Plak!
Semua orang yang berada di kantin terkejut bukan main. Angga ditampar hingga menimbulkan bekas merah di pipi kirinya.
"Apa gunanya sekolah bertahun-tahun hah! Mulut lo pedes banget. Dijaga dong mulutnya. Sahabat gue bukan cewek murahan, paham!" Emosi Dela membesar, napasnya naik turun tak beraturan. Bella yang melihat itu pun, segera menahan tubuh Dela agar tidak semakin terbawa emosi."Cukup Del. Ayo pergi, kita pergi."
Bella dan Dela pergi menjauhi area kantin. Angga menatap tak peduli ke arah Dela maupun Bella. Kenapa? Kenapa dia harus peduli? Itu tidak penting. Namun, tamparan Dela bukan main-main. Rasa nyeri menjalar di pipi Angga.
🌑🌑🌑
Bella menundukan kepala, Dela benar-benar gila. 1 jam telah berlalu tapi dia masih mengoceh sambil memaki Angga. Bella ingin membela, tapi tidak! Dia juga sebenarnya sakit hati dengan ucapan Angga. Namun, lagi-lagi dan lagi, cinta Bella untuk Angga sudah menjalar melebar dengan sangat besar. Hingga Bella tidak mampu membenci lelaki itu.
"Udah sih Del, g-gue... gak papa kok," lirih Bella ketakutan sambil memainkan kuku-kukunya.
"Gak papa gimana? Lo gak mikir hah! Gue gak terima kalo dia sebut lo sebagai cewek murahan! Lo bukan cewek kaya gitu. Lo gak lupa sama harga diri lo sebagai cewek kan, Bella!" Dela masih emosi, setiap detik emosinya semakin membesar dan membara.
"Jangan karena cinta lo jadi gila! Lo gak boleh lupa sama kebahagian lo sendiri, stop Bella, gue mohon," pinta Dela memegang tangan Bella.
"Gak Dela! Gue gak bisa, Angga segalanya bagi gue, dia cinta gue, gue suka sama dia dari pandangan pertama," bentak Bella.
Dela mendengus kesal, menghembuskan napas kasar lalu memegang kedua bahu Bella kuat-kuat.
"Oke! Gue bakal dukung lo, tapi... di saat lo disakitin lagi kaya tadi, jangan halangin gue buat marah sama Angga! Gue gak terima sahabat gue dihina kaya tadi."
Bella tersenyum kecil, lalu dengan cepat dia menerjang tubuh Dela dan memeluknya dengan erat.
"Makasih... makasih Dela, lo emang sahabat gue yang paling baik."
Dela tersenyum hangat, dia harus tetap menjadi penyemangat bagi Bella. Hanya dia satu-satunya orang yang Bella percaya dan butuhkan saat ini. Dela sahabatnya, keluarga kedua, dan teman masa kecilnya.
"Udah ah, jangan nangis mulu, liat tuh ingusnya sampe keluar."
Bella tertawa kecil lalu memukul tangan Dela pelan. "Lagian, jadi sahabat ko baik banget sih."
"Heh Salah! gue itu sahabat yang paling, dan sangat baik banget," ucap Dela bangga.
"Oke Dela, memang selalu benar." Bella terkekeh.
"Good!" Dela memeluk Bella untuk yang kedua kalinya.
Mereka seperti dua insan yang tidak bisa dipisahkan. Ya... memang betul. Mereka tidak bisa dipisahkan.
•~•
Angga terdiam di dalam mobil, mengumpat tak jelas sambil memukul stir mobil dengan sangat keras.
"Brengsek!"
Bugh....Bugh....
Angga sangat kesal. Tangannya tak henti-henti memukul stir mobil. Hatinya sangat hancur berkeping-keping.
Baru saja Angga selesai melihat sebuah postingan instagram yang memperlihatkan mantan kekasihnya. Delia, dia berpelukan bersama seorang lelaki. Jangan tanya siapa! Tentu pacar baru mungkin.
"Bangsat! Kalo cowok itu disini, gue bakal buat dia muntah darah!" teriak Angga emosi.
