Aku tak ingin melepas apa yang selama ini selalu menjadi kekuatan dalam hidupku. Kepergianmu, membuat ragaku ikut kehilangan jiwanya. Kepergianmu, sungguh membekas dalam ingatanku.
•~•
🌕️🌕️🌕️
***
Langkah kakinya menimbulkan suara bising di koridor rumah sakit. Ia berlari tanpa mau berhenti. Ia menangis tanpa memperdulikan tatapan tanya dari orang-orang sekitar. Semuanya bagaikan bayang-bayang baginya. Bella tak peduli, dia tak mau mendengarkan suara Deni yang terus memanggil namanya di belakang sana. Pokus Bella hanya pada satu tujuan. Keadaaan Tina ibunya.
Bella menghentikkan langkah kakinya, ada Devan, Reno dan Tante Lina yang menunggu di depan ruang operasi. Hati Bella semakin sesak saat kedua matanya melihat sendu ke arah pintu yang tertutup rapat itu. Menandakan bahwa operasi masih sedang dilaksanakan.
Bella melangkah menuju depan pintu, diintipnya wajah Tina dari jendela pintu itu. Damai. Iya, wajah Tina sangat terlihat damai. Bella benci melihat mata itu terpejam, melihat darah segar memenuhi pakaian ibunya. Bella benci melihat ini semua.
"Bella, kamu tidak apa-apa?" tanya Deni cemas saat tau bahwa Bella menjatuhkan gelas.
Bella tersadar. "E-enggak Pah, Bella baik-baik aja. Tapi... Dada Bella sakit Pah," adu Bella memegang kuat baju kemeja merahnya.
"Kamu sakit? Sakit apa nak?" tanya Deni khawatir.
"B-bella gak sakit. Cuman, hati Bella gelisah Pah. Bella gak tau kenapa, tapi... Ada rasa takut di dalam hati Bella."
Drtt....Drt....
Ponsel Bella berdering, ia merogoh ponsel itu dari saku belakang celana jeans hitamnya.
"Hallo."
"Benar ini dengan keluarga Tina?"
"Iya, itu nama ibu saya. Maaf anda siapa?" Bella menjadi cemas seketika, saat mendengar nama Tina diucap.
"Maaf mbak, kami dari pihak rumah sakit, ingin memberitahu bahwa ibu anda yang bernama Tina mengalami kecelakaan. Beliau adalah korban tabrak lari. Sekarang keadaannya sangat buruk, pasien kehabisan darah dan ada luka serius di dalam tubuhnya. Mohon, mbak cepat ke sini."
Bagaikan ditusuk jarum. Bella merasa bahwa separuh hidupnya kini hancur, berkeping-keping hingga tak ada celah untuk diperbaiki. Bella berjongkok saking kakinya tak kuasa menahan sakitnya di hati ini.
"Bella, ada apa? Itu dari siapa?" Deni ikut berjongkok mengelus rambut Bella.
"Pah... Mamah... Mamah Pah," lirih Bella gemetar dengan air mata keluar mengiringi sesak hatinya.
"Mamah mu kenapa? Bicara yang jelas." Deni ikut cemas melihat Bella menangis seperti ini.
"Mamah... Mamah kecelakaan."
Satu pegangan mendarat di pundaknya. Bella menoleh, itu Reno. "Yang kuat Bell, Tante Tina akan kuat kalo liat lo juga kuat."
Bella hanya mengangguk kecil, air matanya tak henti mengalir. Jantungnya berdetak sangat kencang, mengkhawatirkan sesuatu hal yang ditakutkan. Bella... Takut.
Dokter terlihat berjalan ke arah pintu, dengan segera Bella memberi jarak agar pintu dapat dibuka. "Gimana Dok, Mamah saya baik-baik aja kan? Mamah saya sehat kan Dok?" Bella mengguncang tangan Dokter wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Preman Kampus {END}
Teen FictionTerkadang sikap pemarah menutupi semua kesedihan pada seseorang. Mungkin umumnya wanita memang yang sering dikejar oleh pria, namun apakah salah jika wanita yang mengejar pria? Bella mengenyampingkan rasa malu, gengsi dan rasa takut akan orang lain...