Janji itu.
Angga mengusak rambut tebalnya. Dia mengeringkan rambut itu menggunakan handuk kecil. Bagian dada berbentuk roti belah itu sangat tercetak dengan sempurna. Handuk putih melekat di bagian pinggangnya. Siapapun yang melihat bentukkan rupanya sekarang, pasti akan iri dengan bentuk perut roti belah itu.Tok....Tok....
Ketukan pintu membuat pokus Angga teralihkan. Dia berjalan menghampiri pintu dan langsung membukanya. Di lihatnya Delia berdiam diri di depannya dengan tatapan yang amat sulit diartikan.
"Mau apa lo," tanya Angga dingin.
Delia tetap diam enggan membuka suaranya. Sorot matanya berubah sedih dan sendu. Tapi itu semua tidak berpengaruh kepada Angga. Dia acuh dan tidak mau tau apapun itu tentang Delia lagi. Semuanya.
"Aku mau kita kaya dulu."
Angga tersenyum remeh, ia tatap mata Delia dengan serius. "Lo mau baca buku ngulang? Tau endingnya itu-itu aja, gak bakal berubah meski lo nangis kejer sekalipun. Lo mau ajak gue buat ngulang masa lalu, yang jelas-jelas kenyataannya kita gak bakal bisa kaya dulu. Kenapa lo keras kepala dan gak mau ngerti."
Delia menggelengkan kepalanya. "Enggak. kita bisa lakuin itu sama-sama. Aku janji akan berubah. Aku janji akan menjadi apa yang kamu inginkan Angga. Asal aku dan kamu bisa kaya dulu. Kita menjadi sepasang kekasih dan bahagia bersama."
"Sayangnya gue gak mau."
Brak!
Angga menutup kencang pintu kamarnya. Lelah menghadapi sikap kekanak-kanakan yang di derita Delia.
🌑🌑🌑"Pah."
Bella melangkahkan kaki itu masuk ke dalam rumah lamanya. Rumah yang menyimpan kenangan indah dan buruk semasa hidupnya. Kenangan-kenangan bersama ibu dan ayahnya. Kini, kenangan indah itu hanya sebatas luka lama yang jika di gali akan menimbulkan sakit baru yang amat mendalam dari dalam lubuk hatinya.
Deni tersenyum dan menghampiri putrinya. Memeluknya sebentar lalu melepasnya lagi.
"Papah senang, kamu mau tinggal di rumah ini lagi. Jangan pikirkan masa lalu yang suram. Papah gak mau, kamu terluka lagi."
"Iya Pah," jawab Bella seadanya.
"Ya sudah, ayo kita makan malam. Nisa sudah siapkan makanan untuk kita."
"N-nisa... Mmm... maksud Bella, Ibu Nisa?" ucap Bella gugup.
"Anggap dia ibu kamu. Papah paham, ibumu hanya Tina, tapi... Coba sedikit mengerti ya. Nisa, ibu tiri kamu," ucap Deni tersenyum kecil.
"I-iya Pah."
***
Angga menuruni anak tangga dengan cepat. Pakaian sederhana sedang ia kenakan sekarang. Kemeja hitam dengan kancing di buka sehingga menampilkan kaos putih di dalamnya, dengan celana jeans hitam dan sepatu putih miliknya. Ia melirik ke arah bawah sana, tepat pada sofa di mana seseorang tengah duduk manis di atasnya. Tak lupa ada Adi ayahnya.Angga melangkahkan kakinya dengan cepat. Tanpa melihat ke arah sofa, ia terus berjalan ingin cepat-cepat pergi dari rumah ini.
"Mau kemana kamu Angga?"
Angga menghentikkan langkah kakinya. Dia membalikkan tubuh kekarnya, melihat ke dua bola mata hitam pekat itu.
"Keluar. Ada urusan," jawab Angga dingin.
"Aku ikut," ucap Delia serak.
"Gak. Lo diem," ucap Angga datar.
"Mah! Liat Angga. Dia jahat sama Lia Mah," adu Delia menatap sendu ibunya.
"Angga. Kamu tidak lupa janji kamu kan? Turuti selalu kemauan anak saya," ucapnya menatap dingin Angga.
"Biarkan Anak saya bebas satu hari saja. Tolong," pinta Adi mulai angkat bicara.
"Kamu tidak lupa hutang kamu kan Adi? Hutang kamu bukan jumlah sedikit, hutang kamu banyak," ucap Ibu Delia jutek.
"Tapi kan, kamu sendiri yang melarang saya untuk membayarnya. Beralasan sebuah syarat di dalamnya, bahwa Angga harus tunduk pada anak kamu," ucap Adi lantang.
"Pah...."
Adi melirik putra sulungnya. Dia menatap mata itu dengan penuh rasa bersalah.
"Ayo, lo boleh ikut," ajak Angga pada Delia.
Delia tersenyum penuh menang. Biarlah Angga cuek padanya, asal cowok itu selalu ada di dekatnya. Bersamanya. Dan ada di sampingnya.
"Bagus. Kamu harus turutin mau anak saya," ujar Ibu Delia tersenyum manis.
"Makasih Mah," ucap Delia memeluk erat tangan ibunya.
Bagaimana part ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Preman Kampus {END}
Teen FictionTerkadang sikap pemarah menutupi semua kesedihan pada seseorang. Mungkin umumnya wanita memang yang sering dikejar oleh pria, namun apakah salah jika wanita yang mengejar pria? Bella mengenyampingkan rasa malu, gengsi dan rasa takut akan orang lain...