Sorot mata takut
***
"Nisa, Bella akan tinggal di sini. Dia anak ku juga!" ucap Deni datar.
"Kamu gak bisa dong, ngambil keputusan sepihak kaya gini. Kamu anggap aku apa mas. Pajangan! Aku ini istri kamu," bentak Nisa emosi.
"Aku gak perlu persetujuan kamu, atas pantas atau tidaknya anakku Bella tinggal di rumah ini. Rumahnya sendiri, kamu ingat itu," bentak Deni tersulut emosi.
Di kamar ini, di kamar mewah ini mereka bertengkar hebat. Mempermasalahkan keberadaan Bella yang tidak mendapatkan izin dari Nisa. Deni sangat tidak percaya dengan apa yang Nisa lakukan. Bisa-bisanya dia melarang Bella untuk tidak tinggal di rumahnya ini.
"Mas. Tapi--"
"UDAH! AKU BILANG KAMU DIAM SAJA. KALO GAK SUKA BELLA ANAKKU TINGGAL DI SINI, KAMU BISA PERGI."
Brak!
Deni keluar dan menutup pintu dengan sangat keras. Saking kerasnya Nisa sampai terlonjak kaget.
"Bisa-bisanya, Mas Deni bentak aku cuman gara-gara anak sialan itu," gumamnya kesal.
***
Bella menatap sekeliling kamarnya.
Dia sedang berada di dalam kamar tamu. Iya kamar tamu. Kamar lama Bella sekarang... Ya kalian tau, jika kamar itu semenjak keadaan keluarganya pecah belah, kamarnya sudah tak jadi miliknya lagi. Kamar itu, kini di tempati oleh Kevin. Iya, Kevin anak tiri ayahnya dan anak dari Nisa."Aku kangen Mamah," gumam Bella tersenyum kecil.
Dia meletakkan tas kecilnya di atas nakas tempat lampu. Membereskan baju-baju miliknya ke dalam lemari berwarna putih itu.
Tok....Tok....
Pokus Bella teralihkan saat ia mendengar suara ketukan pelan dari arah pintu kamar. Ternyata itu Deni ayahnya. Deni terlihat masuk dan mulai mendekatkan diri kepada anaknya.
"Kita makan dulu ya sayang, perut kamu perlu diisi. Papah gak mau kalo nantinya kamu sakit karena telat makan." Deni mengusap rambut putrinya.
Bella tersenyum manis. Dia mengangguk pelan. "Iya Pah. Lima menit lagi aku ke meja makan. Papah duluan aja."
***
Duduk diam di antara ayahnya dan ibu tirinya. Bella duduk membisu saat matanya bertemu dengan mata ibu tirinya Nisa. Anehnya, di meja makan ini hanya ada mereka bertiga tanpa sosok saudara tiri Bella yaitu Kevin. Entah di mana dia berada, Bella tidak tau.
"Ayo makan. Kamu harus makan yang banyak biar sehat," ucap Deni memecah keheningan.
"Tunggu dulu dong Mas. Kevin belum pulang," timpal Nisa tak terima.
"Anak itu selalu pulang malam. Apa kamu bisa tahan lapar jika perutmu harus menunggu kedatangan anakmu itu?" tanya Deni menyudutkan Nisa.
Nisa bungkam. Ada benarnya juga perkataan Deni. Dia tidak ingin ambil resiko jika perutnya harus menahan lapar karena Kevin tak kunjung datang. Lebih baik, kini ia menurut saja.
"Memang, Kevin kemana Pah?" tanya Bella ingin tau.
"Tidak usah sok peduli kamu. Makan saja dengan tenang. Itu bukan urusan mu," ucap Nisa menatap kesal Bella.
Bella menciut. Dia... Bungkam. Tak enak hati juga karena ia baru saja mencampuri urusan keluarga ini. Ya... Bella sadar diri, jika... Dirinya hanyalah seorang tamu di sini. Bella merasa bahwa ia sudah tak ada hak apapun di rumah ini.
"Maaf. Bella gak maksud ikut campur."
"Sudahlah Nisa. Dia berhak tau, Bella adik tiri Kevin. Dia berhak tau di mana keberadaan kakaknya," timpal Deni geram dengan kelakuan istrinya yang begitu kekanak-kanakan ini.
Iya. Umur Bella dan Kevin hanya beda beberapa bulan. Dan tentunya sudah di pastikan bahwa Kevin, bisa disebut kakak tiri baginya.
"Aku bicara seadanya Mas. Kamu kenapa sih, semenjak ada dia di rumah ini, sikap kamu jadi aneh. Gampang marah!" bentak Nisa tersulut emosi.
"Sikap kamu yang kekanak-kanakan! Kamu yang selalu membuat masalah kecil menjadi besar," balas Deni tak ingin kalah.
"Udah Pah. Bella gak papa. Bella yang salah, Bella tau, seharusnya Bella gak tanya soal Kevin," ucap Bella menengahi.
"Iya memang kamu yang salah. Kamu biang masalah!" ucap Nisa kesal.
"Cukup Nisa!" bentak Deni kesal.
Nisa diam. Dia memutar bola matanya malas. Nisa mulai menyantap makanan yang berada di atas meja makan itu. Lebih baik makan dari pada terus menerus berdebat dengan suaminya.
"Makan Bella," ucap Deni lembut.
Bella mengangguk. Dia mulai mengangkat sendok dan akan mendaratkan nasi goreng ke dalam mulutnya. Namun... Acara itu terhenti ketika sosok lelaki memasuki rumah dan berjalan mendekati meja makan.
"KEVIN SAYANG! KAMU DARI MANA NAK?" teriak Nisa yang sudah mulai panik lalu mendekati sosok putranya itu.
Wajah Kevin... Pucat, keringat banyak bercucuran di dahinya. Bella menatap kedua bola mata Kevin. Seperti... Ada sesuatu hal yang ada di dalamnya. Sebuah suara tanpa bicara, sebuah kata tanpa diucap. Mata Kevin seolah berbicara kepada Bella. Tapi, entah, Bella tidak yakin dengan perasaan nya ini.
"K-kevin."
Kevin menatap lekat bola mata Bella kembali. Seolah pancaran matanya ingin mengatakan suatu hal padanya. Namun sulit.... Seperti sangat sulit sekali diucapkan dan diberitahukan.
"Kenapa? Kamu kenapa kevin?" tanya Nisa memegang pelan kedua pipi Kevin. Membuat pokus Kevin teralihkan, dan matanya beralih menatap wajah ibunya.
"K-Kevin gak papa. Kevin... Capek, Kevin masuk ke kamar dulu Mah," ucapnya lemas dengan nada suara serak.
Kevin berjalan menjauhi meja makan. Menaiki tangga sampai punggung itu menghilang masuk ke dalam kamar.
Bella menatap punggung Kevin, sebelum punggung itu menghilang. Ada perasaan ganjil yang hadir dalam hatinya. Mengapa, di saat Bella menatap mata cokelat itu, seolah ada rasa takut di dalam mata Kevin. Kenapa? Apa Kevin baik-baik saja? Tunggu... Kenapa Bella peduli padanya? Bukankah Kevin tak berarti baginya. Ayolah Bella, sadar. Lagi pula, Kevin takut karena apa?
Bagaimana part ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Preman Kampus {END}
Teen FictionTerkadang sikap pemarah menutupi semua kesedihan pada seseorang. Mungkin umumnya wanita memang yang sering dikejar oleh pria, namun apakah salah jika wanita yang mengejar pria? Bella mengenyampingkan rasa malu, gengsi dan rasa takut akan orang lain...