Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma sholli'ala Sayyidina Muhammad wa'ala ali Sayyidina Muhammad.
Selamat membaca🤗
°°°
Keesokan harinya, Faricha turun dari lantai atas ke lantai utama dengan wajah pucat, lengkap dengan seragam pramuka dengan hijab coklat tua, dan tas coklat susu yang tergantung di salah satu pundaknya.
Ia tersenyum tipis ke arah sang kakak yang sedang menikmati semangkuk mie instan, lalu mendudukkan diri di sampingnya.
Laki-laki itu menggeser sereal yang sudah diberi susu cair ke depan Faricha. "Dihabiskan, ya?"
Gadis itu menatap ragu semangkuk sereal tersebut, terlalu banyak dan ia tidak yakin akan menghabiskannya.
"Kalau tidak habis, Abang yang habiskan, ya?"
Laki-laki itu menoleh sekilas ke arah sang adik. "Kamu dari pulang sekolah belum makan, jadi hari ini harus makan yang banyak. Itu saja tidak terlalu banyak, coba lihat mangkuk Abang." Farikhin memperlihatkan isi mangkuknya ke arah Faricha. Ada mie, telur orak-arik, kol, cabai, tauge, dan nasi. Kalau saja masih utuh, pasti akan memenuhi mangkuk tersebut.
Faricha menghela napas pelan, lalu menjauhkan mangkuk itu dari hadapannya, dan meletakkan kepalanya di meja.
Sampai laki-laki itu menghabiskan sarapannya, sereal itu sama sekali belum disentuh oleh Faricha. Ia menepuk bahu sang adik pelan. "Dek, bangun."
Faricha mendongak, wajahnya bertambah pucat. "Aku belum mau makan," ujarnya lemas.
"Ya sudah, di rumah saja, tidak usah berangkat sekolah, ya?" ucap Farikhin tidak yakin ketika melihat keadaan Faricha yang belum juga membaik, hanya saja lebam di wajahnya sudah tidak terlalu terlihat.
"Aku mau berangkat sekolah, Bang."
"Hah ...." Laki-laki itu tidak tau, harus bagaimana menghadapi adiknya yang sedang keras kepala itu, kecuali menurutinya.
"Iya-iya, tapi dihabiskan dulu. Abang mau ambil tas sama cek barang-barang Abang."
Faricha mengangguk pelan, lalu mulai menyuapkan sereal itu dengan tidak selera, sementara Farikhin bangkit dari duduknya dan mencuci bekas makannya di wastafel, lalu berjalan ke tempat tujuannya.
Faricha tidak bisa membayangkan, akan bagaimana nasibnya hari ini—setelah kemarin mendapatkan lemparan bola habis-habisan di kepala sehingga membuatnya tak sadarkan diri, dan baru membuka mata beberapa menit sebelum bel pulang berbunyi. Kemarin, ia tidak memakan makanan yang dibelikan oleh Danish, karena bubur itu sudah berubah cair, hanya meneguk air mineral yang dibelikan Zulfikar, dan membiarkan teh tawar dingin itu begitu saja.
Tanpa sadar, ia menangis. Tidak siap menerima kemungkinan buruk yang akan terjadi hari ini.
"Hiks-hiks." Ia langsung menghapuskan ketika air mata itu turun dari pelupuk mata menggunakan ujung hijabnya. Matanya menjelajahi seluruh isi meja, namun berkali-kali pandangannya mengabur karena air mata. Dengan cepat ia meraih tissue dan mengelapkan air matanya.
"Dek?"
Laki-laki itu terkejut melihat adiknya yang menangis, ia duduk di kursinya tadi, lalu merengkuh tubuh sang adik ke dalam pelukannya. Tangannya bergerak membelai lengan dan bahu Faricha. Tubuh gadis itu bergetar pelan, namun masih mengeluarkan air mata mata.
![](https://img.wattpad.com/cover/189364115-288-k277468.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Faricha
Ficção Adolescente(Tamat) Belum revisi Faricha Lutfia Izza, seorang gadis yang cuek. Semua yang membencinya berbalik menjadi temannya setelah mereka menyakitinya. Semua orang yang abai padanya, menjadi temannya setelah ia berubah menjadi lebih baik. Dia, Faricha...