Angga tengah duduk di teras rumahnya. Perasaan aneh mulai terjadi pada hati Angga. Kesal, sedih, benci, dan kecewa. Angga merasakan itu sekarang. Bella, gadis itu sudah mulai mempengaruhi Angga.
"Papah boleh duduk?" Adi datang dengan sangat tiba-tiba, lalu duduk di samping Angga.
"Papah ingin bicara, soal... Delia."
Angga seketika memicingkan matanya. "Tumben, Pah. Emang Delia kenapa?"
"Kamu harus ikhlaskan dia nak, dia punya hak untuk bahagia."
Adi menepuk kecil bahu Angga, lalu berjalan masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Angga sendiri.
"Gak bisa! Dan gak akan pernah," gumam Angga geram.
🌑🌑🌑
Malam ini Bella menepati janjinya, yaitu dia pulang kembali ke rumah.
Sekarang Bella tengah duduk di dalam kamar, mengurung diri sampai hatinya benar-benar siap dan batinnya pun benar-benar kuat kembali. Ini tentang ayahnya, seperti perkataan Deni waktu itu, kini Bella dan kedua orang tuanya akan bicara enam mata.
Tok....Tok....
"Bella, ayo sayang Papah sudah menunggu."
Bella mendengus kesal, dia berjalan pelan ke arah pintu lalu membukanya. Terlihat Tina dengan raut wajah santai dan senyuman manis mengembang.
Perlahan Tina mengelus pelan rambut Bella."Ayo sayang," ajaknya lembut.
Bella melirik ayahnya yang sedang duduk di ruang keluarga, melipat tangan di bawah dada dengan raut wajah seriusnya.
"Ada apa sih Pah, Mah?" tanya Bella penasaran.
"Kami berdua... sudah memutuskan untuk... bercerai."
Deg!
Hatinya tergoyak, kakinya melemas, dan tubuhnya gemetar, air mata itu kini mulai turun membasahi pipi Bella. Ia terkejut bukan main, saat mendengar tutur kata Tina, sedangkan Deni hanya memalingkan wajah ke arah lain.
"M-mah... Pah... Ini gak mungkin kan?" tanya Bella lemas.
Tina melirik dengan raut wajah sedih, Tina bisa merasakan betapa hancur hati putrinya saat ini.
"Maaf Bella, ini sudah bulat keputusan kami berdua."
Tina tiba-tiba berjalan menghampiri Bella dan memeluknya erat. "Maaf sayang."
Bella hanya diam, menahan sesak di dada dan juga sakit yang sangat menusuk jantungnya. Bella menangis tanpa suara, hanya linangan air mata yang keluar menemani isakan.
Tina melepaskan pelukannya, beralih mengelus rambut Bella dengan lembut, mencium keningnya lalu beranjak pergi dari sana. Tina hanya tidak sanggup melihat anaknya menangis sedih seperti ini.
Bella menundukkan kepalanya, kemudian mengangkat kembali dan kini langsung melirik ke arah Deni.
"P-pah, ini? Ini yang mau Papah katakan? K-kenapa kalian...."
Bella tidak sanggup melanjutkan ucapannya, dia hanya menangis meratapi nasib sekarang. Keluarganya kini benar-benar hancur lebur, terpisahkan jauh bagai langit dan bumi.
"Kamu harus terima keputusan ini, ini demi kamu," lirih Deni pelan.
"Untuk aku? P-papah gak pernah ngerti, M-mamah juga. Kalian... gak pernah mengerti Bella." Bella berlari meninggalkan Deni, hatinya hancur dan batinnya sungguh sakit.
Takdir? Bella menerima jika kedua orang tuanya bertengkar secara wajar, namun kenapa harus perpisahan yang menjadi akhir titik semuanya. Kenapa harus berpisah? Bella tidak sanggup menerima ini semua.
"K-kalian... kalian berdua gak pernah... ngerti Bella." Bella menangis pilu, mengeluarkan semua kesedihan nya di dalam kamar.
Satu nama yang sekarang Bella ingat, Angga, Bella butuh lelaki itu sekarang. Apa Angga bisa membantunya?
•~•
Drt....Drt....
Angga menarik napas dalam-dalam, dia sudah menyimpan nomor Bella, jika bukan karena kasihan, Angga mungkin sudah memblokir kembali semua nomor yang berkaitan dengan Bella.
Angga menggeser tombol hijau, dia ingin sedikit berempati dan sedikit memiliki hati sekarang. Tapi hanya satu kali ini, entahlah... ada sebuah dorongan yang menyuruh Angga untuk mengangkat telpone dari Bella.
"Kenapa?" tanya Angga dingin.
Hening, Bella tidak menjawab, Angga dibuat bingung karenanya.
"Woy, lo mendadak bisu?"
Angga membulatkan matanya, dia mendengar suara isak tangis dari seberang sana. Bella menangis?
"Heh lo nangis?"
Bella masih tidak mau menjawab, Angga mengusap kasar mukanya. Dia bingung harus berbuat apa, ada rasa khawatir saat mendengar wanita ini yang selalu terlihat bahagia setiap saat, tetapi sekarang menangis dengan rapuh.
"Bella."
Bella sedikit tertegun, ini baru pertama kalinya dia mendengar Angga mengucapkan nama Bella.
"K-kenapa?"
Angga menghembuskan napas pelan."Lo yang telpon gue, harusnya gue yang nanya."
Baik. Angga bersikap dingin kembali, namun hati Bella sedikit menghangat saat Angga dengan sengaja menyebut namanya.
"G-gak papa kok."
Trt....Trt....
Bella memutuskan panggilan sepihak, jantungnya berdetak sangat kencang. Bella tidak mau jika nantinya, Angga mendengar suara detakan itu. Bella akan malu jika sampai itu terjadi.
Bagaimana part ini?
Tertandai Myawd_013🌻
Follow Ig
@Myawd_013⚪️⚪️⚪️
The next part➡️
KAMU SEDANG MEMBACA
Preman Kampus {END}
Teen FictionTerkadang sikap pemarah menutupi semua kesedihan pada seseorang. Mungkin umumnya wanita memang yang sering dikejar oleh pria, namun apakah salah jika wanita yang mengejar pria? Bella mengenyampingkan rasa malu, gengsi dan rasa takut akan orang lain...