Angga? Kenapa? Kenapa dia masih mencintai wanita yang jelas-jelas sudah menyakitinya. Apa prinsip Angga sama seperti Bella? Yaitu mengejar sesuatu. Atau ... Angga terlalu bodoh! Dan Bella? Jangan tanyakan itu, Bella memang sedikit... gila, jika itu menyangkut semua tentang Angga.
Sekarang pun dia sedang dalam keadaan tidak waras.
"Pak, ayo dong... saya minta nomor WhatsAap nya Angga, si anak baru itu loh pak. Masa gak tau."
Bella sedang memohon pada Pak Jeki, guru matematika yang punya kontak semua siswa di kampus ini. Bayangkan, berapa puluh kepala siswa di sini? Atau berjuta kepala. Apa muat di ponsel? Tentu jelas ... tidak muat, dia bahkan menggunakan 3 buah ponsel untuk menyimpan nomor siswa di kampus ini.
"Memang buat apa? Kalian kan tidak satu ruang kelas, jadi ada urusan apa?" tanya Pak Jeki heran.
"Mm... i-itu Pak, saya mau... PDKT," ucap Bella gugup.
What? Bella, kau polos sekali. Haruskah berterus terang di hadapan dosen segala?
Terdengar Pak Jeki terkekeh, mau tak mau Bella dan Dela pun ikut terkekeh, meski mereka tak tau apa penyebabnya.
"Kamu ini... lucu sekali. Jelas tidak boleh lah! Kamu pikir Bapak menyimpan nomor seluruh siwa hanya untuk bercanda, jelas Bapak menyimpannya hanya untuk kepentingan kampus. Paham!" ucapnya sedikit membentak.
"T-tapi... ayolah Pak, saya mohon sama Bapak, masa depan saya ada di tangan Bapak tau, kalo bapak gak ngasih saya nomor Angga. Angga udah disamber duluan sama cewek lain, Bapak emang tega liat saya gantung diri di kampus ini terus--"
"Hus! Kamu ini ngawur saja, sudah-sudah ayo ikut Bapak keruangan, nanti Bapak kasih," potong Pak Jeki geram.
Bella tersenyum penuh kemenangan. Akhirnya, dramanya ini sungguh tidak sia-sia. Bella mendapatkan nomor Angga.
***
"Ini ambil. Memang dasar anak jaman sekarang, putus cinta saja sampe nekat bunuh diri. Kalo di jaman Bapak dulu, kalo lagi stres karena cinta. Biasanya nimpuk rumah tetangga pake batu, biar tetangga juga ikutan stres kaya Bapak yang lagi patah hati," omel Pak Jeki sambil duduk di kursi.Bella melongo tak peecaya. Apa benar di jaman dulu seperti itu?
"Emang iya Pak? Wah... Bapak bukan patah hati kali. Bapak gangguan jiwa ya?" tanya Bella polos.
Pak Jeki melotot tak percaya."Itu mulut dijaga, gak sopan bangwt kamu," ucapnya geram sambil melempar tatapan tajam.
"Maaf Pak, gak kok saya bercanda, makasih ya Pak. Pokoknya kelak, Bapak adalah orang pertama yang akan dapat kartu undangan pernikahan saya." Bella tersenyum dengan memperlihatkan deretan gigi putihnya.
"Heh kamu! Belum juga jadi sarjana, udah ngebet nikah saja. Emang sama siapa?"
Dasar Pak Jeki, ujung-ujungnya juga kevo sendiri.
"Sama Angga lah, sama siapa lagi," ucap Bella bangga.
Bagaimana part ini?
Tertandai Myawd_013🌻
Follow Ig
@Myawd_013⚪️⚪️⚪️
The next part➡️
KAMU SEDANG MEMBACA
Preman Kampus {END}
Teen FictionTerkadang sikap pemarah menutupi semua kesedihan pada seseorang. Mungkin umumnya wanita memang yang sering dikejar oleh pria, namun apakah salah jika wanita yang mengejar pria? Bella mengenyampingkan rasa malu, gengsi dan rasa takut akan orang lain...