Pk-41

2.5K 138 23
                                        


Rasa sakit bisa saja hilang dengan sendirinya. Namun bekas dari rasa sakit itu, mungkin akan bertahan cukup lama.__Bella


•~•
















🌕️🌕️🌕️

Bella hendak mengambil minum di dapur, namun langkah kakinya terhenti di kala ia mendengar suara kedua orang tuanya di balik dinding ruang keluarga.

"Apa kamu sudah menerima surat panggilan dari pengadilan agama?" tanya Tina pelan.

"Besok adalah sidang, kamu harus datang sesuai dengan waktu yang telah tertera di sana."

"Baik, saya akan datang," jawab Deni dengan menatap Tina dalam-dalam.

"Bagaimana dengan hak asuh Bella?" tanya Deni berbicara dengan santai.

"Itu hak dia, dia sudah berumur sembilan belas tahun, dia punya hak untuk memilih."

Bella menutup mulut, menutup dengan sekuat-kuatnya. Bella tak ingin suara isak tangisnya terdengar oleh mereka berdua, Bella tak mau itu terjadi.

Bella berlari cepat untuk kembali ke kamar. Menutup kencang pintu itu lalu menghempaskan tubuh ke atas ranjang. Di sana, Bella kembali menangis dengan pilunya, rasa sesak kian hadir saat ia mendengar pembicaraan kedua orang tuanya tadi.

"Apa ini akhir dari semuanya? Please... Kasih tau gue kalo semua ini hanya lah sebuah mimpi buruk, gue masih pengen tinggal sama-sama dengan kedua orang tua gue. Kenapa kalian harus pisah sih...." Bella menutupi seluruh permukaan wajahnya dengan bantal berwarna pink. Dia tidak ingin suara tangisnya terdengar oleh Tina maupun Deni.

Bella terbangun, dia menghampiri meja belajar berwarna putih itu. Ada banyak tumpukkan buku juga sebuah foto keluarga di atas meja tersebut, perlahan Bella mengambil bingkai foto itu. Sangat harmonis, sebuah keluarga yang bahagia. Foto itu di ambil saat Bella ulang tahun pada umur ke-5 tahun, tepat di tanggal 13 Desember. Wajah Bella masih polos dan bentuk tubuhnya pun masih terlihat sangat kecil mungil. Di dalam sana, Deni terlihat sedang menggendong Bella layaknya sebuah kapal terbang, sedangkan Tina memeluk perut Deni dari arah belakang. Sebuah foto langka, dan bagaikan sejarah untuk Bella. Hari itu adalah hari paling bahagia untuk Bella, meski umur Bella masih terbilang sangat muda, namun rasa bahagianya melebihi orang dewasa. Foto itu adalah foto pertama yang membuat Bella tersenyum bahagia, masa kecil yang sangat menyenangkan. Walau kedua orang tuanya kerap sekali sering bertengkar, namun keduanya tidak pernah lupa dengan hari bahagia anaknya. Mereka menyempatkan waktu untuk memberikan kebahagian untuk Bella. Walau... terkadang juga tidak memberikannya sama sekali.

"Tolong... Bella ingin mendapatkan pelukan hangat dari kalian lagi." Bella mengelus pelan bingkai foto itu, air matanya tak henti mengalir di kala ia terus teringat masa dulu bersama kedua orang tuanya.

Bella mengambil sebuah notebook dari laci kecil, sebuah buku hadiah pemberian dari Tina dulu. Bella belum pernah mengisi setiap lembaran dari kertas itu, Bella sama sekali belum pernah menulis siratan keluh kesahnya di dalam notebook itu. Sampai akhirnya hari ini, Bella ingin sekali mencurahkan rasa sesak di dalam hatinya.

Dier dairy....

Hi Mah, maaf Bella baru pertama kali menulis sebuah coretan tangan di dalam notebook ini. Bella sangat lelah dan Bella tidak tau harus berkeluh pada siapa jika bukan pada sebuah notebook pemberian Mamah dulu.
Bella hanya ingin bercerita, tentang keluarga kita ini Mah.

Mah... Kenapa sikap keras kepala kalian menghancurkan kebahagiaan rumah ini? Kenapa Mamah sama Papah harus pisah? Kenapa Mah... Jawab pertanyaan Bella. Semakin Bella berusaha untuk sabar menerima kenyataan, tapi kenapa saat itu juga semua yang Bella harapkan hancur lebur menjadi abu? Mamah sama Papah kenapa kaya gini sama Bella?
Bella salah apa? Apa... Kalian gak suka Bella? Apa pertengkaran kalian, sumbernya karen Bella? Apa iya begitu?

Preman Kampus {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang