Bismillahirramanirrahim...
Allahumma sholli'ala sayyidina Muhammad wa'ala ali sayyidina Muhammad
°°°
Selasa malam, atau orang jawa menyebutnya malam Rabu. Malam dimana gadis itu memilih memainkan ponselnya dengan menscrool tab home ke kanan dan kiri setelah selesai mengerjakan tugas rumahnya. Entah mengapa ia tengah malas mengulang pelajaran malam ini.
Data selulernya menyala, namun tak ada notifikasi apapun yang masuk ke ponselnya.
"Ini kuotaku yang habis apa memang tidak ada yang ngechat sih?" Faricha melempar ponselnya sembarang di tempat tidurnya. Lalu meraih jam di meja kecil dan menyalakan alarm.
Tok tok tok
"Masuk saja! Tidak dikunci kok."
Pintu terbuka, terlihat Farikhin yang tersenyum diambang pintu. "Kenapa, Bang? Jangan senyum-senyum, nyeremin tau."
Farikhin masih memperlihatkan senyumnya, dan hal itu membuat Faricha bergidik ngeri. "Abang sakit ya?" Ucapnya sembari menempelkan punggung tangannya di dahi kakaknya.
"Abang sehat kok."
Jawaban kakaknya masih membuat gadis itu ragu.
"Mungkin Bang Farikh kena setan jalanan nih." Batin Faricha.
Dengan tidak sopannya, Faricha mengusap kepala Farikhin sembari membaca ayat kursi dan meniup-niupkannya ke kepala Farikhin. Farikhin pun langsung mengambil tangan Faricha.
"Kamu kira Abangmu ini kesurupan apa, pakai diruqyah segala." Faricha meringis. "Aku kira Abang kena setan jalanan, makanya senyam-senyum sendiri," ucap Faricha.
"Oh... mungkin Abang ketularan orang gila yang jalan-jalan di pasar itu kan?" Farikhin langsung menyentil dahi Faricha. "Sembarangan saja kalau ngomong. Abangmu ini waras, sehat wa'afiyat tidak kurang suatu apapun," ucap Farikhin dengan menirukan gaya bicara seorang yang melakukan pidato.
Faricha menaikkan alis kirinya. "Terus... kenapa Abang senyam-senyum kayak orang tidak punya dosa?" Ucap Faricha polos.
"Emang kamu tau, orang tidak punya dosa senyumnya gimana?" Faricha menggeleng. "Gimana sih kamu ini, Dek. Setiap manusia itu pasti punya dosa. Namanya saja manusia, kata Bulek kepanjangan dari menus-menus kakehan dosa," ucap Farikhin dengan menirukan gaya bicara buleknya yang tinggal di Semarang.
"Iya-iya, coba jelasin sama aku, kenapa Abangku ini senyam-senyum, sedang bahagia kah?" Farikhin menghadapkan wajahnya kearah adiknya.
"Abang minta pendapat kamu, boleh tidak?" Faricha mendengus pelan. "Ya bolehlah, kayak sama siapa saja sih, Bang. Aku kan salah satu manusia yang menjadi tempat curhatnya Abang." Farikhin tersenyum senang mendengar jawaban adik satu-satunya ini.
"Menurutmu... Abang sudah cocok belum sih kalau nikah?" Faricha terkejut atas ucapan kakaknya, hingga membuatnya terbatuk-batuk.
"Uhuk uhuk. Abang mau nikah?" Tanya Faricha tak menyangka. Farikhin mengangguk ragu, "kalau ayah sama bunda ngebolehin sih."
"Memangnya siapa yang mau sama Abang?" Farikhin menyentil kembali dahi Faricha hingga membuat Faricha mengaduh meski tak terasa sakit.

KAMU SEDANG MEMBACA
Faricha
Genç Kurgu(Tamat) Belum revisi Faricha Lutfia Izza, seorang gadis yang cuek. Semua yang membencinya berbalik menjadi temannya setelah mereka menyakitinya. Semua orang yang abai padanya, menjadi temannya setelah ia berubah menjadi lebih baik. Dia, Faricha...