Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma sholli'ala Sayyidina Muhammad wa'ala ali Sayyidina Muhammad.
Selamat membaca🤗
°°°
"Dek, ditungguin Deva dari tadi, kok belum ke luar?"
Faricha yang sedang kalut tidak bisa berhenti sejenak. Buku-buku pelajaran hari ini belum ia siapkan, sementara ia bangun kesiangan—hal paling langka yang pernah ia lakukan sejak ia masuk sekolah.
Dengan cepat, Faricha memasukkan buku mata pelajaran yang harus dibawa hari ini—yang ia lihat dari cover, tanpa membuka isinya.
"Suruh duluan saja, Nda!" teriak Faricha dari dalam kamar.
"Ya sudah, Bunda sampaikan."
Faricha tidak menyahut lagi. Ia membuka laci lemari kecil yang berada di samping ranjang, mencari kaus kaki berwarna putih. Namun, sebagian besar malah tidak ada pasangannya.
Ia mendesah pelan, lalu mengambil kaus kaki putih polos dengan panjang berbeda. Yang sebelah kanan panjang selutut, sementara yang sebelah kiri hanya sampai betis.
"Tak apa lah, tidak ada yang bakal lihat kok."
Ia bergegas ke luar kamar dengan merangkul tasnya di salah satu sisi. Menemui Firda yang sedang menyapu di ruang tamu, lalu mengecup kedua pipinya sebelum berangkat sekolah.
"Aku berangkat ya, Nda."
"Loh, nggak sarapan?"
Gadis itu hanya menggeleng seraya berjalan menjauh. Ia mengambil sepedanya, lalu mulai menggayuhnya menuju ke sekolah.
Sesekali ia melirik ke arah jam yang berada di tangan kirinya, lalu mengucapkan istigfar karena dirinya sedang dikejar waktu.
"Pak, tunggu! Pak, jangan ditutup dulu!" teriak Faricha seraya memaksakan diri untuk melewati gerbang.
Satpam itu menghentikan kegiatannya, tidak mungkin membuat anak orang terjepit gerbang hanya untuk profesionalitas sebagai security yang menutup dan membuka gerbang sesuai perintah.
"Terima kasih, Pak," ujar Faricha penuh kelegaan setelah diizinkan melewati gerbang oleh Pak Satpam.
Satpam itu hanya mengangguk tak enak saat ternyata ada salah seorang guru yang menatapnya tajam. Namun, itu tak diacuhkan oleh Faricha. Gadis itu memarkirkan sepeda di parkiran sekolah, lalu berlari menuju kelas.
Suasana koridor telah sepi dari murid, tidak akan ada drama hinaan dari mayoritas siswa.
Ia berlari dengan perasaan takut, was-was, dan bingung menjadi satu. Namun, saat tubuhnya sampai di depan kelas, perasaan takut itu membesar, lebih besar dari sikap nekatnya yang menahan Pak Satpam walaupun ada guru yang mengawasi.
Tok tok tok
"Assalamu'alaikum."
Gadis itu membuka pintu perlahan. Ia meringis pelan saat wajah horor Bu Endah tertuju padanya, seakan bersiap untuk mencabik-cabik mangsa. Pandangannya berpindah pada teman sekelasnya, sebagian besar menatap puas dan mengejek ke arahnya—hanya Indana, Danish, dan Zulfikar yang memberi pandangan iba.

KAMU SEDANG MEMBACA
Faricha
Подростковая литература(Tamat) Belum revisi Faricha Lutfia Izza, seorang gadis yang cuek. Semua yang membencinya berbalik menjadi temannya setelah mereka menyakitinya. Semua orang yang abai padanya, menjadi temannya setelah ia berubah menjadi lebih baik. Dia, Faricha...