Angga berdiri di dekat sebuah restoran besar. Dia tengah menunggu Delia, yang sedang membeli minuman di dalam. Entah kenapa, kini suasana hatinya gelisah. Sebab, Bella dari tadi tidak bisa dihubungi.
"Ayo Angga. Aku udah selesai beli jusnya."
Delia tiba-tiba sudah datang dan berada di depan Angga. Wanita itu menampilkan senyuman manis andalannya.
"Kita pulang," ucap Angga dingin.
"Loh, bukannya kita mau ke--"
"Kita pulang," ucap Angga tegas.
Delia menciut. Ia mengangguk dan mengikuti langkah kaki Angga yang berjalan lebih dulu ke arah mobil yang tak jauh dari sana.
🌑🌑🌑Bella sedang duduk sembari membereskan baju-baju yang akan di masukkan ke dalam sebuah lemari. Dia sesekali melamun, ya... Pikirannya masih saja tertuju pada kenangan indah bersama ibunya itu. Bella semakin sesak saat mengingatnya.
Drt....Drt....
Ponsel Bella bergetar, dia tersadar lalu meraih ponselnya itu. Nama Angga terpampang jelas dilayar. Dengan ragu, Bella mengangkatnya.
"H-hallo, Angga."
Tak ada jawaban. Hening, hanya suara angin juga gesekan ranting yang Bella dengar dari seberang sana. Ini, Angga kenapa? Dia yang menelpone, dia juga yang terdiam.
"Angga, bisa denger suara Bella, kan?" tanya Bella memastikan.
"Gue... Maaf."
"Maaf?" ulang Bella bingung.
"Maaf karena gue pengecut, gue terlalu cemen buat ngomong langsung sama lo. Gue takut, lo bakal marah sama gue. Marah karena gue gak ada di saat lo lagi butuh gue. Marah, karena malam itu, bukannya gue yang meluk lo tapi malah Reno yang ada di samping lo. Marah karena bukannya lo yang gue bahagiain, tapi malah orang lain yang gue buat bahagia. Sorry, Bell... Gue emang brengsek."
Terdengar suara serak Angga di seberang sana. Tanpa terasa, air mata Bella jatuh mengenai pipinya. Ia akui, bahwa pengakuan Angga sungguh terasa menyakitkan untuknya. Iya, Bella mengaku bahwa dirinya sempat marah, kecewa dan... Bella tak tau harus berbuat apa.
Bella dengan pelan menyusut air matanya. Dia mengulas senyum walau tak dapat di lihat oleh Angga sekalipun.
"Kamu baik Angga. Kamu pacarku. Aku gak peduli apa kata kamu, kamu tetep pacarku Angga."
Angga terdiam. Dia merasakan sesak hadir dalam hatinya. Entah mengapa, mendengar ucapan Bella membuat dirinya semakin merasa bersalah. Semakin menyudutkan dirinya untuk merasa salah.
"Gue gak sebaik yang lo pikir Bell. Jangan... Buat diri lo sakit, cuman karena gak mau buat gue merasa bersalah. Dengan lo bicara kaya gini, gue semakin tau gimana brengseknya gue karena udah buat cewek kaya lo menderita akibat ulah gue. Gue beruntung milikin lo. Tapi... Lo gak beruntung milikin gue, milikin cowok brengsek gak guna kaya gue."
"Stop Angga. Jangan terus-terusan salahin diri kamu. Aku gak mau denger kamu jelek-jelekin diri kamu lagi."
"Ini kenyataan Bell, Gue gak sebaik itu."
"Manusia, gak ada yang sempurna. Mereka tempatnya salah. Semua orang punya sisi baik dan buruknya. Kekurangan dan juga kelebihan. Jangan pernah anggap diri kamu yang paling buruk di dunia."
"Angga. Kamu masih di sana kan?"
"Angga!"
"Aku sayang kamu Bella. Jangan pernah berpikir buat pergi dari hidup aku."

KAMU SEDANG MEMBACA
Preman Kampus {END}
Teen FictionTerkadang sikap pemarah menutupi semua kesedihan pada seseorang. Mungkin umumnya wanita memang yang sering dikejar oleh pria, namun apakah salah jika wanita yang mengejar pria? Bella mengenyampingkan rasa malu, gengsi dan rasa takut akan orang lain...