih ada yang rambutnya terlihat dari belakang.

Jujur saja, Faricha sudah mulai suka dengan sekolah ini, meskipun dirinya masih sulit mendapatkan teman yang mau selalu bersamanya. Ia suka, karena ia pernah mendengar niat dari kepala sekolah saat awal dirinya masuk di sini, ingin membentuk akhlak muslimah bagi yang perempuan melalui hijab yang mereka kenakan. Namun, sayangnya tidak banyak yang mengerti itu.

Masih banyak yang suka saling berpegangan tangan dan berpelukan di tempat umum antara laki-laki dan perempuan, para perempuan harusnya menghiraukan hukum Islam dari hijab yang mereka kenakan, bukan?

Faricha bangkit kala melihat salah seorang guru berdiri di depannya dan memanggil namanya.

"Ayo, ke ruang guru," ujarnya, lalu berjalan mendahului. Faricha mengekori dengan hati cemas. Pada istirahat pertama tadi, ia memang mendapat pesan dari wali kelasnya untuk menemui wanita itu, tetapi wali kelasnya itu memintanya menunggu wanita itu menghampirinya terlebih dahulu.

Sesampinya di ruang guru, ia menyapa beberapa guru yang berlalu menuju ke arah dispenser yang berada tepat di depan meja Bu Ina-wali kelasnya.

"Duduk, Nak," pinta Bu Ina seraya menunjuk kursi kayu yang berada di depan mejanya. Faricha mengangguk, lalu mendaratkan pantatnya di sana.

"Ada apa, ya, Bu?" tanya Faricha to the point.

Bu Ina mengambil sesuatu dari laci mejanya, lalu menyerahkannya pada Faricha. Gadis itu menatap bingung amplop putih yang disodorkan Bu Ina untuknya.

"Ini apa, Bu?" tanyanya. Bu Ina menggerakkan amplop itu, bermaksud meminta agar Faricha menerima amplop itu terlebih dahulu. Gadis itu menerimanya.

Bu Ina menatapnya. "Begini, awal kamu masuk di sini, Ayah kamu membayar biaya sekolah kamu full untuk setahun. Namun, karena kamu semester lalu mendapatkan peringkat pertama, biaya sekolah kamu gratis."

"Kenapa tidak untuk membayar semester depan saja, Bu?"

Bu Ina tersenyum. "Mulai semester depan, sekolah kita menghapus spp, administrasi awal tahun, dan ujian akhir semester. Jadi, kami memutuskan untuk mengembalikan uang ini sebelum kami semua lupa dan berhutang pada keluarga kamu," sahut Bu Ina.

FarichaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang